Part 2

21 4 0
                                    

Kini mereka sudah berjarak dan berbeda waktu, semua terasa melelahkan saat Doyoung harus menuggu kabar dari Taeyong di kala rasa kantuk sudah melanda, sedangkan yang di tunggu sedang fokus di kelas untuk menikmati pembelajaran yang ada. Begitu pula sebaliknya, Taeyong yang terus mencoba untuk tetap sadar saat Doyoung sedang sibuk membantu sang ibu menjalankan bisnisnya. Benar lelah dengan semua keadaan yang ada. Doyoung pun sempat berkali-kali meminta mereka untuk berpisah, namun Taeyong tak pernah mengabulkannya, malah ia menjadi lebih semangat bekerja agar bisa mengumpulkan banyak uang hingga ia bisa pulang nanti di waktu libur pertama kuliahnya.

"Lagi mau apa?"

"Gatau, apa aja deh"

"Jangan manyun terus Doy, nanti cantiknya ilang"

"Ya abis gimana bang, gue capek tau"

"Ya namanya juga ldr mah ya pasti begitu lah, sabar-sabar aja"

Johnny sebenarnya memang pernah mengagumi Doyoung, hanya sekilas karna memang menurutnya lelaki itu sangatlah cantik dan manis. Namun tetap lebih cantik Taeil yang menjadi miliknya saat itu, bahkan karna rasa kagumnya itulah ia berniat untuk mengenalkan Doyoung pada sahabatnya, Johnny berpikir mereka pasti akan menjadi cocok satu sama lain.

"Nih minum dulu biar emosi lo reda"

"Makasih bang"

"Sama-sama Doy"

"Gue tuh sering kesini sama Taeyong kalo abis makan malem di luar"

"Oh gitu, terus?"

Johnny merasa antusias untuk mendengarkan cerita dari Doyoung, baru saja ia menengguk sekali bir kaleng yang ada di tangannya, yang bercerita malah memilih bangun dari duduknya dan meninggalkan ia sendiri di sana.

"Ayo, gue gamau di situ, gamau di sini, ke tempat lain aja"

Tak menjawab, Johnny hanya kembali menenggak bir itu dan berdiri berjalan di belakang Doyoung, Johnny tau apa yang sedang Doyoung rasakan, ia juga dulu seperti ini, di tinggal pergi jauh oleh sang kekasih yang entah mengapa tak mau menjalankan hubungan jarak jauh dengannya, padahal Johnny tak masalah kalau memang nantinya ia yang akan bolak-balik hanya untuk menghampiri Taeil yang jauh di sana.

"Yong, gue ajak Doy ke pulau jeju boleh gak?"

Johnny selalu izin bila memang ia akan mengajak Doyoung pergi bersamanya, begitupun Taeyong yang memang percaya menitipkan Doyoung kepada Johnny, ia yakin sahabatnya tak akan macam-macam pada kecintaannya.

Saat ini Johnny sedang memenuhi keinginan Doyoung, roti keju pulau jeju favoritnya, ah sial Doyoung tak mau suasana hatinya buruk saat ini, jadi sebisa mungkin ia melupakan nama Lee Taeyong atau apapun yang berhubungan denga lelaki itu, ia sedang ingin menikmati waktu terbaiknya saat ini walaupun dengan seseorang yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Bang gue beli gulali itu dulu ya"

"Gue aja sekalian beli minum, duduk aja disini"

"Oke oke"

"Titip barang-barang ya"

Doyoung hanya bisa mengangguk patuh, ia pun mengambil barang penting Johnny untuk ia letakan dekat dengan dirinya. Tak maksud membaca ataupun mengintip, tapi memang layar ponsel Johnny tersentuh dan menyala setelahnya, sudah pasti ia bisa melihat notifikasi yang hanya ada satu saat itu, sebuah notifikasi kalender seperti sebuah pengingat pada tanggal hari ini, bertuliskan "my love wedding day". Melihat hal itu ia pun langsung mengaktifkan ponselnya, benar saja ia pun memiliki notifikasi yang sama, hari itu adalah hari pernikahan Taeil dengan kekasihnya. Doyoung tak dapat hadir karna memang pernikahan itu di adakan di Paris yang berada nan jauh disana.

"Kenapa coba gue bisa lupa ih, gue chat kak Taeil dulu deh"

Baru saja ia ingin mengirimkan pesan selamat, notifikasi dari sang kekasih pun masuk. Taeyong mengirim sebuah foto yang dimana ia menghadiri pernikahan Taeil, entah mengapa Doyoung merasa cemburu, ia merasa iri dengan Taeil yang dapat bertemu kekasihnya nan jauh disana.

"Kenapa Doy?"

"Hah? ah gapapa bang"

"Nih gulali doang kan?"

