45 | Ardjiwa Kyra

864 138 23
                                    

"Hada!"

Hada mendongak dan langsung berdiri saat melihat Karel bersama orang tuanya berjalan cepat ke arahnya. "Mas Karel! Om, Tante!"

"Aya mana, Da?" tanya Nina panik.

"Di dalem, Tante."

"Kok, bisa sampai harus ke IGD gini, sih?" tanya Karel.

"Gue nggak tau, Mas. Tadi gue ke rumahnya, kan. Emang dia bilang GERD-nya agak kambuh tadi pagi. Pas lagi ngobrol-ngobrol, dia bilang perutnya sakit banget. Gue panik, makanya langsung gue bawa ke sini," jelas Hada yang juga sama paniknya melihat Kaiya yang tiba-tiba kesakitan saat di apartemen tadi.

"Aiden udah dikabarin?"

Hada menggeleng. "Aya ngelarang—"

"Kebiasaan Aya!" geram Karel. "Gue telpon—"

"Keluarga Ibu Kaiya Senja!"

Atensi keluarga Kaiya—serta Hada—teralih kepada perawat yang menyerukan nama Kaiya. Mereka langsung menghampiri perawat tersebut. Karel pun urung menelepon adik iparnya.

"Maaf sebelumnya, suami Bu Kaiya ...." Sang perawat menggantung kalimatnya mencari suami Kaiya, yang notabene adalah Aiden Panji, anggota band GAKT. Kemungkinan besar, perawat tersebut sudah mengenali Kaiya sebagai istri Aiden.

"Dia sedang di luar kota, Sus. Sedang dalam perjalanan ke sini," jawab Yudi sedikit berbohong. "Saya ayahnya Kaiya. Bagaimana kondisi anak saya?"

"Oh begitu, mari ikut saya ke dalam, Pak. Dokter ingin bicara."

"Saya boleh ikut ya, Sus?" pinta Nina. "Saya ibunya."

"Dua orang saja, ya, Pak, Bu."

Akhirnya, hanya Yudi dan Nina yang masuk untuk menemui sang dokter, sekaligus melihat keadaan putri mereka. Karel dan Hada harus rela menunggu di luar IGD.

Di salah satu bilik perawatan, Yudi dan Nina melihat seorang dokter muda tengah berbicara pada Kaiya. Nina langsung menghampiri Kaiya dan menggenggam tangannya dengan erat, sementara Yudi menyapa sang dokter. "Selamat sore, Dok, kami orang tua Kaiya."

"Oh, baik, selamat sore, Pak, Bu," balas sang dokter sopan. "Maaf sebelumnya, suami Bu Kaiya ...?"

"Suami saya sedang di luar kota, Dok," jawab Kaiya dengan suara seraknya.

"Oh, begitu. Baik kalau begitu, saya sampaikan keadaan Bu Kaiya ke Bapak dan Ibu saja, ya," ujar sang dokter pada orang tua Kaiya, yang langsung diangguki setuju. "Setelah saya periksa, sakit perut yang diderita Bu Kaiya bukan dikarenakan oleh penyakit lambung seperti yang tadi diceritakan oleh kawan Bu Kaiya yang mengantar ke sini.

"Namun, saya mohon maaf sekali lagi, saya menemukan gejala keguguran pada kehamilan Bu Kaiya. Saya belum bisa memastikan 100% penyebab kegugurannya—"

"Dok, sebentar ...," potong Kaiya. Matanya sudah berair dan suaranya semakin terdengar bergetar. "Saya keguguran? Maksud Dokter ..., saya hamil?"

"Bu Kaiya tidak tahu kalau Anda hamil?"

Kaiya menggeleng lemah seraya memegangi perutnya. "Dok, anak saya ... nggak mungkin anak saya .... Bunda, anak Aya. Bunda, Aya nggak tahu kalau ada anak Aya di sini. Bunda, anak Aya gimana ...."

Nina tidak kuasa menahan tangisnya melihat sang putri histeris. Wanita paruh baya itu memeluk Kaiya dengan erat dan berusaha menenangkannya, tapi tentu saja tidak berhasil.

"Bunda, anak Aya! Anak Aya nggak boleh pergi, Bunda! Aya nungguin dia. Mas Ayi juga nungguin dia!"

"Tenang, Sayang. Tenang, istighfar, ya."

Us, Then? ✓ [Completed]Where stories live. Discover now