Jika Halilintar melayangkan pisaunya sekali lagi, maka kemungkinan Taufan akan benar-benar mati.

"Bang Ali..." Pengelihatan Taufan semakin kabur dan kian menghitam. Ia rasa, ini adalah saat dimana dirinya akan kalah.

Taufan hanya mampu untuk bergumam tanpa suara. Bibirnya yang sekarang mulai membiru, di susul dengan lidahnya yang bergetar hebat di dalam.

"Gue sayang lo..." Bibir itu bergerak lagi sebelum akhirnya ia benar-benar tidak sadarkan diri.

Dada yang masih bergerak memompa menandakan kalau Taufan masih hidup. Halilintar yang duduk di atasnya melepaskan cengkraman pada leher Taufan.

Tangan kanan Halilintar mengangkat pisau tadi tinggi-tinggi, bersiap menikam bagian kepala Taufan yang sudah seratus persen tidak dapat melawannya lagi.

"MATI—!" Pisau itu melayang bersamaan dengan teriakkan yang terlontar dari bibir Halilintar.

Dia kebingungan saat tangan milik Halilintar terhenti tepat setelah ujung pisau itu menyentuh pipi Taufan.

Dia berusaha untuk mengendalikan tangan itu lagi, namun tidak berhasil.

Si pemilik tubuh murka, mencoba mengambil kesadarannya kembali.

"A— AAGGGHH—!!!" Dia berteriak kesakitan, membuat pisau yang semula dalam genggamannya terlepas dan jauh tepat di samping kepala Taufan.

Tubuh Halilintar seakan menusuk-nusuk dirinya, menghadirkan rasa sakit yang bukan main. Menolak dan mengusir dirinya untuk segera keluar.

"Belasan tahun lo coba, gak bakal gue biarin lo berhasil bunuh adek gue!" Gema suara milik Halilintar terlintas, membuat dia memegangi kepala sambil memukul-mukulnya keras.

"HALILINTAR AZARIANDRA, AKU TIDAK AKAN MENYERAH!" Dia berteriak, memutuskan untuk meninggalkan wadah yang mulai memberontak.

Tubuh Halilintar jatuh terperosok di lantai. Butuh beberapa detik bagi Halilintar hingga ia bisa mengambil alih tubuhnya secara keseluruhan.

Masih dalam posisi telungkup, Halilintar akhirnya melihat Taufan yang terpejam tak jauh dari dirinya.

"Fan... Taufan..." Napasnya terengah-engah, tapi Halilintar terus mengumandangkan nama sang adik.

Seluruh tubuh Halilintar seperti di panggang rasanya, panas. Ia sadar kalau mulai ada darah yang keluar dari hidung dan mulutnya.

Hal biasa yang terjadi begitu Halilintar berhasil metebut kesadarannya lagi.

Halilintar mengumpulkan energi untuk duduk, lalu menyeret tubuhnya hingga ia benar-benar berada di dekat Taufan.

Tubuh sang adik di topang oleh Halilintar, tangannya menyapu leher Taufan yang menarik akibat cekikan tadi.

Pipi kanan Taufan terluka, tidak dalam namun berdarah. Ia adalah tipikal orang yang mudah marah jika terjadi sesuatu dengan wajahnya.

"Taufan, bangun Fan..." Halilintar memeluknya, berusaha yakin kalau Taufan masih bersamanya.

Halilintar yakin kalau tadi ia belum terlambat menghentikan sosok yang mengendalikan dirinya. Ia percaya kalau Taufan pasti masih bertahan.

"Maafin gue, Fan." Halilintar bergeming lagi, menyembunyikan wajahnya di tubuh Taufan yang masih ia dekap.

"Gue bukan kakak yang baik." Suara Halilintar bergetar, merasa gagal mengemban tugasnya sebagai anak tertua.

"Gue selalu bikin lo kayak gini." Halilintar semakin kalut dalam rasa bersalah. Ia yang di kenal tak banyak bicara, hanya bisa bertingkah cerewet ketika ada di posisi seperti itu.

Taufan memang selalu memaafkannya. Ketika Halilintar terpuruk akan dirinya yang tidak bisa mengendalikan diri, Taufan selalu datang untuk memeluknya.

Di dunia ini hanya Taufan yang tersisa. Ia adalah satu-satunya harta berharga yang di miliki oleh Halilintar.

Maka dari itu, Halilintar selalu berusaha keras untuk menjaganya dengan baik.

"Maaf karena nggak bisa ngasih kehidupan keluarga yang normal." Sekali lagi, Halilintar mengungkapkan kata maaf.

"Ali..." Halilintar mengangkat kepalanya, sepasang kelopak matanya terangkat sempurna ketika ia mendengar Taufan memanggil namanya.

Sepertinya Taufan belum sepenuhnya sadar. Matanya masih tertutup rapat, namun bibirnya terus meracau.

"Gue takut sama lo..." Saat kalimat itu di serukan oleh Taufan, tatapan Halilintar menjadi padam.

Bibir Halilintar terkatup menahan isak tangis. Ia terluka mendengar Taufan berucap demikian, namun ia tidak bisa menyangkal kalau tindakannya memang menakuti Taufan.

Kemungkinan selama ini Taufan mati-matian bertahan hidup bersama dengan Halilintar. Sang kakak, sekaligus orang yang hampir membuatnya menemui ajal berkali-kali.

"Kalau gue mati agaknya semua bakal jadi lebih baik ya, Fan?"

∆∆∆ TO BE CONTINUED ∆∆∆

∆∆∆ TO BE CONTINUED ∆∆∆

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
SULUNG - BBB FANFICTION [ HIATUS ]Where stories live. Discover now