Gulali 05

12 8 30
                                    

"Tapi, masa, sih, ini asli? Gak percaya, sih, gue," ucap Intan. Dirinya masih tak percaya bahwa ini cincin berlian asli. karena ia tau, cincin ini begitu mahal jika di jual.

"Biasa aja apa, sih. Emang cincin ini mahal, ya? Berapa harganya?" Nazwa balik bertanya kepada temannya itu.

"Gue kira-kira aja, ya. Kalau asli 6.800.000 an,"

"Tapi sekarang pertanyaan gue gini, ini asli atau palsu? Coba kita tanya ke ahlinya." lanjut Intan dengan kepercayaan dirinya.

"Ahlinya? Siapa?" tanya Nazwa bingung.

"Toko emas lah, lo kira kita bakal ke bank?" Intan pun menyimpan cincin berlian itu ke dalam kotak kecil. Karena ia khawatir jika cincin itu akan hilang.

"Lah, 'kan bisa aja. Kita jual cincin itu terus kita dapat duit banyak, kita tabung, deh, ke bank," jawab Nazwa tak mau kalah.

Intan membatin sembari memikirkan perkataan temannya tadi. Iya juga, sih. Nice, panen duit.

"Hm, lo udah selesai, 'kan cuci piringnya?" tanya Intan.

Nazwa tersenyum sampai menampakan gigi putihnya, "Masih ada setengah, hehe. Tadi minum dulu."

Intan mengangguk paham, "Oh, biar gue aja. Makasih, ya, udah bantuin. Yuk, gue antar lo pulang," ucap Intan mengambil helmnya.

"Sama-sama. Santai aja, Ntan. Kayak sama siapa aja lo." Nazwa pun ikut mengambil helmnya.

"Okei, tapi sebelum itu kita mampir ke toko emas dulu." lanjut Intan berjalan terlebih dahulu baru di susul oleh Nazwa.

. . .

Toko emas Sejahtera.

Mereka berdua pun sudah sampai di toko emas langganan Intan. Dengan pelayanan yang baik membuat toko emas itu sangat ramai dan sangat di sukai oleh banyak orang.

"Mbaknya, Kok, nyalahin saya, sih? Saya udah ngantri dari tadi," jawab salah satu Bapak-bapak yang membawa anaknya.

"Gak bisa, perasaan saya duluan, deh, yang datang. Tapi, kok situ yang di layanin duluan," lontar sang Wanita tak terima.

Wanita itu melanjutkan lagi sembari mengkipaskan lehernya dengan kipas yang sedang di bawanya, "Aduh, gimana, sih. Katanya pelayanannya baik ternyata begini," celetuknya membuat karyawan lain kesal.

"Maaf, ya, Bu. Tapi, Bapak ini yang sudah mengantri terlebih dahulu, jadi, sudah sepatutnya kami layani terlebih dahulu," tegas karyawan laki-laki yang memakai kalung emas di lehernya.

Dasar, Ibu-Ibu. Sudah malam begini masih saja membuat ribut. Batin Intan tanpa melihat Wanita itu.

Tinggal antri apa susahnya, sih. Udah malam, di liatin banyak orang lagi. Apa gak malu, tuh, Ibu-Ibu? tanya batin Nazwa tak habis pikir.

. . .

"Ini sangat mahal jika di jual, Mbak Intan," lontar Bu Sri kepada Intan.

"Bisa sampai jutaan. Karena ini Asli no fake fake. jadi bagaimana? Mau di jual, atau mau bertanya-tanya dulu?" tanya Sri lagi.

"Oh, iya, Mbak, sebentar," ucap Intan lalu membalik badannya. Di ikuti juga dengan Nazwa.

Nazwa berbisik pelan, "Ntan, gimana ini? Kalau di jual, kita yang bakal dosa soalnya itu punya orang lain," ucap Nazwa dengan bingung.

Gulali terakhir Untuk Ayah [Hiatus]Where stories live. Discover now