Selamat Jalan Ayah

3 0 0
                                    

Jam 9 sampai Jakarta, semua dokumen sudah diurus oleh pihak Garuda, aku tinggal melenggang jalan tanpa halangan. Sampai di pintu keluar ku lihat James, salah satu tangan kanan ayah yang tersenyum melihatku. "Hi James, How are bro" teriakku sambil lari dan mengulurkan tangan. James pun menyambut tanganku menggenggamnya erat, "I am doing pretty well sir, thank you", meski kita dekat, dia selalu nyebut gue "sir", "I hope you are having pleasant flight" terusnya. "Indeed, gue tidur aja terus selama perjalanan" jawabku. "Ah good, please follow me sir" sambil memberikan tanda seperti mengajak jalan, aku pun menurut. Terlihat sudah menunggu Land cruiser 300 hitam dan seorang sopir yang berpakaian seperti Men In Black, lengkap dengan dasi dan kacamata hitam.

"How is dad?" tanyaku ke James sambil masuk ke dalam mobil. James duduk ambil posisi di sebelah sopir dan memasang seatbelt, "How is dad" tanyaku lagi, mungkin dia tidak mendengar pertanyaanku tadi. Jamespun memalingkan mukanya melihatku di kursi belakang, "Sir, I am sorry to be the bearer of  the bad news, but your dad pass away 4 jam yang lalu, sekarang kita ke rumah duka, disana sudah menunggu yang lain lain" Jawabnya dengan Inggris campur bahasa. 

"Dad has died..?" sambil kulihat mata James dalam dalam, berharap dia hanya bercanda. "yes Sir",  "I don't know the detail sir, but Shinta and Yeyen akan menjelaskan semuanya nanti, I am very sorry for your lost sir".  Seperti jatuh ke jurang yang sangat dalam, my heart sank, I feel nothing. That old man is the only one I have, now he is gone. Airmataku mengalir, but I feel nothing. I dont know what to do, I feel nothing...

Di rumah duka, Bik Yeyen sudah menunggu, dialah yang merawatku sejak Ibu meninggal. Akupun segera memeluknya dan menangis sejadi jadinya, hanya dalam pelukannya aku bisa menangis seperti ini. "Bik Yen, maafkan ayah ya Bik" ucapku tersengal sengal, "Iya Den kita semua sudah Ikhlas Ayah meninggalkan kita, Aden juga yang Ikhlas nggih, kasihan Ayah kalau Aden bersedih terus" ucapnya menenangkan hatiku. 

Setelah menangis beberapa saat di pundak Bik Yeyen, aku mengangkat muka dan beberapa staff Ayah sudah ada di belakang Bik Yeyen. Kulihat juga karangan bunga berjajar dari beberapa perusahaan, tokoh politik maupun pengusaha. Aku tidak tahu persis sebenarnya Ayah ini punya bisnis apa, akupun tidak perduli, bisnis adalah mainannya ayah, dan aku tidak terlalu tertarik dengan binis. 

Setalah berjabat tangan dengan beberapa staff dan rekanan ayah, akupun masuk ke rumah duka dan disana sudah siap seorang ustad yang akan memimpin sholat Jenazah. Sebenarnya Aku dan ayah hampir tak pernah sholat, dan sekarang kami mensholatkan ayah, sholat yang menurutku aneh, sangat singkat, tanpa rukuk, tanpa sujud. 

Sebagai anaknya, aku harus menerima tamu tamu yang datang, berjabat tangan, Mbak Shinta sangat profesiaonal mengatur tamu sehingga tidak ada basa basi dengan tamu, dia langsung mengajak tamu untuk berbicara dengannya, menjelaskan apa yang terjadi ke setiap tamu yang datang seperti rekaman yang diputar berulang ulang.

Pelan pelan posisiku di gantikan Mbak Shinta, dan Bik Yeyen menggiringku keluar rumah duka. "Aden istirahat dulu nggih", katanya sambil mengantarkanku ke mobil yang tadi aku pakai dari airport. Kali ini Bik Yeyen ikut masuk ke mobil, dan menuju ke sebuah hotel dekat situ. sampai di dalam kamar Bik Yeyen membuka sebuah lemari. "Aden, besok pakai ini nggih buat ke pemakaman", katanya sambil menujukkan baju yang sudah di siapkan.

Tiba tiba aku menangis lagi padahal perasaanku kosong. Bik Yeyen segera mengusap punggungku, "sabar ya Den, semua orang akan meninggal, nanti juga akan datang giliran Bik Yeyen". Hiburnya yang malah membuat air mataku tambah deras. "awas aja kalau cepet cepet" jawabku, Bik Yeyen tertawa kecil, entah apa yang lucu, aku serius, gak mau cepat cepat ditinggal orang orang yang aku kenal sejak lama.

"Iya Aden, di temani sampai semampu bibik ya" jawabnya masih sambil tersenyum, "Aden kalau ada apa apa ketok pintu itu ya" katanya sambil menunjuk connecting door kamar sebelah. Aku cuma mengangguk saja dan segera tertidur dengan perasaan yang tak menentu.  

esoknya sebelum ke pemakaman dan aku sudah tenang, Mbak Shinta menjelaskan apa yang terjadi:

- Jam 08 pagi ayah seperti biasa ke kantor, 

- Jam 09, Jantung ayah tiba tiba Anfal atau berhenti sejenak, Mbak Shinta memberikan CPR sampai ambulan datang

- Jam 10 masuk ICU, dan ditangani oleh Dokter, Mbak shinta menelpon ku berkali kali tapi tidak terangkat, bahkan meminta lawyer ayah untuk ikut menelpon supaya aku tahu ini telpon darurat. Bik Yeyen pun membantu menelpon tapi semua tidak aku angkat. Mbak Shinta akhirnya memesankan tiket untuk berangkat hari itu juga, untung hari itu Garuda ada Direct flight jam 15.30 waktu melbourne atau jam 13.30 waktu jakarta

- Jam 10.30 JKT / 12.30 Melbourne aku sampai di Bandara dan langsung boarding, rupanya Mbak Shinta sudah memberitahu orang garuda bahwa aku akan sedikit telat, harusnya untuk penerbangan internasional minimal 2 jam sebelumnya sudah harus sampai, tapi Garuda tetap memasukkan aku dalam list penumpang mereka sampai detik detik terakhir.

- Jam 5 Sore dokter menyatakan bahwa ayah meninggal dunia karena gagal jantung. 

- Jam 8 sore Pak Jonson, lawyer ayah, mengatakan bahwa akan ada pembacaan surat wasiat 1 minggu dari sekarang dan memberikan list daftar yang harus hadir dalam pembacaan surat tersebut kepada Mbak Shinta. 

Hari ini masih banyak tamu yang datang dan ikut mengantar sampai pemakaman. tidak ada yang istimewa, aku juga sudah sangat tenang dan menerima kalau Ayah sudah tiada. "ooh begini ya rasanya jadi yatim piatu" pikirku, "wooi yatim piatu itu kalau belum bewasa kalau elu sih bangkotan", sebelah otak ku yang lain menyela, aku tersenyum mendengar kedua otakku ini bertengkar. 

"Selamat Jalan ayah, thank you for everything", kusiramkan air dan juga kutabur bunga di pusara ayah. Air mataku menetes, mungkin ini adalah terakhir kali aku menangis.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 23, 2024 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AninditaWhere stories live. Discover now