12. Toll Road

1.4K 214 106
                                    

gercep bgt ditinggal tidur doang udah lewat target wkwkwk.
oh iya survey dong, mau sampe berapa part?
jgn lupa vote komen kalau suka yaaa, kalau engga ya jangan dibaca😂👍🏻





🍀








Geewoni kembali pada kenyataan saat klakson mobil Suhyeon berbunyi, wanita itu melambaikan tangannya senang. Suhyeon keluar dari mobilnya, mengambil tempat di sebelahnya, "Apa kau siap?" Geewoni mengangguk.

Sang Adam membuka pintu mobil untuk Hawa-nya, Geewoni masuk dengan senang hati. Kedua orang ini berada dalam pikirannya masing-masing selama di mobil.

"Gee? Kita ambil jalan mana?" suara Suhyeon membuyarkan lamunan Geewoni, "Kita pakai GPS aja ya?" iya menawari, sebelum persetujuan Suhyeon, Geewoni menekan beberapa tombol rute navigasi pada handphone miliknya yang sudah terhubung dengan mobil agar Suhyeon nyaman mengemudi.

"Kenapa jalan tol mulus banget ya?" ucapan itu spontan keluar dari mulut Geewoni yang menatap jalanan dari jendela mobil, Suhyeon melirik wanitanya sekilas.

"Tapi kita harus bayar kalau mau jalan seperti ini." jawabnya, Geewoni menoleh, "Kalau perjalanan kita semulus ini, apakah suatu saat kita harus membayarnya juga?"

Suhyeon menoleh lagi, agak heran dengan ucapan calon istrinya. "Membayar dengan apa?" lalu kembali menatap jalanan yang tidak ramai.

Geewoni menatap Suhyeon, "Seperti... jangan terlalu bahagia."

"Kenapa tidak boleh terlalu bahagia?" Suhyeon merasa heran namun penasaran.

"Karena kita punya sisi bahagia dan sedih. Sejak awal memutuskan untuk mencintaimu, aku selalu memberi peringatan terhadap diriku sendiri." Geewoni melanjutkan, matanya tidak beralih dari wajah Suhyeon.

"Peringatan apa?" Suhyeon bertanya kembali.

"Peringatan kepada diriku, untuk tidak berekspektasi kepada manusia. Kau tau kan, membuat orang lain selalu senang bukan kewajiban kita, membuat orang sedih juga bukan kehendak kita----maksudku, jangan sampai lupa kalau kita tidak bisa bahagia selamanya." lanjutnya, Geewoni takut Suhyeon salah paham.

"Gee, sejak aku memutuskan untuk membalas perasaanmu, aku sudah bertekad mencintaimu dalam susah senang, mengingatmu saat sadar dan tidur---" Suhyeon melirik Geewoni beberapa detik sebelum kembali fokus pada jalanan. "---kalau kita mencintai sesuatu, kita harus mencintai kekurangannya juga. Kalau ada kelebihan, sudah jelas ada kekurangan."

Geewoni bernafas lega, semua ketakutannya meredam, sudah jelas. Sudah jelas dia hanya perlu percaya pada Suhyeon, lalu semuanya akan baik-baik saja.

"Aku ingin menikahimu, sudah pasti aku menerima lebih dan kurangmu, Gee. Bukankah tugas menyempurnakan adalah tugas kita berdua? Kalaupun, kalaupun ada badai datang, pasti ada pelangi setelahnya."

"Bisa jadi tidak ada pelangi, hanya matahari." Geewoni menambahkan.

"Aku akan menjadi mataharinya kalau begitu, biar kau hangat terus di dekatku." bibir Geewoni menyunggingkan senyumnya.

Geewoni sekarang tau, tidak ada yang perlu ia khawatirkan. Setidaknya untuk saat ini, dia hanya mau menikmati momen yang terjadi, tanpa khayalan bayangan hal-hal yang belum tentu terjadi.

"Apa yang membuatmu percaya padaku, untuk menjadi istrimu?" tanya Geewoni lagi.

"Aku tidak melihat masa depan selain denganmu." jawab Suhyeon tanpa ragu.

Sesampainya di rumah Geewoni, mereka berdua turun bersamaan. Geewoni mulai mengatur pernafasannya sekali lagi, dia benar-benar butuh kekuatan. Suhyeon menggenggam sebelah tangannya, wanita itu mengikuti gerak tangannya yang digenggam, dengan mata yang teduh.

Blissful of Renewal | soohyun jiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang