LOVE IS NOT FOR US

7 1 0
                                    

"PUTUS!"

Gadis dengan rambut cukup panjang itu berbicara dengan lantang, di hadapan laki-laki yang masih berstatus menjadi kekasihnya.

"Kamu selalu kaya gini."

"Kenapa? Gak suka? Aku lebih gak suka nerima aturan gak jelas dari kamu!"

Suasana malam mencengkram. Untung jalanan lumayan sepi, jadi kedua anak manusia ini tidak menjadi tontonan gratis untuk siapa saja yang lewat.

"Jangan punya hubungan kalo gak siap sama aturan, Din."

"Ya udah, ayo putus!"

Bohong. Gadis ini tidak benar-benar dengan ucapannya. Dalam hatinya, ia memohon pada sang kekasih untuk tidak menyetujui permintaannya yang konyol itu.

Lelaki di hadapannya pun belum berkutik apa-apa. Ia hanya menatap gadis tersebut dengan tatapan yang... Entahlah, gadis itu pun tak tau apa makna tatapan itu.

"Oke, kita putus."

Hancur semua, hancur berkeping-keping. Hati gadis itu maupun lelaki itu sama-sama di buat hancur oleh ucapan konyol tersebut.

"K-kamu... Kamu...."

Gadis itu menangis dengan kalimat yang terbata-bata.

Lutut rasanya begitu lemas, lelaki itu terjatuh duduk di atas rumput tanaman. Sedangkan gadis yang kini sudah berstatus menjadi mantan kekasih malah pergi meninggalkan ia seorang diri.

Lelaki itu tertunduk, ia menangis. Hatinya terasa sakit dan sesak, kepalanya juga terasa pusing.

Ada perasaan menyesal setelah menyetujui permintaan busuk dari orang yang sangat ia sayangi.

Kedua matanya menatap fokus pada sepatu yang ia kenakan. Sepatu pemberian dari mantan kekasih, hadiah saat ia ulang tahun.

Lelaki itu menangis sejadi-jadinya. Ia merasa semua sia-sia. Kisah cinta yang memuakan, di bangun secara romantis, di rawat secara baik-baik, tetapi malah tumbuh menjadi busuk.

"Kok nangis? Cengeng. Kalo gitu kenapa di iya-in permintaannya?"

Lelaki itu terlonjat kaget saat mendengar ada perempuan yang tiba-tiba datang dan mengatakan kalimat seperti itu.

Buru-buru lelaki tersebut bangkit dari duduknya, dan berhadapan dengan gadis yang tiba-tiba datang.

"Siapa lo?" tanya lelaki tersebut.

"Kenalin, gue Nathasa Rizki Amelia."

Tangan gadis bernama Nathasa itu terulur, namun tak kunjung di terima oleh sang lelaki.

Nathasa pun menarik paksa tangan lelaki di hadapannya agar menerima jabatan tangannya.

Sedangkan lelaki di hadapannya ini merasa sangat kebingungan, tidak bisa mencerna apa yang sedang terjadi saat ini.

"Cewe tuh gak suka di tolak, tapi suka nolak, bahkan mancing buat di tolak. Perkataan cewe lo tadi, gak 100% mau putus sama lo. Harusnya tadi lo nahan dia, gimana sih jadi cowo?" ketus Nathasa.

"Ngapain nahan orang yang pengin pergi?"

"Emang dia beneran pengin pergi? Emang lo beneran ngelepasin dia pergi gitu aja?" tanya Nathasa.

"Kenapa tiba-tiba lo dateng dan ngurusin urusan orang lain?"

"Gue gak tiba-tiba dateng, dari tadi gue ada tapi lo berdua gak nyadar. Gue gak minat ikut urusan kalian berdua, tapi gue nyamperin lo ini sebagai bentuk suara gue sebagai cewe."

Lelaki itu masih terdiam, menunggu kalimat apa yang akan keluar dari gadis tersebut.

"Cewe lo itu gak serius minta mau putus, dia cuma mau ada orang yang cintanya lebih besar dari pada dia. Salah satu bentuk supaya dia tau kalo lo lebih sayang sama dia, ya itu, dengan cara lo nahan dia pergi. Tapi tadi? Lo gak nunjukin kalo lo beneran takut kehilangan dia."

Lelaki itu melangkah satu langa kah lebih dekat.

"Kenapa harus salah satu lebih besar? Gue mau sama-sama besar, gue mau sama-sama saling cinta. Gak berat sebelah."

"Tapi kan lo cowo!"

"Terus kalo gue cowo kenapa? Lo pikir cowo gak punya hati? Lo pikir cuma cewe yang bisa over thinking? Lo pikir cowo gak mau di cintai sebesar itu?"

"Tap-"

"Gue mau yang sama-sama menguntungkan. Gue bergantung sama cewe gue, cewe gue bergantung sama gue. Gak usah ngeraguin sebesar apa perasaan cowo ke cewenya, kalo dia bener-bener sayang sama cewenya dia bakal pake hati bukan logika. Kalo ngomongin perasaan, semua orang punya perasaan yang gak ada ujungnya buat orang yang dia sayang."

"Cowo juga butuh kerja sama dari pasangannya, cowo juga mau di ngertiin, cowo juga mau di bantu."

"Lo-"

"Lo gak bakal paham sesakit apa perasaan cowo waktu cewenya minta putus. Mungkin bagi kalian itu lelucon, tapi buat gue pribadi itu bikin gue gila semaleman. Pikiran gue kemana-mana, gue takut gue gagal jadi pasangan."

"DENGERIN GUE DULU!" Nathasa membentak.

Gadis itu kesal karena sudah dua kali omongannya di putus oleh lelaki itu.

"Lo gak harus mikir terlalu jauh, hal-hal yang bikin cewe marah itu cuma hal kecil. Hal kecil yang selalu di ulang-ulang sampe bikin muak!"

"Gue yakin cewe lo juga selalu ngasih kode supaya lo lebih ngerti. Tinggal lo nya aja, lo sadar atau pura-pura gak tau."

Lelaki itu tersenyum kecut.

"Kalo mau yang sama-sama ngerti, harus sama-sama ngasih tau. Ngerti kode aja harus belajar, gak tiba-tiba di kasih. Katanya mau yang setara? Tapi kenapa malah salah satu jadi tumbal buat ngegendonh hubungan?"

Nafas Nathasa kembang kempis menghadapi lelaki di hadapannya itu. memang 20% Nathasa setuju, tetapi selebihnya ada hal yang mengganjal di hati Nathasa.

"Oke, Arsenio Bagas. Menurut gue permintaan putus dari pacar lo gak buruk juga."

Setelah mengatakan kalimat tersebut, Nathasa melangkah pergi meninggalkan lelaki yang bernama Bagas tersebut.

LOVE IS NOT FOR USWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu