AGAM • Bab - 2

414 94 41
                                    

UPDATED!

Jangan lupa emot 😃 ketika berkomentar  Annacondaners 😭😍

SPAM NEXT DISINI!

***

Playlist
The Walters - I Love You So

***

"Sometimes, abusive can feel like love too."

* * * *

Lavana menahan napas sejenak, lautan manusia yang bercampur dan larut dalam kesenangan duniawi itu tidak serta-merta membuat langkahnya gentar. Bahkan, ia menerobos orang-orang itu dengan penampilan yang begitu kontras, hanya kemeja putih terbalut jaket dan rok span hitam sebatas paha. Dengan genggaman yang mengerat pada ponsel dan wajah sembab, Lavana akhirnya mencapai meja pojok dengan sofa melingkar yang berada tak jauh dari dance floor.

"Gilang!" serunya langsung pada pria yang duduk terapit beberapa teman lelakinya. Sekaligus manusia yang menjadi alasannya  menginjakkan kaki ke tempat malam tersebut.

Pria dengan kemeja kotak-kotak merah itu menoleh. Kernyitan halus seketika muncul di keningnya. Seolah mendapati kehadiran Lavana terasa begitu salah saat ini. "Ngapain lo kesini?"

Lavana tidak sempat mengucapkan sesuatu saat Gilang sudah lebih dulu meraih pergelangan tangannya untuk diseret menjauhi area sofa dimana teman-teman pria itu yang sudah teler sibuk menyoraki mereka.

"Aku di datangin debt collector di tempat kerja tadi. Kamu ngutang lagi?" desis Lavana saat Gilang melepaskan tautan tangan mereka. Sejenak, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, sekalipun Gilang membawanya ke depan toilet, dimana kondisinya jelas berbanding terbalik dengan area dance floor.

"Iya, kenapa sih? Is not a big deal, right?"

"50 juta kamu bilang bukan hal yang besar?! Aku, Gilang! Aku yang harus lunasin semua itu!" serbu Lavana dalam satu tarikan napas. "Bahkan semua hutang-hutang kamu sebelumnya juga aku yang harus lunasin itu!"

"Gitu, ya? Kok kamu jadi perhitungan sekarang? Ungkit aja semua, teriak aja sekalian! Harus banget di bahas disini?"

"Aku nggak maksud kayak gitu. Tapi 50 juta itu bukan nominal yang kecil," seru wanita berusia 24 tahun itu tak habis pikir. "Mereka nuntut buat balikin duitnya akhir minggu ini juga. Gimana aku bisa punya uang sebany-----"

"Yaudah, sih. Kamu tinggal jual diri aja, gampang 'kan?"

Suara keras bunyi tamparan berikutnya menjadi satu-satunya alasan kenapa hening melingkupi mereka. Dalam pencahayaan yang minim, karena pojok dimana toilet berada sengaja dibuat seperti itu, Lavana berdiri dengan napas memburu dan tangan menggantung di udara. Airmatanya yang jatuh segera ia hapus dengan kasar.

Cekalan pada lengan atasnya, berikut tangan yang melingkar secara paksa dipinggangnya menghentikan kaki Lavana yang hendak terayun pergi. Pemberontakan yang ia lakukan juga berakhir sia-sia, karena Gilang mendesaknya. Memaksa memeluknya rapat sekalipun Lavana menggeliat menghindar.

"Sayang----"

"Lepasin!"

"Ana, aku nggak serius ngomong kayak gitu. Aku cuman bercanda."

"Itu nggak pantas di jadikan candaan, Lang! Aku bukan perempuan kayak gitu!"

"I know. You only give your body to me. Kenapa kamu masukin ke hati, sih? Lagi dapet, ya?" kekehnya sambil melonggarkan pelukannya untuk bisa melihat jelas wajah Lavana. "Udahlah, nggak usah nangis. Kan aku udah bilang cuman bercanda."

Hello, AGAMWhere stories live. Discover now