Part 1

24 3 0
                                    

Taeyong dan Doyoung kini semakin terlihat mesra, memang waktu lah yang menjawab segalanya, siapa yang sangka Doyoung yang dulu sangat anti untuk masalah percintaan bisa luluh dengan seorang Taeyong yang juga sebenarnya tak punya banyak waktu akan perihal seperti ini. Keduanya bertemu setelah Johnny sahabat dari Taeyong mengenalkan lelaki manis yang juga sahabat dari sang mantan. Sejak saat itu mereka sering mengadakan Double Date untuk saling mengenal dan mengakrabkan diri satu sama lain, tapi siapa sangka agenda itu harus berubah bahkan terhapus karna kini hubungan percintaan Johnny dan sang kekasih sudah kandas.

Tak ada yang berubah atas hubungan Taeyong dan Doyoung, walaupun kedua sahabatnya sudah saling berpisah, mereka tetap memilih untuk melanjutkan hubungannya. Ya walaupun terkadang Doyoung pun merasa lelah dengan keseharian Taeyong yang sangatlah sibuk, lelaki itu memang bisa di bilang maniak gelar, entah kali ini ia sudah berusaha mengejar beasiswa yang ke berapa kalinya. Walau begitu bukan berarti Taeyong tak sayang sang kekasih, Doyoung adalah orang pertama yang dapat merubah pola hidup kesehariannya, yang biasanya hanya di isi dengan kuliah, belajar, dan kerja sampingan kini ada terselip "pacaran" di dalamnya.

"Sayang kamu kapan ada waktu? aku boleh minta tolong temani ke gudang kain yang di daerah barat gak?"

Doyoung pun sama sibuknya, selain mengejar pendidikan ia juga memiliki bisnis pakaian yang ia tekuni bersama sang ibu, sebenarnya di awal ia tak tertarik sama sekali dengan hal itu, tetapi ia terlampau jatuh cinta pada gudang yang berisi banyak corak dan warna-warni kain saat itu, jadi ya tak ada salahnya kan untuk di lanjutkan? toh ia juga bisa berbakti pada sang ibu yang memang sudah tak lagi muda.

"Sabtu ini aku bisa sayang, tadi berkas-berkasnya udah aku rampungin semua"

"Berkas" sebuah kata yang sangat Doyoung benci, bukannya ia tak mau mendukung tapi kata berkas ini sudah memberi banyak trauma dalam hidupnya, di awali dengan berkas perceraian kedua orang tuanya, bahkan berkas pernikahan yang pernah ia isi bersama sang mantan yang berubah menjadi sampah karna lelaki impiannya itu memilih orang lain di saat pernikahan mereka sudah dalam hitungan hari. Dan kini, kata berkas itu terus kembali hadir dalam hidupnya, walau jenis berkas kali ini berbeda dengan yang sebelumnya namun tetap saja, di akhir ia akan merasakan kesedihan yang sama.

Seiring waktu berjalan tak merubah hal yang sudah beriringan di sebelahnya, kini Doyoung hanya bisa memempersiapkan diri untuk menerima semua yang ada. Bersiap dan menerima fakta yang ada bahwa nantinya, ia akan berjarak dengan sang pujaan yang selama ini selalu ada dalam hari-harinya.

"Sayang, hari ini bisa beneran?"

"Bisa, tapi aku nyusul ya, tadi aku udah minta tolong Johnny buat anter sama temenin kamu dulu. Malemnya kita dinner ya, maaf sayang aku tiba-tiba di panggil dekan mendadak"

"Oke gapapa kok, tapi nanti malem beneran ya jadi dinner"

"Jadi dong, aku kan gapernah ingkar janji"

Memang Taeyong tak pernah ingkar janji, keduanya pun jarang dan urung untuk mengucapkan kata janji, bagi mereka sebuah janji itu adalah hal yang keramat, sekali di ingkari maka semua hal akan hancur berantakan. Taeyong pun selalu mengusahakan apa yang bisa ia lakukan, semampunya, sebisanya, dan pasti selowong waktu yang ia punya.

