Bab 2

7 1 0
                                    

Aku menantikan bertemu kamu dikemungkinan manapun

Ibu menahan tangan Naura supaya tidak kabur sampai Bima datang, menjemput Naura untuk pergi ke acara reuni SMP.

Ibu bahkan menyita tablet, laptop, dan ponsel Naura agar tidak ada pekerjaan yang anaknya kerjakan atau hal lain yang mengganggu. Ibu ingin Naura fokus ke acara reuni SMP.

“Bu, lepasin tangan Naura.”

“Nggak, sebelum Bima datang Ibu nggak akan lepasin. Nanti kamu kabur, lagi.”

Naura mendengus. “Ya ampun, enggak, Bu!”

Mobil Bima tak lama datang. Berhenti di depan teras Naura. Bima keluar mobil dengan setelan serba hitam. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang cerah.

Ibu mengulum senyum, “Ganteng banget menantu Ibu.”

“Pede banget dah,” ledek Naura.

“Assalamualaikum, Tante,” Bima mencium tangan Ibu dengan sopan.

“Waalaikumussalam, Anak Ganteng.”

Bima tersenyum, melihat Naura dia melemparkan sapa. “Hai!”

Tanpa membalas sapaan Bima, Naura berkata, “Langsung berangkat aja.”

Ibu malah menggoda, “Ciee, buru-buru aja, nih. Mau berduaan, ya!”

“Aelah, salah lagi,” dengus Naura.

Bima tertawa, “Bima pamit, ya, Tante.”

“Iya, hati-hati, ya, bawa Naura-nya.”

“Siap, Tante.”

Naura mencium tangan Ibu kemudian melangkah pergi tanpa menunggu Bima. Cowok itu menyusul dan membukakan pintu mobil untuk Naura. Ibu yang melihatnya langsung bersorak senang.

“Cieee!”

Naura kesal. “Lo, sih! Jadi berisik, kan, nyokap gue.”

Bima tersenyum jahil. “Emang sengaja.”

perspektif

Mobil Bima berhenti di tempat acara reuni. Bima melepas seat belt, tapi Naura sama sekali tidak bergerak. Tangan cewek itu mencengkram tasnya begitu erat.

“Nau, ayo turun.”

“Gue,” Naura berdehem, “di sini aja, deh.”

“Bercanda lo?” ujar Bima. “Udah sampe tempatnya ini.”

“Lo dulu, entar gue nyusul.”

“Nggak, lo pasti mau kabur.”

“Elah, gue nggak bawa uang atau hape, Bim. Mana bisa kabur.”

“Bohong!”

“Astaga, nyokap gue udah sita semuanya.”

Bima tertawa, “Tau gue. Tadi udah dikasih tau nyokap lo. Biar lo nggak kabur.”

Naura menatap tajam Bima. “Lo nggak berubah. Rese banget.”

“Ayo turun, Nau. Udah pada nelpon gue ini,” ajak Bima lagi.

“Ntar aja, kalau udah banyak orang.”

“Tinggal kita berdua yang belum dateng, Nau. Semuanya udah di sana,” ujar Bima memberitahu.

“Semua? Satu kelas maksud lo?”

“Iya, kebetulan semuanya bisa dateng reuni hari ini. Bahkan termasuk lo, yang susah banget dihubungi.”

Naura menghela napas kasar. “Gue nggak bisa, Bim.”

“Kenapa? Lo nggak ada masalah sama anak-anak kelas, kan? Mereka sering nyariin lo juga tiap reuni, katanya nggak asik kalau nggak ada lo.”

“Ya gue nggak bisa aja.”

Tiba-tiba Bima menggenggam tangan Naura. “Pegang tangan gue aja terus, biar lo bisa ngerasa nyaman.”

Naura segera menarik tangannya. “Nyaman apanya, lo buat gue merasa terancam.”

Bima tertawa keras. “Ayo lah, Nau. Nih, udah pada nelponin gue,” Bima menunjukkan layar ponselnya. Menampilkan nama penelpon.

Justru, karena orang yang menelpon Bima-lah yang semakin membuat Naura tidak ingin turun dari mobil.

Saking fokusnya Naura menatap layar ponsel Bima, dia tidak sadar kalau ada yang menghampiri dan mengetuk kaca pintu mobil samping Naura.

Bima berkata, “Nah tuh, orang yang nelpon udah nyamperin.”

Naura menelan ludah. Dia tidak siap.

Bima tidak sabaran. “Gue turun dulu deh, ntar kaca mobil gue pecah lagi.”

“Bim, gue--”

Bima sudah keluar mobil. Meskipun pelan, Naura bisa mendengar Bima mengobrol.
“Lama amat lo!”

“Sorry,” Bima menyahut, “tu cewek nggak mau turun.”

“Lo bawa pacar? Elah, lo yang bikin perjanjian nggak ada yang bawa pasangan. Eh, malah lo yang bawa.”

“Dia bukan--”

Bima tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena orang itu sudah berteriak, “Gais, ini nih, orang yang bikin perjanjian malah ingkar sendiri. Bima bawa pacar woi!”

“Tau gitu gue bawa istri gue juga.”

“Bawa sini aja cewek lo, Bim. Biar kita kenalan.”

Orang itu tertawa melihat wajah bersalah Bima. Dia kembali menuju mobil Bima, berniat menyuruh cewek yang ada di mobil turun dan menemui teman-temannya yang lain.

Tapi, belum sempat melangkah, pintu mobil Bima terbuka, menampilkan seseorang yang juga dia tunggu kedatangannya.

“Kara?”

Naura tersenyum kaku. “H-hai, Juan.”


Bersambung...

Terima kasih sudah membaca dan memberikan suara ❤️

Perspektif (End)Where stories live. Discover now