Part 58

808 78 13
                                    

Sepanjang presentasi lanjutan yang masih akan berlangsung beberapa jam lagi cukup berhasil melenyapkan rasa kantuk. Bukannya tanpa alasan, setelah sesi desainer dan marketing, dipertengahan sebelum dilanjut oleh akunting, River sempat masuk untuk menjelaskan beberapa strategi pemasaran secara online. Berbanding terbalik dengan Pak Hardi selaku kepala marketing yang lebih menekankan pemasaran secara langsung atau direct ke showroom, toko putus atau konsinyasi.

Selama ini pabrik masih terkendala dengan sistem konservatifnya dalam hal pemasaran, sedangkan era digital sudah semakin pesat. River pun masuk untuk memperkuat sekaligus
mengevaluasi sistem yang ada.

Aku gak bisa berhenti kagum ketika memperhatikan setiap penjelasannya yang detail. Ia juga memaparkan idenya untuk membawa desainer survey dalam dan luar negeri, bahkan langsung  dicantumkan dalam agenda tahun depan. Cukup menimbulkan reaksi Pak Dharma, beliau pun beberapa kali menyela dengan banyak pertanyaan yang ujungnya-ujungnya ke masalah dana.

"Pak River emang juara, keren lah, udah. Gak salah kita muja dia, memang kelihatan bakal banyak pencerahan."

Aku sedikit memundurkan badan menguping pembicaraan staf pajak di barisan belakang. Yah, walaupun bisik-bisik tetap jelas sekali. Apalagi mayoritas adalah wanita.

"Sekian yang bisa saya sampaikan untuk saat ini, terima kasih." River menutup presentasinya dengan senyuman yang mematikan. Ada kehebohan tipis-tipis yang lagi-lagi kudengar di bagian belakang.

Huff. Sulit memang. Entah sampai kapan status backstreet ini berlangsung. Aku bahkan masih belum tahu bagaimana jika sampai hubungan ini terbuka.

"Sabar. Wajar kalau pasangannya populer." Mbak Citra menyenggol sedikit sambil berbisik kecil ketika menangkap helaan panjangku tadi.

Aku hanya membalas dengan senyuman kecut. Lagian punya hak apa aku? di pabrik ini River adalah milik bersama dalam arti perusahaan, rekan kerja juga kedua orang tuanya. Jelas. Aku hanya remah-remah kecil yang menempel di bajunya. Tinggal dikibas sedikit hilang deh. Iya,kan?

"Aku permisi ke toilet dulu, Mbak," ujarku sambil bangkit dan Mbak Citra mengiyakan dengan anggukan dan isyarat mulut agak aku gak terlalu lama.

Setidaknya cuci muka akan membuatku melupakan rasa cemas yang gak seharusnya tadi. Aku harus fokus dulu hari ini.

Sambil melewati jajaran menuju toilet, aku melihat Pak Robert kembali memberikan arahan untuk kelompok presentasi berikutnya. Suara Pak Robert yang mengalihkan pandangan beberapa orang yang sebelumnya memperhatikanku langsung kugunakan untuk segera menyelamatkan diri dan berlari kecil menuju toilet di pojok kanan.

Dari seberang Sylvia masih melihatku lalu pandangannya diikuti Ivy yang duduk di sampingnya.

"Dia siapa sih, ka? tadi kayanya lumayan bikin heboh."

Sylvia terkekeh kecil. "Desainer. Bikin heboh, ya?" Ia tersenyun lagi. "Belum seberapa kalau tadi sih."

"Apaan sih, ka, gak ngerti aku."

"Itu si pemilik mobil merah."

"Oh?!"

"Pacarnya River," tambah Sylvia sedikit berbisik di kata pacar, dan Ivy langsung menutup mulutnya. Ekspresinya shock.

***

Agak berlama sedikit setelah mencuci tangan dan muka. Aku malah duduk sebentar di pispot yang tertutup itu. Gak tahu kenapa sedikit keheningan lumayan menenangkan hati. Toilet ini terlalu wangi dan bersih, ada shower, bedtube, sudah kaya di hotel bintang lima saja.