Tak ada masalah dengan pergi bersama Johnny, bahkan Doyoung lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan lelaki itu ketimbang dengan kekasihnya, tak ada rasa canggung atau yang lainnya, toh selama mereka bersama pun pasti Johnny tetap saja akan membahas Taeil sang mantan. Jadi ya memang sepertinya Johnny belum bisa berpindah ke lain hati pikirnya.

"Makan dulu yuk Doy, laper gue"

"Ayo deh tadi gue belum sarapan"

"Oke, bakso mau gak? ada nih deket sini"

"Deket sini mah daerah lo sama kak taeil pacaran gak sih bang?"

"Hahaha ya emang, tapi yang ini asli gue baru kesana sendirian, lo orang pertama yang gue ajak"

"Ya kalopun bukan yang pertama gue juga gapapa sih"

Johnny hanya bisa tertawa kecil mendengar ucapan Doyoung kala itu, sudah biasa seperti itu, benar-benar tak ada yang aneh dengan Johnny pada saat ini, tapi tidak tahu pada saat mendatang nantinya.

Hari demi hari terus berganti, bak mendengar pecahan kaca yang sangat nyaring ia terbangun saat mendengar ucapan Taeyong pada sambungan telpon pagi itu, dadanya terasa sesak, ingin marah namun apa kah pas bila di lakukan pada hari terbaik sang kekasih seperti saat ini?

"Sayang beasiswa aku di terima, akhirnya impian aku kuliah di Belgia berhasil, makasih ya sayang udah selalu nemenin aku dari kemarin, tetap sama aku ya walaupun kita jauh nanti, aku janji tiap liburan aku bakal pulang buat ketemu sama kamu, nanti kalo aku kerja disini kan gajinya gede tuh, nanti aku bayarin buat paspor dan tiket kamu buat kesana ya, udah ah aku jadi ngomong mulu gini, kamu siap-siap ya, aku bentar lagi otw rumah kamu"

Doyoung sudah meneteskan bulir air matanya, ia benci berjarak jauh seperti ini, ia tak mau merasakan kehilangan ke sekian kalinya. Namun ia bisa apa? tak mungkin kan ia memohon pada Taeyong untuk membatalkan semua mimpi yang ia sudah kerjar sejak sebelum bersama dirinya? tak mungkin kan ia menjadi egois hanya karna ia ingin Taeyong terus bersama di sisinya setiap saat?

Tak ada yan mampu menahan rasa sakit dalam dadanya saat ini, tangisan itupun kembali muncul kala keduanya sedang berada di tepi sungai dan di temani rintikan salju pertama yang turun saat itu. Taeyong pun sama, bila rasa cinta lelaki itu pada Doyoung bisa di jabarkan, sepertinya butuh berjuta-juta halaman untuk menjelaskannya. Sayang, cinta dan kasih Taeyong hanya untuk Doyoung seorang, karna hanyalelaki itulah yang ia punya saat ini.

Alasan Johnny sangat jelas saat ia memaksa Taeyong untuk berkenalan dengan Doyoung, lelaki itu sebatang kara, hidup sendiri dan tak teratur dalam hal apapun, pola makan bahkan pola tidur, ia hanya akan teratur pada pola belajar yang sudah ia lakukan sejak lama. Bahkan apartemen kecilnya pun sudah tak terbentuk sebelum ia bersama Doyoung, namun kini sudah berbeda, Taeyong merasa tuhan memang sudah mentakdirkan Doyoung untuk masuk ke dalam hidupnya, ia merasa, Doyounglah pelabuhan cintanya.

Apapun akan Taeyong lakukan untuk Doyoung, benar-benar apapun, kala badai salju mendera dan Doyoung terkena demam pun lelaki itu benar-benar mengayuh sepedanya untuk sampai di rumah Doyoung secepat mungkin, ya walau setelahnya jadi berganti Taeyong yang demam, tapi tak apa, baginya sang kekasihlah yang utama. Atau saat Doyoung bilang ia ingin roti keju yang ada di pulau jeju dan pada sore hari roti itu sudah tersedia di depan matanya padahal lelaki yang membawa roti saat itu masih berparas sayu karna mengantuk. Ah memang cinta Taeyong untuk Doyoung tak main-main.

Waktu Yang MenjawabWhere stories live. Discover now