Mungkin setelah ini Doni akan menganggap Abel ini sangat tidak ramah sebagai pacar dari sahabatnya, terlihat dari bagaimana ekspresi kesal Abel ketika bertemu dengannya hari ini. Tapi Abel tidak perduli, karena saat ini Abel benar-benar kecewa. Entah sudah keberapa kalinya.

"Benar, feel free untuk kencana kalian. Anggap aku tidak ada disini, anggap saja orang asing," ujar Doni kemudian kembali fokus pada ponselnya.

Abel terdiam sebentar sebelum menyampirkan tasnya pada sisi bahu kursi kemudian duduk yang membuatnya dapat berhadapan langsung dengan wajah Rio. Berusaha mempertahankan suasana hatinya agar tidak turun dengan drastis, Abel akhirnya fokus untuk menyelamatkan kencan mereka ini.

"Udah pesan makanan?" tanya Abel kepada Rio.

"Belum, pesan aja. Aku ikut pesanan kamu."

"Oke."

Abel akhirnya pergi ke area kasir untuk memesan, kemudian setelah Abel balik ke meja mereka, ia masih mendapati Rio yang fokus dengan permainannya.

Abel menatap Rio untuk waktu yang lama, awalnya Abel tidak berniat untuk menganggu pria itu karena tampaknya Rio terlihat fokus dalam dunia gamesnya bersama Doni. Abel mendapati keduanya berbicara seolah sedang berada di dunia yang sama dan pastinya Abel tidak memahami apa yang mereka bicarakan. Abel tidak suka bermain game.

Tetapi kesabaran Abel mulai menipis saat menyadari kalau mereka tidak bertukar pandang sedetikpun saat terakhir kali Abel menyapanya.

"Rio."

Rio menjawab dengan berdehem.

"Tugas dari dosen kemarin udah siap?" tanya Abel, berusaha mendapatkan perhatian pria itu.

Belakangan ini nilai Rio menurun banyak, bahkan tidak sedikit dosen yang menegurnya ketika kelas sedang berlangsung untuk memperingatkan mengenai tugas dan ujian yang belum ia selesaikan. Sebagai pacarnya, Abel menadi khawatir dengan nilai akademis pria itu.

"Oh iya lupa," Rio tiba-tiba berseru kemudian meletakkan ponselnya ke atas meja. Sepertinya dia sudah selesai bermain.

Rio akhirnya membalas tatapan Abel setelahnya, "Bisa bantu aku kerjain? Soalnya nanti malam pasti bakal ramai di rumah Jimmy. Aku takut gak bisa fokus."

Abel terdiam beberapa saat sembari mempertahankan kontak mata mereka agar tidak terputus. Merasa ada yang janggal dari sikap Abel yang mendadak berubah dingin dan mencekam, Rio akhirnya mengulurkan tangannya dan meraih tangan Abel yang terletak di atas meja.

"Aku janji kalau kamu bantuin tugas aku kali ini, aku akan belajar buat ujian akhir nanti," Rio berkata dengan nada sungguh-sungguh sembari matanya menatap lekat ke arah Abel.

Sedangkan Doni yang melihat pemandangan itu dari samping refleks menyemburkan tawanya. Ia tidak terbiasa melihat sisi Rio yang seperti ini, benar-benar membuatnya mual seketika. Dan akibat dari tindakan cerobohnya itu, kini Rio dan Abel beralih memusatkan fokus mereka ke arahnya.

Doni langsung membekap mulutnya menggunakan telapak tangannya, apalagi setelah mendapat tatapan tajam dari Rio.

"Nilai itu untuk kamu, bukan aku Rio," ujar Abel lagi yang berhasil merebut fokus Rio kembali kepadanya.

"Tapi kalai nilai aku jelak, kau akan menanggung malu jalan denganku," ujar Rio dengan kalimat formalnya membuat Abel spontak membulatkan kedua matanya terkejut.

Abel tidak menyangka dengan cara berpikir Rio yang sedangkal ini. Abel tidak pernah malu apalagi membandingkan nilai mereka berdua. Abel hanya tidak ingin kehidupan akademis Rio hancur begitu saja, karena nyatanya nilai itu akan berpengaruh untuk masa depannya.