Kutatap jam tangan, baru lima menit. Lima menit lagi tidak masalah. Aku kembali menghela. Tapi seketika niatku urung mendengar sorak sorai tawa di luar sana. Mungkin ada sedikit candaan dari tim akunting, entahlah. Segera kubuka pintu setelah touch up wajah sedikit dan sentuhan liptint.

Kukibas rambut yang menempel di pipi sambil membuka pintu.

"Lily."

Eh?! cukup membuat shock menemukan River sudah di depan pintu. Jangan-jangan dari tadi dia ...

"Loh? eh, maaf, Pak! sudah menunggu dari tadi ya?" wajahku seketika menghangat. Untung gak jadi lima menit lagi, kalau enggak ...

"Kamu lagi ngapain?" River malah terkekeh santai. Aku segera bersigap lirik kiri kanan. Yah, aman sih. Toilet ini menjorok ke dalam. Masih ada tembok di samping kanan yang menghalangi kita dari keramaian.

"Mhh, cari ketenangan sebentar. " Aku ikut terkekeh canggung. "Pak, maaf tadi pagi saya gak sempat buat bantu keluar dari mobil, soalnya tadi situasinya ..."

"Kita bicara lagi nanti, dan juga kayanya saya bakal banyak merepotkan kamu." Dua jarinya yang menahan bibirku serta tatapannya yang teduh malah membiusku untuk mengiyakan semuanya. Aku hanya bisa mengangguk-angguk, dengan wajah yang semakin panas. "Habis ini jangan langsung pulang. Saya tunggu di taman yang tadi."

Bentar, aku kok main ngangguk. "Merepotkan katanya?

"Se-serius?" ujarku bisik-bisik sambil berdebar. Entah karena situasi menegangkan ini yang bisa kapan saja dilihat orang, atau terlalu senang karena bisa berbicara dengannya sedeket ini lagi.

River mengangguk dan aku kembali terdiam.

"Tapi sebelum itu ..."

Tanpa aba-aba River menarik tanganku dan mendekapku begitu saja.

Ya ampun! serangan apalagi ini?!

Ia membungkuk sedikit untuk menatapku. Kami saling bersitatap lalu River mendaratkan satu kecupan di keningku tanpa ragu. Lembut dan hangat. Walaupun dengan tak tahu malu, ditambah situasi yang sebenarnya sangat berbahaya ini, aku bersyukur, namun senyumanku malah dibalas ciuman kecil olehnya. Kali ini berhasil menghentikan jantung.

"Ish! River ..." cicitku buru-buru mundur.

"Oh, sekarang River, bukan Pak?" River terkekeh dan langsung masuk ke kamar mandi. Sialnya jantungku masih belum baik-baik saja, malah tambah parah dari sebelumnya.

Haduh!! benar-benar oppa gemas ini!!

Butuh beberapa menit lagi sebelum aku berjalan kembali ke posisi duduk dengan wajah innocent, dan langkah yang tegap. Padahal tanganku masih sedingin es.

Mbak Citra menatapku sepintas. Aku pura-pura tidak menyadari dan kembali mengambil pulpen dan note dari dalam tas.

"Kamar mandinya enak ya?" bisiknya tanpa mau menunggu.

"Banget," ujarku sealami mungkin sambil terlihat berbinar.

"Aku juga kebelet. Sesi akunting tadi cukup panas. Kayanya bakal ada meeting ulang masalah keuangan dan permintaan." Mbak Citra memperlihatkan beberapa catatan kecil padaku yang hanya kulihat sepintas.

"Yah, memang sudah sewajarnya sih, mereka langsung cepat tanggap sama agenda tahun depan," balasku lesu dan Mbak Citra hanya mengedik pasrah.

Tak berselang lama, River berjalan dan kembali bergabung. Rambutnya agak basah, dan wajahnya terlihat lebih segar. Tanpa sadar aku menatapnya beberapa detik sambil ingat-ingat kecupannya tadi, lalu tersadar dan kembali pada note sambil mencorat-coret asal sambil nahan senyum sekuat tenaga.

Aldo yang posisinya dua kursi di sebelah kiriku dan hanya berbatas Teh Filda diam-diam kembali mengamati aku, lalu River yang sempat melirikku walau hanya sepintas.

Dan ternyata Sylvia  dan Ivy juga melakukan hal yang sama seperti Aldo.

***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 06 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SWEET BITESWhere stories live. Discover now