142

76 11 4
                                    

17.05.24


Ketersingungan Aleona bukanlah sebatas gimmick. Dia benar - benar merasa tidak di indahkan di mata mereka terutama Mark. Dari sejak kejadian itu, gadis itu mengacuhkan Mark, tetapi berpura - pura tidak terjadi apa - apa di depan keluarga besar Mark, terlebih ketika ada Leo di antara mereka berdua. Aleona luas biasa berperan sangat baik sampai mereka tidak menyadari sebenarnya ada pertengkaran dari keduanya. Bahkan Jaemin takjub dengan itu.


Sudah dua minggu perlakuan berbeda Aleona sulit di tangani Mark. Gadis itu tidak akan berbicara, menjawab pertanyaan Mark pun seakan telinganya tuli. Tugas merepotkan yang biasa Mark kerjakan bahkan sudah beralih di tangan Jaemin. Meski awalnya tidak keberatan, tapi berlangsungnya hari Mark mulai merasa kehilangan aktifitas itu. Dia rindu ketika Aleona mengganggunya di jam kerja, seperti; tiba - tiba menghubungin hanya karena melihat semut berjalan tertibut di sebuah taman, menemukan koin di tengah jalan, melihat kucing, melihat tetangga bertengkar atau meminta di belikan sesuatu karena termakan iklan televisi, minta di temanin berkeliling di area komplek pagi - pagi buta atau di tengah malam, dan dari semua kerepotan itu Mark merindukan sikap manja Aleona padanya, mendengar keluhan - keluhan atau cerita random di kala kesulitan tidur.

Sejak masa kehamilan sifat Aleona berubah, Mark merasakan seperti bertemu dengan orang baru dalam wujud Aleona. Sifat dan sikap yang baru itu mulai terbiasa dalam diri Mark, mulai melekat padanya. Tetapi hanya dengan sebuah perkataan  Mark masih sulit untuk percaya semua sekejap mata hilang tanpa jejak.

Aleona yang ia kenali sekarang tak lebih seperti sosok wanita yang siap berdiri di atas kedua kakinya sendiri tanpa gangguan. Mark tak melihat lagi sosok manja, lemah, penurut, atau sosok wanita yang mengemis cinta pada seorang pria. Aleona tidak pernah lagi melibatkan dirinya membuat Mark prustasi dan takut, sampai ketakutkan itu menggrogoti pikiran Mark, Aleona tanpa dirinya bukan mimpi buruk dalam hidupnya. Gadis itu bisa bahagia tanpa dirinya.

"Aleona..."

"Leo sudah selesai sarapannya?" Bocah itu mengangguk. "Sini berikan pada ibu..." Leo mengangkat piring dan menyodorkan pada Aleona. Sedikit membereskan, meletakan cucian kotor itu di Kitchen Sink.

"Ayo Ayah malk." Leo turun dari bangku.

"Ayo—" Suara Mark terpotong paksa. Punggung itu bahkan belum sepenuhnya tegak.

"Leo. Ayah Mark sedang sibuk. Jadi ayah Mark tidak bisa mengatarkan Leo. Ayo... ayo... Leo akan terlambat." Sikap itu bukan pertama kalinya. Melainkan skenario yang terus berulang Aleona lakukan.

Mark terduduk lemas, dia merasa kecewa, sedih, kesal secara bersamaan, tapi ia tak mampu membela diri. Menghela napas mencoba menenangkan diri, dia kembali makan menghabiskan sajian Aleona tanpa sisa sedikit pun. Selesai makan dia membantu membersihkan semua piring - gelas kotor dan meletekan di tempatnya, kemudian Mark pergi keperusahaan.

Sesampainya disana, di ruangan studio, Mark diam merenung. Entah harus melakukan usaha seperti apalagi agar istrinya kembali. Dua minggu ini Aleona terasa asing, kelembutan serta senyuman Aleona tak lagi bisa Mark rasakan. Begitu juga yang di rasakan oleh Jeno. Sepupunya berulang lagi meminta maaf dan berusaha memperbaiki namun hasilnya nihil.

Tok tok ...

Mark menoleh, pintu terbuka itu menampilkan sosok Jinny. "Mark, aku membawakan kopi untukmu."

"Terima kasih."

Cangkir kopi itu di letekan di atas meja sofa dan Jinny duduk di samping Mark. "Oh, iya. Ini proposal untuk besok Lucas tampil di Musik Room."

Mark terima berkas itu. Matanya membaca tapi tidak untuk isi kepalanya, tulisan itu bisa Mark baca tapi tidak sedikitpun dapat masuk di otak.

"Mark, akhir - akhir ini kau tampak berbeda? Sepertinya kau kurang istirahat, ya?"

SECRET TO SECRET Where stories live. Discover now