Bahkan selama ini Abel selalu meluangkan waktu untuk mengajari Rio, membantu pria itu untuk mengerjakan tugasnya agar dia bisa lebih menaruh fokus pada pelajaran. Karena Rio mengakui bahwa ia tidak terlalu bisa menangkap penjelasan dosen dengan sekali dengar, maka Abel mengajari untuk kedua dan ketiga kalinya untuk Rio.

"Kenapa kamu mikir kayak gitu..."

"Iya, aku salah Bel. Aku minta maaf," potong Rio cepat sembari mengelus punggung tangan Abel, berusaha menurunkan ketegangan yang menguap diantara obrolan mereka berdua.

"Lain kali, aku bakal kerjain. Janji," ujar Rio dengan tatapan memohonnya kemudian mengerjapkan matanya beberapa kali berusaha menyakinkan Abel.

Abel menghela napas, tidak ingin melanjutkan perdebatan mereka apalagi Doni diam-diam menguping pembicaraan mereka sedari tadi. Abel semapt menangkap basah pria itu yang mencuri pandang kearahnya dan Rio, namun Doni segera membuang muka seolah tidak terjadi apa-apa.

Makanan mulai disajikan dan akhirnya keheningan kembali menemani mereka saat keduanya mulai fokus menyantap makanan mereka. Baru beberapa suapan, tiba-tiba bel pintu kafe terdengar.

"Rio!"

Abel menghentikan aksi makannya ketika mendengar teriakan itu, mengelap sudut bibirnya sekali kemudian menoleh ke arah pintu masuk untuk melihat si pelaku yang berteriak. Ternyata itu adalah teman-teman Rio dari kampus sebelah, terakhir kali Rio berkompetisi disana dan akhirnya pertemanannya bertambah.

Mereka semua saling menyapa dengan akrab sedangkan Abel merasa terpojok, berakhir tidak nyaman dan merasa ditinggalkan apalagi saat Rio tidak memperkenalkan dirinya. Mungkin pria itu terlalu asyik berbicara hingga melupakan kehadirannya.

Abel merasa dilupakan.

Akhirnya Abel memutuskan untuk melanjutkan acara makannya, secara cepat dan buru-buru. Berharap setelah ini ia dapat kabur dengan alasan ingin mengerjakan tugas dari dosen.

Tiba-tiba saat Abel fokus pada makanannya, secangkir latte tiba-tiba disodorkan tepat didepannya. Abel mengerjap beberapa kali, apa pelayan kafe disana salah mengantarkan pesanan?

"Ini adalah lattemu."

Abel menautkan alisnya bingung, "Maaf, tapi aku tidak memesan latte. Mungkin kau salah orang."

"Benarkah? Berarti temanku salah buat. Gratis saja untukmu daripada dibuang."

Abel melirik sekilas name tag nya. Bastian.

"Tapi..." Abel baru saja ingin melanjutkan kalimatnya tetapi Bastian sudah berbalik dan berjalan pergi menjauhinya.

Akhirnya Abel memutuskan untuk menyicip latte berbentuk love yang tersesat itu.

Abel meraih gagang cangkir kemudian mendekatkannya ke sudut bibirnya, bahkan Abel sempat memejamkan matanya beberapa saat untuk menikmati aroma harum dari asap yang mengepul keluar dari cangkir latte itu. Abel adalah pecinta kafein, sebab minuman itu bisa membantunya tetap fokus dalam mengerjakan tugasnya.

Wangi dan manis.

"Siapa cewek disampingmu Rio?"

"Oh ya, kenalin dia Abel pacar aku."

Abel yang merasa terpanggil hanya tersenyum kecil sebagai bentuk sapaan.

Kemudian hanya sebatas itu interaksi mereka. Sebab detik selanjutnya, mereka semua mulai mengeluarkan ponsel dan bermain game, berbagai topik mulai menguap yang Abel sendiri tidak tahu tentang apa itu. Abel benr-benar tersingkirkan. Akhirnya dia memutuskan untuk menyesap lattenya saja. Setidaknya secangkir latte itu bisa menurunkan kekesalannya, dimana lagi-lagi kencan antara dirinya dan Rio berakhir seperti ini.

I Latte You (SLOW UPDATE)Kde žijí příběhy. Začni objevovat