Em11 \\ they were the ones who lose hope and languish

Start from the beginning
                                    

"Tapi, sungguh, aku pada saat itu sudah sangat muak. Kupikir selama ini aku sudah memberinya sangat banyak, suaminya pun seringkali datang padaku dan meminta beberapa. Kupikir sudah cukup. Lalu aku mengabaikan telepon dan pesannya, tidak mengiriminya uang. Aku mulai memikirkan pekerjaan lain di masa depan."

"Hahaha! Terdengar lucu, memikirkan masa depan saat aku tidak tahu akan bisa bertahan berapa lama dengan tubuh yang sudah kecanduan morfin ini."

"Putar balik mobilnya. Kembali ke rumah!"

"Kenapa?"

"Pulang dulu saja. Aku tidak bisa syuting dalam keadaan seperti ini."

"Terkadang, aku menyesal, datang ke bar Junhoe dan menangis setelah dikecam habis-habisan sutradara atas akting burukku. Aku menyesal tergiur dan berakhir mencicipi morfin darinya. Tapi, tanpa benda itu, aku mungkin hanya akan mengacaukan tempat syuting, tidak akan ada jajaran trofi penghargaan di rumah, kemarahan ibu adalah satu-satunya yang nyata, aku mungkin akan redup dan tenggelam, lalu kekasihku ...."

"... dia mungkin akan banyak mengalami kesulitan di Belanda sana."

"Sadarlah, Rose! Dimana akal sehatimu?!"

"Dan, pada akhirnya, dia tahu, aku kehilangan akal sehat. Dia nampak marah dan kecewa, seperti bayanganku."

"Buang cutter-nya!"

"Dia juga nampak sedih."

"Mengapa kamu berakhir begini?"

"Aku mengajaknya ke tempat syuting, agar dia bisa melihat bagaimana benda itu bereaksi terhadap tubuhku. Benar, aku menggunakannya untuk menunjang karirku. Tampil percaya diri dan bersinar selalu. Sampai orang mengira, hanya ada hari-hari baik dalam hidupku. Kamu tahu apa julukanku di tempat syuting? Mereka menyebutku happy virus."

"Kita mau ke mana?"

"Ke Belanda."

"Aku sempat berpikir, mungkin dia akan meninggalkanku setelah tahu, atau mungkin membiarkanku menghadapi hukuman. Tapi, dia justru mengajakku melarikan diri ke belanda. Katanya, di sana aman. Katanya, di sana kita akan baik-baik saja. Katanya, masih ada harapan. Kita pergi ke Kotamadya untuk mengurus pengajuan kewarganegaraan baru. Kita menyewa flat, tinggal bersama, membeli pakaian musim dingin, makan daging di tepi pantai dari gaji hasil magangnya, sampai membicarakan pernikahan."

"Saat itu, sejujurnya, aku yang sebelumnya sudah tidak lagi punya harapan apa-apa, mulai sedikit berharap."

"Berharap di depan sana, akan ada banyak hal baik yang menanti. Berharap, setelah pesta sederhana malam itu, akan ada pesta-pesta lain yang akan kita adakan. Berharap, setelah dansa malam itu, akan dansa-dansa lainnya yang akan kita tarikan."

"Apa yang kau lakukan?! Sudah kubilang itu hanya peralatan gambar!"

"Namun, aku sadar, aku bahkan sudah mengacaukan semuanya sedari awal. Kita hampir mendapatkan kartu tanda penduduk baru, bahkan sudah berfoto untuk itu. Tapi, jauh sebelum itu, aku tidak berpikir panjang untuk diam-diam membeli morfin melalui sebuah situs. Kekasihku menanganiku dengan baik ketika sakaw, tapi itu terlalu sakit dan aku tidak sanggup menahannya."

"Entahlah. Aku hanya merasa akan meninggal di usia muda. Jika itu mungkin ... dua puluh lima, berarti dua tahun setelah kamu lulus satu dan program spesialis. Ketika usiaku dua puluh tiga, aku mau berhenti bekerja dan menjadi pengangguran saja. Jangan khawatir! Aku pasti punya tabungan, jadi tidak akan terlalu membebanimu untuk dua tahun sisanya. Atau kalau bukan dua puluh lima, mungkin sedikit panjang umur, jadi dua puluh enam."

SERENADE IN E MINOR [END]Where stories live. Discover now