2

9 3 2
                                    

Harimu buruk?

Ya, aku juga.

Tapi melihat Tara mengikatku dengan penuh kasih begini di antara bangunan terbengkalai bersama segerombol anjir liar yang lapar ... aku bahagia.

"Hah, dia sangat memperhatikanku." Lino memejamkan mata, mendengar gonggongan anjir liar di bawah kakinya seperti musik meditasi.

"Kita lihat berapa lama tali yang akan putus ini menahan tubuhku."

"Atau berapa lama anjing-anjing sialan ini bertahan dari seranganku." Wajahnya tertekuk. "Karena aku mulai bosan."

Tara langsung pergi. Semuanya jadi tidak menarik lagi, kan?

Lino melihat ke bawah. Ujung sepatunya hanya seinci dari gigi hewan liar ini.

Dia berpikir. Bagaimana membuat situasi kali ini kembali menarik?

Tangannya bergerak, membuka ikatan tali dengan mudah. Seiring tali di tubuhnya lepas, kakinya yang meluncur turun ke bawah segera disambut baik oleh anjing-anjing itu.

Siap dengan mulut menganga.

Kaki Lino menginjak anjing yang tepat di bawah kakinya hingga pingsan. Tungkainya gesit mengayun moncong-moncong anjing. Sekali tendang, mereka terkapar dengan kepala mengenaskan.

Anjing-anjing tersisa mundur. Tahu temannya mati di kaki manusia kejam, mereka ketakutan.

"Ahh, ini jadi semakin membosankan." Lino melemaskan leher. "Ke mana salakan menyebalkan kalian? Kenapa aku tidak mendengarkannya lagi? Padahal tadi kan seru."

Anjing-anjing itu mundur ketakutan. Mereka bahkan tidak bisa menggerakkan kaki dengan benar. Menolak berlari.

Apa sekarang mereka adalah buruannya?

Situasinya berubah cepat sekali.

Suasana hati Lino juga cepat memburuk. Pupilnya berkobar merah, mengukir senyuman antusias.

"Kusayat sedikit tidak apa-apa, bukan?"

Lino maju. Memperlihatkan silet kecil di tangan.

Lima detik setelahnya terdengar lolongan anjing bersahut-sahutan. Memekik menyayat telinga.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 16 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Seperti NikotinWhere stories live. Discover now