DTYT-Je ne suis pas né de la veille

4.6K 921 344
                                    

Je ne suis pas né de la veille

you can't play that on me, I'm not that naive.






















"Urusan tamu yang lain, hotel dan lainnya—termasuk transportasi—selama menginap di sini sudah beres semuanya, kan?"

"Isn't it too late to ask now? Tonight's banquet is nearly finished," gerutuan barusan memang terdengar kurang ajar, tapi Pangeran Martaka—orang yang menerima kalimat tajam itu—untuk sekali ini bermaksud memaklumi perkataan Adji.

Mungkin Adji belum tahu soal kejadian semacam apa yang terjadi sebelum acara banquet malam ini, dan tentu saja mencari masalah dengan Pangeran Martaka di momen ini bukanlah ide yang bagus.

Sambil melirik ke arah Adji dan Pangeran Martaka bergantian, Handjoko menganggukan kepalanya. "Semuanya sudah diurus. Some guests are already on the way to the hotel," jelasnya memberikan update soal tamu-tamu yang diundang Kerajaan Daher Reu untuk merayakan pesta ulang tahun anak kembarnya itu.

Suasana di Aula Besar sudah tidak seramai sebelumnya, cenderung sepi karena kebanyakan tamu yang datang memutuskan untuk pulang dan menyisakan beberapa orang yang berkepentingan dengan acara malam ini saja yang tampak masih berada di meja dan berkumpul di sudut Aula Besar selagi beberapa pelayan mulai membersihkan ruangan.

Pangeran Martaka ikut menganggukan kepalanya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru Aula Besar, sampai pandangannya terhenti ke satu titik tepat di meja yang berada di paling ujung aula.

Pemimpin Daher Reu itu mengedikkan dagunya, membuat Handjoko, Adji, dan Raden Kacaya ikut menatap ke arah yang sama. "Are we so short of cars or drivers that we have to make a woman wait here alone at this late hour?" tanyanya dengan nada menyindir yang kentara.

"Upih maksudnya?" Raden Kacaya bertanya.

"Memang ada wanita lain yang masih bertahan di sini?" tanya Pangeran Martaka balik.

Dalam diam, Handjoko menghela napasnya panjang ketika melihat Upih yang masih duduk di kursinya dengan tenang. Senyum wanita itu terulas lebar sambil sesekali ia mengedarkan pandangan ke sembarang arah, tampak sangat bersemangat yang kemungkinan datang dari apa yang diucapkan dan dijanjikan Handjoko sebelum pria itu harus pamit menemui Pangeran Martaka yang kembali ke Aula Besar setelah mengantar anak-anaknya kembali.

"I will personally take her back to the hotel," jawab Handjoko, masih mempertahankan tatapannya ke arah Upih yang kini tampak sibuk dengan handphonenya.

Decakkan Pangeran Martaka terdengar, membuat Handjoko dengan cepat mengalihkan tatapannya ke arah sahabatnya yang berdiri di hadapannya itu. "You should have told me from the beginning, Han. What kind of man would keep his lady waiting till this late? Can't you take her to the hotel first and then return here?"

Menerima tatapan sinis dari Pangeran Martaka dan dengkusan dari Adji, Handjoko hanya mampu menghela napasnya untuk kesekian kalinya. Andai saja mereka tahu seberapa kerasnya Handjoko berusaha membujuk Upih untuk kembali ke hotel sebelum ini.

Tawa kecil Raden Kacaya menarik perhatian Pangeran Martaka, pria itu menatap ke arah Handjoko geli. "Tidak sulit untuk tahu karakter Upih meskipun kami baru bertemu sebentar. Your girlfriend wouldn't want to go back to the hotel and ask to wait here, would she?" tebak Raden Kacaya, tepat sasaran.

Handjoko tadi sudah meminta Upih untuk kembali ke hotel bersama Wita dan Terang, tapi wanita itu menolak dan bersikeras untuk menunggu di sini meski dia sudah mengatakan kalau pekerjaannya masih banyak dan pasti membutuhkan waktu lama sampai Handjoko bisa mengantarkannya kembali ke hotel.

















DANCE TO YOUR TUNE (COMPLETED)Where stories live. Discover now