0.34

3K 538 45
                                    

Vote dan komen jangan lupa!!

Enjoy it~

_____________________

"Hyung, kau keterlaluan!"

Winwin langsung melempar sebuah berkas ke atas meja sesaat setelah sampai di ruang kerja Yuta.

Si empu yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaannya, menoleh seakan sudah memprediksi jika hal ini akan terjadi.

Winwin yang tidak melihat respon apa pun dari Yuta, semakin disulut geram.

"Apa maksud dari dokumen adopsi ini? Hyung mau bawa ke mana cucuku?! Kalau tidak bisa menerimanya, jangan melakukan hal rendahan seperti ini!"

Yuta melepas kaca matanya dengan perlahan. "Kau tahu dari mana soal ini?"

"Itu tidak penting. Yang aku tanya, apa maksud dari semua ini, Hyung?!"

Winwin menarik napas kuat, rasanya hancur sekali saat menemukan sesuatu yang tidak terduga dari suaminya.

Selama ini, Winwin mencoba terus diam karena Yuta masih memiliki batasan.

Tapi ini sudah benar-benar keterlaluan.

Adopsi? Chenle akan diadopsi? Untuk apa? Kedua orang tuanya masih hidup dan mereka baik-baik saja.

"Jangan karena sakit hati yang Hyung rasakan, keluarga ini jadi hancur! Hyung mau membuat Renjun jadi gila?!"

Yuta mengerutkan dahi, sedikit kaget karena melihat begitu besar kemarahan yang Winwin luapkan.

"Aku mau Hyung bereskan semuanya, sebelum aku benar-benar ikut campur dan menentang semua yang Hyung lakukan."

Winwin berbalik dengan cepat, matanya sudah berkaca, mungkin satu kedipan bisa meloloskan air yang menggenang di pelupuknya.

"Kau mau pergi begitu saja? Dong Sicheng, aku belum memberi penjelasan apa pun."

Kali ini, Winwin tidak akan mau mendengar perintah Yuta, dia sudah kepalang marah dan kesal.

Yuta harus sadar, setidaknya setelah sembilan tahun berlalu, dendamnya tidak boleh semakin berkembang menjadi racun yang membunuh diri sendiri.

.
.
.

Jeno dibuat bingung dengan situasi di rumahnya.

Kemarin malam, Renjun pulang dengan berderai air mata dan menangis hebat setelah izin sebentar untuk keluar rumah.

Keadaanya benar-benar kacau, butuh berjam-jam untuk Jeno bisa menenangkan Renjun sekaligus Chenle secara bersamaan.

Hampir satu malaman Jeno sulit dibuat tidur, tapi anehnya saat pagi datang, keadaan Renjun terlihat jauh lebih baik.

Jeno tidak mengharapkan lebih banyak kesedihan, tapi pertukaran suasana yang begitu drastis berhasil juga memunculkan bingung di kepala.

"Pagi, Jeno. Tidurmu nyenyak?"

Renjun, bahkan menyambut kedatangan Jeno dengan begitu hangat.

Mungkin, kalau saja mata Renjun tidak sembab, kejadian kemarin hanya akan Jeno kira sebuah bunga tidur.

"Keadaanmu baik? Kalau masih pusing, tidak perlu menyiapkan sarapan. Kalau hanya makanan sederhana, biar aku yang melakukannya."

Jeno datang menghampiri Renjun, tangan lentik yang tengah memotong buah-buahan itu Jeno tahan agar fokus di Huang tertuju pada dirinya.

Walau Renjun tersenyum, tapi sorot matanya terlihat meredup dari hari-hari lalu.

"Aku bisa melakukannya, Jeno."

THE WINTER SUNRISE [NOREN ft. Chenle]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang