[2] My Special Husband

812 5 0
                                    

"Wah wah wah, Brendon, ternyata lo di sini juga? Dan apa tadi gue denger, lo pengen nikahin ni cewek kampung? Cocok bener sama lo, Bren, sama-sama miskin!" celetuk Rizal yang ternyata sudah ada di ambang pintu dan mulai ke teras, nyatanya ia disusul keluarga yang lain kecuali wanita yang masih menangis di sofa dalam diam, dan itu jadi bahan tertawaan mereka tanpa keraguan.

"Ya udah, nikah sono sama cewek yang gono-gininya gak jelas, tapi kalau kenapa-kenapa jangan minta bantuan kami! Awas aja! Kita udah bukan keluarga! Lagi, ngapain kamu, Bocah Pembawa Sial di sini?!" tanya sang wanita tua, menatap kesal Brendon, dan mendengar penuturan tersebut Sarah menatap Brendon kaget.

"Bu, aku ke sini mau--"

"Jangan panggil saya Bu, kamu udah bukan anak saya lagi! Panggil Nyonya!"

Brendon memejamkan mata, ia mengepalkan tangannya erat-erat, berusaha menahan amarah, tetapi tiba-tiba sebuah tangan menggenggam tangannya. Spontan dia membuka mata, dan kaget menemukan Sarah menggandeng tangannya lembut, dan hal tersebut membuat amarah Brendon seketika berkurang.

Si pria menghela napas lega. "Aku ke sini mau nagih hutang, Nyonya, hutang Jo, dia bilang mau ganti hari ini tadi--"

"Hah? Apa? Gak salah denger? Jo ngutang sama lo?!" tanya Rizal tergelak, sementara Jo, sosok termuda di antara mereka yang sedari tadi tertawa, langsung tertunduk dengan kedua pipi memerah, gestur salah tingkah malu.

"Gak mungkin, uang dari mana juga lo?! Lagian, mungkin utangnya receh, utang receh ditagih?!" sela salah satu dari anak kembar itu.

"Iya, tuh, receh doang, Kak, Bang, dia tagih-tagih segitunya kek rentenir karena udah gak ada buat makan! Dasar miskin!" Jo yang dituduh berhutang nyeletuk merasa dibela. "Jangan asal nyebut lo, Brendon!"

Brendon membulatkan mata sempurna.

"Kamu jangan macam-macam sama keluarga saya, ya, Bocah Pembawa Sial!" Ibu mereka menunjuk-nunjuk wajah Brendon kesal. "Pergi kamu, gak mungkin kami punya hutang sama kamu! Pergi!"

Brendon menggeram, dia menatap Jo yang kini berlindung di balik badan semua orang yang ada di sana, membela kesalahannya, tetapi amarahnya kembali surut akibat perlakuan lembut Sarah yang menenangkannya. Ini kali pertama dia digenggam erat oleh seorang wanita, cantik jelita ....

Sengatan langsung ke hati, apalagi kala menatap Sarah tampak tersenyum padanya, emosi Brendon mereda seketika.

"Lagipula, gak sebanding dengan segala perjuangan suamiku buat membiayai bocah pembawa sial kayak kamu! Pergi!"

Brendon menghela napas panjang, ia lalu berbalik dan pergi tanpa sepatah kata, bersama Sarah yang masih menggandeng tangannya.

"Cuit cuit, duo miskin cepet banget jatuh cinta!" celetuk si kembar, dan tawa menyertai keluarga itu lagi.

Brendon menatap Sarah, wanita cantik itu terus saja tersenyum, seakan tak tergubris dengan ungkapan julid di belakangnya. Kini mereka melangkah semakin jauh hingga sampai area depan perumahan tersebut.

Barulah saat itu, kala pegangan tangan terlepas, Sarah angkat suara.

"Jadi, kamu ingin menuruti surat wasiat itu?" tanyanya.

Brendon agak kikuk. "Sebenarnya, aku yang harus bertanya, kamu akan menuruti wasiat itu? Karena kamu tahu, keluargaku ...."

"Entahlah, aku ngerasa kamu berbeda ... mm, Brendon, kan ya?"

"Oh, astaga, maaf, kita gak sampe berkenalan, benar aku Brendon, dan kamu Sarah?" Sarah mengangguk.

"Ya, aku berbeda ... beda jauh dari mereka ...." Brendon sedikit menunduk.

"Aku pun berbeda, Brendon, lihatlah penampilanku." Sarah mengarahkan tangan ke badannya, agar Brendon memperhatikan dia lebih jauh. "Menurut kamu?"

"Kamu cantik, dan kelihatan baik."

Cerita ini cerita spesial yang tersedia di KARYAKARSA: anurie

Silakan mampir, murah meriah saja ;)

Pengasuh Duda [21+]Where stories live. Discover now