11 - Rumah Sakit

130 14 5
                                    

Sesuai rencana, Ana bersama teman-temannya akan pergi mengunjungi mamanya. Ana tak sabar memperkenalkan teman-teman barunya kepada mamanya. Jika mamanya telah sadar, mungkin mamanya akan sangat senang bertemu mereka.

"Mbak Ana!" panggil seorang suster saat Ana ingin masuk ke dalam kamar inap mamanya.

Ana menoleh ke belakang, melihat suster itu berlari menghampirinya. "Hai, Suster Gina," sapanya saat suster itu telah berada di hadapannya.

Suster tersebut membalasnya dengan tersenyum. "Mama kamu sudah pindah kamar, Mbak. Ada di ruang VVIP 1. Ayo, aku antar, Mbak."

Semua sangat terkejut, bahkan melongo tak percaya. VIP saja sudah mahal, apalagi VVIP. Fasilitas yang didapat pasti lengkap dan memakan biaya besar. Terlebih Ana tak mungkin mempunyai uang sebanyak itu.

"Siapa yang pindahin Mama ke sana, Mbak? Dan kenapa nggak ada yang bilang sama aku?"

Mereka bersama berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang ramai pengunjung karena masih jadwal jam besuk.

"Dari tadi pagi, aku sudah nelepon kamu berkali-kali, tapi kamu nggak angkat, Mbak. Yang pindahin Mama kamu itu laki-laki, kayaknya seumuran sama Mama kamu, deh. Dia juga biayain semua tunggakan kamu, Mbak," jelas Suster Gina.

"Laki-laki seumuran Mama lo? Lo tahu siapa itu, Na?" tanya Jehan memastikan, tapi Ana menggeleng. Dia mengenali teman-teman mamanya, tapi tak ada satupun dari mereka yang mengetahui tentang kondisi mamanya. Jadi, mustahil jika orang baik itu adalah mereka.

"Mbak, ingat nggak siapa namanya? Atau mungkin bisa kasih aku identitasnya? Aku cuma pengen tahu siapa orang baik itu."

"Aduh, Mbak. Aku lupa. Aku juga lupa minta identitas dia. Tapi, nanti aku coba tanya bagian administrasi, ya. Aku kirim di chat."

Ana mengangguk. "Makasih, ya, Mbak."

Sampailah mereka di lift dan Suster Gina menekan tombol 5. "Ruang Mawar VVIP 1, ya, Mbak."

Begitu lift berhenti, mereka pun keluar. Suster Gina berjalan ke kanan dari pintu lift lalu langsung masuk area ruang Mawar.

Begitu masuk area itu, ternyata hanya ada 2 ruangan di dalamnya. Suster Ana membuka pintu kamarnya, yang membuat mereka tercengang melihat betapa luasnya kamar ini.

Bahkan di dalam kamar ini, ada 1 ruangan terpisah untuk wali pasien ketika menginap. Sama-sama ada AC, tapi di kamar ini ada sebuah kasur, bantal, dan guling. Untuk kamar mandi, ada di sebelah kamar itu. Juga ada sofa panjang dan sofa single untuk tamu yang datang.

Pelayanan yang diberikan juga berbeda dengan pasien biasa. Setiap hari akan ada satu suster yang membantu memandikan atau mengelap tubuh pasien. Dokter dan suster yang berjaga juga selalu on time berada di sebelah kamar inap pasien, jadi dipastikan pasien tetap terjaga.

Keamanannya pun terjamin. Setiap wali pasien VVIP akan mendapatkan kartu akses khusus, jadi tak sembarang orang bisa masuk. Dan kamar pasien pun sudah difasilitasi pintu dengan sidik jari atau kartu akses tadi. Di depan ruang tadi juga ada satpamnya tersendiri yang menjaga. Jadi, dapat dipastikan ruang VVIP ini aman terkendali.

Dibalik semua kemewahan itu, pikiran Ana masih mengganjal siapa yang memindahkan mamanya ke ruang mewah ini. Bahkan saat Suster Gina pergi, Ana dan teman-temannya masih menyimpan tanda tanya.

Mereka duduk di sofa sembari melihat Mama Ana yang masih tertidur dengan berbagai alat yang terpasang di tubuhnya. Mama Ana cantik, parasnya mirip seperti Ana.

"Sorry, Na, gue pengen tanya. Kecelakaan Mama lo parah banget, ya, sampai koma?" tanya Wendy penasaran.

"Iya," jawab Ana sembari tersenyum. "Mama nyetir mobil sendirian, waktu Papa tiri aku dikabarkan perusahaannya bangkrut. Karena posisinya Mama khawatir kalau Papa kenapa-kenapa, jadi Mama agak ngebut. Ternyata rem mobilnya blong dan nabrak pembatas jalan yang bikin kecelakaan beruntun."

ArganaWhere stories live. Discover now