"Iya, ini apa? bir? banyak banget gila"

"Haha iya buat nemenin gue di kamar nanti, mau? ambil aja"

"Gak deh makasih"

Johnny hanya mengangguk untuk merespon, ia pun kembali membuka satu kaleng bir dan langsung meminumnya. Suasana pun seketika menjadi hening, keduanya terdiam terbawa suasana, tak hanya ada suara desir angin pantai yang menemani.

"Bang, hari ini..."

"Iya tau, makanya gue ajak lo kesini"

"Udah ngucapin?"

Johnny hanya bisa menghela napas panjang, bagaimana bisa ia mengucapakan selamat kalau saja semua akses untuk menghubungi Taeil sudah di putus secara sepihak, tau bahwa Taeil akan menikah hari ini pun dari lelaki yang sedang duduk di depannya saat ini.

"Pulang aja yuk bang biar istirahat"

"Lo capek?"

"Enggak sih, tapi ya udah kenyang juga gue jadi mending pulang"

"Oh yaudah oke"

Merekapun mulai melangkahkan kakinya, tetap sama, tak ada ucapan yang terlontar, hanya suara plastik kresek dan bir kaleng yang bertabrakan menemani mereka selama perjalanan pulang. Sesampainya di sana pun Doyoung memilih untuk mandi lebih dulu, ia merasa sudah penat hari ini, rasanya hanya ingin tidur nyenyak dan esok harinya ia berjanji akan bermain ke pantai sepuasnya.

"Gue mandi duluan ya bang"

"Oke"

Mereka memilih hotel dengan dua kamar tidur, Johnny tahu diri ia dan Doyoung masih memiliki batas dalam hal bergaul sekalipun, lelaki itu masih milik seseorang yang bahkan sahabatnya sendiri. Tak banyak yang Johnny lakukan, hanya berdiam di atas sofa yang berhadapan langsung dengan jendela yang sedang menampilkan banyaknya ombak yang menerjang pasir hingga terlihat basah namun kembali surut secara perlahan. Satu, dua, bahkan lima kaleng bir sudah ia habiskan, entah berapa kaleng yang ia beli, tapi yang sudah pasti saat ini wajah Johnny sudah sangat merah merona, ia pun tetap tak berkata apapun, masih setia memandangi jendela besar di depannya namun kini terdengar isak tangis yang perlahan bersuara tak karuan, Doyoung yang tadinya berada di dalam kamar pun akhirnya memilih untuk keluar setelah mendengar betapa beratnya tangisan Johnny saat itu.

"Bang, sabar ya"

Doyoung memilih duduk di sebelah Johnny, ia tak tahu harus berbuat apa, jadi ya ia memilih untuk memeluk lelaki itu, kalau orang menangis agar tenang itu ya di peluk kan? itulah yang ia pikirkan. Ah tapi sepertinya itu salah, buktinya kini Johnny memandangnya dengan mata sayu nan berair itu.

"Aku salah apasih sama kamu? kenapa aku gabisa sama kamu? apa emang ini rencana kamu ya? ya kan? kamu udah selingkuh dari aku kan?"

"Bang, ini Doyoung bukan kak Taeil"

Terlalu polos dan memang tak tau harus melakukan apa lagi, jadi Doyoung hanya bisa menjawab seadanya saja.

"Aku tau kamu sering kan pergi sama Taeyong? kamu ada apa sama Taeyong? dia sahabat aku loh, kamu tega? tega kamu hah?!"

Seperti ada kilat petir yang menyambat di depan mata Doyoung, apa maksudnya? mana mungkin Taeil sahabatnya melakukan hal jahat di belakangnya? atau jangan-jangan Taeyong memilih kuliah sejauh ini agar bisa dekat dengan Taeil? Kalut, Doyoung sangat kalut hingga lupa bahkan sahabatnya itu kini sudah menikah dengan lelaki bule di luar sana.

Emosi Doyoung memuncak, ia merasa muak atas apapun, tanpa babibu ia pun membungkan mulut Johnny yang sedang berisik meringis sedari tadi, namun alat yang ia gunakan pun sepertinya sudah salah di awal, bibirnya bertemu dengan bibir Johnny, nafasnya pun sudah beradu deru dengan nafas Johnny, salivanya pun sudah bertukar satu sama lain.

Johnny pun sama kalutnya, ia masih mengira lelaki yang kini sedang melahap bibirnya itu adalah Taeil, ia angkat tubuh ringan itu untuk duduk diatas pangkuannya, jendela besar itu kini sedang melihat pergumulan dua lelaki yang sedang berada di bawah alam sadarnya. Jendela itu adalah saksi bisu dari segala yang terjadi malam ini.

Waktu Yang MenjawabOnde histórias criam vida. Descubra agora