Bab 12

77 10 303
                                    

"PRIIIIT!"

"Dan kick off kembali dilaksanakan setelah salah satu tim berhasil mencetak gol ke gawang lawan. Skor sementara: satu kosong."

"Ya, gol pembuka permainan memang menguntungkan, Steven, tetapi keunggulan satu kosong masih lemah. Jangan berhenti di sini! Cari yang kedua sekarang!" jawab Jim Beglin.

Kembali lagi anak-anak Phoenix FC coba melakukan taktik possession game walaupun mendapat tekanan agresif dari pihak lawan. Umpan-umpan kreatif pun dicari walau tak banyak yang berhasil menembus.

Steven Knalpot menyatakan apa yang terjadi di lapangan, "Zio membawa bola dari sisi kiri. Ada Lucero yang mengejar. Apa yang akan dia lakukan?"

Enzo memang bukan yang paling mahir menggiring bola, apa lagi melakukan gocekan maut seperti sang senior yang berposisi di depannya. Akan tetapi, dengan lihai Enzo mengecoh Lucero kali ini. Bola yang terlihat akan diumpan kepada Eita ternyata dibelokkan sehingga Lucero hanya berakhir menjegal angin.

"Oh, pergerakan yang luar biasa dari seorang Zio," puji Steven Knalpot dari bilik komentator. "OH, apa yang terjadi?"

Tanpa disangka-sangka, Lucero menggunakan kakinya yang lain untuk meluncur dan menjegal Enzo sekali lagi. Sayangnya, jegalan itu sekali lagi kurang akurat. Kaki yang direncanakan memerangkap bola malah mengenai kaki si penggiring.

"Ah!" Enzo terjatuh di tanah setelah kakinya dihadang tackle lawan. Memang kontak kaki dengan kaki sedikit menyakitkan, tetapi Enzo baik-baik saja.

Fair play, Lucero mengulurkan tangan kepada Enzo untuk membantu pemuda Italia itu berdiri. Kebetulan, Lucero juga berasal dari Negeri Pizza yang sama.

"Scusa, non era intenzionale." Lucero menggunakan bahasa Italia karena mengenali ciri-ciri di wajah Enzo.

(Terjemahan: "Maaf, itu tidak sengaja.")

"Jelas sekali itu adalah sebuah pelanggaran. Wasit memberikan tendangan bebas kepada Phoenix FC," jelas Steven Knalpot.

Saat Enzo mendapatkan bola dari petugas pinggir lapangan, ia letakkan bola itu di titik yang ditunjuk wasit. Pemain bernomor punggung 21 ini kemudian mundur beberapa langkah untuk mengambil ancang-ancang.

"Jaraknya cukup jauh untuk sebuah tendangan langsung. Kurasa Zio akan memberikan umpan kepada teman-temannya. Itu lebih bijak daripada ia egois dan menembak dari jarak sejauh itu."

Sebelum menendang, Enzo memindai keadaan terlebih dahulu. Jarak bola dari gawang sekitar 35 meter. Di depan sana, ada Eita dan Kaiser yang meminta bola. Penjagaan lawan atas mereka berdua cukup ketat. Sementara itu, di sisi jauh ada Charlie dan Regulus.

"Pendek saja Zio mengeksekusi tendangan bebasnya," komentar Steven Knalpot.

Enzo mengirimkan bola kepada sang kapten yang meletakkan diri di dekat si pemuda Italia. Mudah saja Rioner menerima umpan simpel tersebut.

"Pemain Winning Eleven United mulai mengerubungi Rione. Apa yang akan ia lakukan?"

Bola dikembalikan kepada Enzo, tetapi si pemuda Italia tahu apa yang harus ia lakukan. Dengan satu sentuhan, ia kirimkan bola ke depan sebagai umpan terobos kepada Rioner yang langsung berlari.

"Umpan terobos yang sangat cantik. Kini menyerang dari pinggir lapangan. Apakah dia melakukan crossing?"

Sebelum melakukan crossing, Rioner memutar badannya bersama bola yang ia bawa. Satu pemain yang mengejarnya tertipu, ruang untuk mengumpan pun terbuka.

"Skill yang cantik sekali dari sang kapten. Bola diangkat. YAKK!"

Kaiser yang telah mengambil posisi di depan gawang menyambut bola tinggi dari Rioner dengan tendangan akrobatik. Tinggi dirinya melompat dan menembak bola dengan sebuah salto.

Dari Bola Membawa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang