5. Should We?

2K 266 104
                                    

Hari demi hari berlalu, tibalah hari Jum'at. Akan tetapi, sudah 4 hari ini Geewoni tidak melihat Haneul. Geewoni mulai khawatir, ia bingung dengan perasaannya sendiri, namun tidak ingin mencari tahu. Harusnya dia senang, bukan? Tidak ada lagi yang akan menghambat proses move on-nya.

Tunggu, apakah Haneul penghambat? Atau dirinya sendirilah penghambat tersebut. Geewoni benar-benar bingung. Bahkan sudah terhitung 2 minggu lamanya dia sering melamun.

"Ma'am, sudah jam pulang." Yoona mengingatkan, sedangkan Geewoni tersentak kaget, ia melihat jam tangannya, "Oh, iya." jawab ia sekenanya.

"Haneul dirawat di rumah sakit." Yoona melanjutkan, ia hanya menebak alasan Geewoni termenung lebih sering belakangan ini. Sedangkan wanita yang diajak bicara itu tampak terkejut, "Sakit apa?"

Yonna menghendikkan bahunya, pertanda ia tidak tau. "Kami berencana membesuk, tapi ayahnya tidak mengizinkan, kami mengurungkan niat. Ayo pulang, Ma'am." Begitu saja lalu Yoona pergi. Sedangkan Geewoni merasa dihantui rasa bersalah sekarang. Apa penyebab para guru tidak diizinkan membesuk?

Apa karena dia mengatakan tidak mau bertemu lagi? Oh tidak, Geewoni merasa bersalah sekarang. Apa yang harus ia lakukan?

Ponselnya berdering, panggilan dari sepupunya. Irene.

"Geewoni bisa antar aku ke rumah sakit? Saatnya check up bayiku, nanti langsung pulang aja, suamiku yang jemput."

Geewoni merasa ini sebuah kesempatan, "Oke, aku kesana sebentar lagi." bagaikan pucuk dicinta ulam pun tiba.

Panggilan ditutup, Geewoni segera mengendarai mobilnya untuk menjemput Irene, sekaligus... harapan bertemu dengan Haneul. Jika bisa...

Sesampainya di rumah sakit, Suhyeon terkejut akan kehadiran Geewoni yang tiba-tiba. Tentu tidak sendirian, ia mengantar Irene dan bayinya.

Geewoni menatap sekilas lelaki itu, lalu berangsur pergi, kembali duduk di gazebo taman. Apakah ia keterlaluan?

Sekitar 30 menit melamun, pundaknya ditepuk seseorang. Ternyata itu Suhyeon.

"Maaf karena tidak bisa menepati janjiku padamu... katamu, kita tidak boleh bertemu lagi. Akan tetapi bolehkah jika Haneul melihatmu lagi?" pintanya tulus. Geewoni menatapnya iba, berharap hatinya memiliki keberanian untuk sebuah keputusan. Namun Geewoni tidak memilikinya.

Wanita itu mengangguk, sedangkan Suhyeon memberikan tawa bahagia--seolah ia menemukan jawaban atas hidupnya.

Suhyeon berjalan diikuti Geewoni, mereka menuju ruangan dimana Haneul dirawat, Geewoni menatap bocah itu iba. Anak sekecil itu dengan infus di tangannya, dia terlihat lemah sekali, hati Geewoni mengatakan untuk memeluknya, sedangkan logikanya mengatakan jangan terlalu jauh.

"Saat aku kembali dari mengantarmu, dia menangis di kamar. Dia bilang melihatmu lompat ke kolam orang dewasa dan meminta pertolongan, aku rasa dia berhalusinasi karena demamnya sangat tinggi. Dia bilang harus menyelamatkanmu-" air mata Suhyeon menetes, ia mengusapnya, "-katanya, kau sangat perhatian kepadanya, membawakan bekal juga untuknya-aku, aku tidak bisa melakukan semua itu."

Geewoni membiarkan air matanya meleleh, tidak menyangka bahwa Haneul melompat karena berhalusinasi dia tenggelam? Lalu bagaimana reaksi Haneul jika dia meninggalkannya? Haruskah Geewoni bertahan sampai anak itu masuk SD? Dengan perjanjian tidak bertemu dengan Suhyeon sama sekali?

"Maafkan anakku jika banyak merepotkanmu, Geewoni. Aku tau dia kekurangan kasih sayang." ungkapnya tulus, melihat bocah itu terbaring lemah. Geewoni menatap langit-langit ruangan, menahan air matanya yang sia-sia karena tetap jatuh juga.

Blissful of Renewal | soohyun jiwonOnde histórias criam vida. Descubra agora