4. D'Special Latte

Start from the beginning
                                    

"Tapi kenapa? Apa ada alasan tertentu kafe ini tidak menerima pegawai wanita?"

Abel mendadak melakukan kilas memori dalam benaknya dan benar saja, selama ia mengunjungi kafe ini dulu, Abel tidak pernah melihat pegawai wanita yang melayaninya.

"Itu hanya sudah aturannya sedari dulu dan sepertinya aku membuat kesalahan dalam poster lowongan kemarin. Tamatlah riwayatku," ujarnya cepat dengan diakhiri nada paniknya. Tangan Bastian langsung bergerak cepat dan menarik poster lowongan yang ditunjuk oleh Abel tadi.

Dari situasi yang ia lihat sekarang, Abel bisa menyimpulkan bahwa Bastian merupakan pegawai kafe ini yang ditugaskan oleh boss-nya untuk membuat poster lowongan kerja ini dan sekarang ia sedang diserang kepanikan akut karena salah memberi informasi. Melihat raut panik Bastian membuat Abel menerka-nerka, seberapa galak pemilik The Dating's Cafe ini?

"Tapi aku bisa bekerja fleksibel..."

"Tidak bisa."

Tiba-tiba sebuah suara berhasil memotong kalimat Abel. Nada bicaranya yang cenderung tegas dan memiliki kesan dingin itu membuat Abel dan Bastian refleks menoleh ke asal suara.

Seorang pria muncul dari balik tirai dapur dan berjalan mendekat ke arah kasir sebelum berhenti tepat di samping Bastian dan menatap lurus ke arah Abel.

Abel ingat wajah orang itu. Dia adalah pria yang sama dengan kemarin, yang melayani pesanan Abel dan menyaksikan hampir semua drama kekacauan yang Abel buat kemarin. 

Hanya sepersekian detik mereka bersinggungan mata, Abel segera membuang wajahnya ke samping. Semoga pria itu tidak mengenalinya. 

Abel tidak mengira pria itu adalah pemilik The Dating's Cafe. 

Bastian yang sudah mengenali suara Ian itu langsung berdiri mematung. Kehadirannya selalu berhasil mengundang sisi pengecut Bastian untuk naik, hawa Ian benar-benar kuat dan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya terlalu akurat hingga terkadang bisa mneyakiti hati si pendengar. Bastian sering menjadi korban karena sifat Ian yang satu ini.

Sembari masih mempertahankan posisi menghindarnya, Abel memberanikan diri untuk bertanya, "Kenapa?"

"Menatap mata orang saat berbicara adalah sebuah tata krama dasar," Ian berujar mengeluarkan opininya, membuat tenggorokan Abel terasa kering mendadak.

"Tatap mataku," lanjut Ian lagi yang lebih terdengar seperti sebuah perintah yang tidak boleh diabaikan.

Nyali Abel menciut, ia perlahan memutar kepalanya ke depan dan mengangkat kepalanya hingga tatapan mereka beradu.

"Ulangi pertanyaanmu."

"Ke...kenapa kalian tidak menerima pegawai wanita?" 

Sial, Abel menjadi gugup. 

Bastian masih melihat interaksi kecil itu dari samping, ikut merasakan ketegangan. Apa mood Ian sedang tidak dalam keadaan yang baik hari ini? Kenapa ia tampak ketus? Kemudian Bastian menggeleng kecil, ralat, ini memang sifat pria itu yang sebenarnya.

Abel menatap Ian secara takut-takut sembari menunggu jawaban pria itu. Tetapi tampaknya Ian tidak berniat melepaskannya dengan mudah, terbukti dari pria itu yang masih tidak memutuskan pandangan mereka untuk beberapa saat yang terasa lama. Jujur, Abel merasa tidak nyaman dengan tatapan dingin itu, Abel ingin memutuskannya tetapi ia merasa seolah Ian berusaha menahan tatapan mereka agar terus berlanjut.

Ian yang memegang kendali.

"Itu sudah aturannya," jawab Ian singkat dan akhirnya memutuskan kontak mata mereka.

Abel membersihkan tenggorokannya sekali untuk mengusir kecanggungan diantara mereka kemudian mengerjap beberapa kali. Berpikir keras tentang argumen apa yang akan ia berikan kepada Ian untuk menyakinkan pria itu, karena sejatinya Abel merupakan wanita yang tidak akan pantang menyerah dengan keputusannya.

Setidaknya gagal lebih berharga baginya daripada menyerah.

Tetapi untuk sekarang, Abel belum memiliki alasan yang kuat, dia berniat untuk mencobanya lagi nanti, ketika waktu yang tepat itu datang.

"Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu aku ingin memesan saja," ujar Abel tanpa melirik ke arah Ian lagi, ia segerah beralih ke Bastian.

Bastian yang mengerti dengan keadaan mencekam diantara keduanya, ia segera menyambut Abel dengan ramah, berusaha mencairkan suasana kembali, "Silahkan, apa yang ingin kau pesan?"

"D'Latte, aku ingin memesan itu satu," ujar Abel, mengeluarkan ponselnya untuk membayar pesanannya dan saat hendak berbalik, ia dapat merasakan Ian masih menatap lekat ke arahnya.

Tiba-tiba jawaban dingin dan terkesan ketus milik Ian tadi berputar dalam benaknya. Abel akhirnya menaikkan pandangannya dan maniknya kembali bertemu dengan milik Ian.

"Kenapa? Aku juga tidak boleh memesan kopi?" tanya Abel saat Ian masih memberikan tatapan datarnya.

Apa yang salah memangnya dengan Abel? Kenapa Ian tampak membenci dirinya? Apa pria itu mengenalinya sebelumnya?

Bahkan setelah Abel menerima minumannya dan duduk di tempatnya, Abel menikmati latte-nya itu dengan perasaan yang tidak nyaman. Abel merasa diawasi oleh sepasang mata yang menatapnya terang-terangan.

Benar-benar tipe bos yang tidak ramah.

Bel pintu masuk kafe kembali berbunyi, menandakan ada pelanggan yang masuk. Abel mengalihkan pandangannya sejenak ke arah sana, berusaha sok sibuk demi mengalihkan fokus benaknya dari tindakan aneh Ian.

Itu adalah sepasang kekasih, mereka tampak melakukan pemesanan dan akhirnya Ian terlihat fokus pada meracik minuman untuk mereka. Abel akhirnya bisa bernapas lega.

"Aku ingin kau meracik latte yang khusus itu."

Samar-samar karena heningnya suasana kafe, Abel dapat mendengar pembicaraan mereka. Wanita yang datang bersama kekasihnya itu kembali ke area konter pembuatan kopi dan tampak berbisik ke arah Ian. Abel kebetulan duduk dekat sana, dan kekasih dari wanita itu duduk agak jauh.

Ian menangguk tanpa mengalihkan fokus pada kegiatan meracik kopinya. Dan wanita itu tersenyum puas dengan jawaban Ian. 

Abel menautkan alis bingung, latte yang khusus?

I Latte You (SLOW UPDATE)Where stories live. Discover now