Mengapa semua ini terjadi? Mengapa? Sungguh, ia masih ingat dengan jelas. Beberapa menit yang lalu ia masih merengek pada ibunya.

Ingatannya mengulir lebih jauh. Berhenti tepat ketika momen saat ia baru saja pulang sekolah sore ini. Disana ia melihat ibunya menunggu didepan gerbang seperti biasa. Ya, seperti biasa. Ia memang selalu dijemput hanya oleh sang ibu tetapi, hari itu terasa berbeda. Perasaan kecewa terbesit menyelimuti dirinya. Leo berjalan lesu. Berdiam diri sepanjang perjalanan hingga ibunya heran dan bertanya.

"Ada apa ouyin?"

Leo menunduk, menggeleng pelan. Sekilas ia sempat memandang singkat pada sang ibu yang tengah menyetir. Suara wanita itu terdengar serak. Bahkan sesekali Leo bisa mendengarnya terbatuk.

"Hari ini ulang tahun Ouyin."

Lenggang sejenak.

"Ayah tidak pulang?"

"Hm... Ayah ya? Maafkan ibu, sayang. Siang tadi ayah mengabari masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan jadi ayah belum bisa datang. Tolong bersabar sebentar ya, tiga hari lagi ayah akan pulang. Kita akan merayakan ulang tahun Ouyin saat ayah pulang nanti."

"Tiga hari? Tapi tiga hari lagi sudah bukan hari ulang tahun Ouyin."

Sang ibu berusaha tersenyum, fokusnya tidak teralih dari jalanan di depan sana. Sejak tadi wanita cantik itu terus menahan sakit dikepala nya, berusaha mempertahankan pandangan yang semakin lama semakin memburam.

"Ibu, sebenarnya ayah sayang tidak pada Ouyin?"

"Apa maksudmu sayang? Tentu saja ayah sangat sayang pada Ouyin."

"Kalau ayah memang sayang kenapa sampai sesulit itu hanya untuk meluangkan waktu satu hari? Padahal ini hari istimewa." Kilatan sedih memancar, matanya berkaca-kaca.

"Teman-teman selalu dijemput oleh kedua orangtuanya, ayah mereka juga sibuk tapi tetap bisa menjemput setiap hari. Hari ini Wain dijemput ayah dan ibunya padahal dia tidak berulang tahun lalu kenapa Ouyin yang berulang tahun malah hanya dijemput oleh ibu? Tahun lalu juga begitu, sekarang juga begitu, ibu kan sudah berjanji akan datang bersama ayah." Diam sejenak, Leo tampak mulai terisak membuat ibunya lantas khawatir.

"Kalau tidak bisa menepati lebih baik jangan berjanji."

Usai mengatakan itu, Leo menangis. Tangisan pertama dihari istimewanya.

"Kenapa ayah selalu jahat pada Ouyin? Memangnya Ouyin tidak punya hati? Ouyin juga bisa sedih bu, Ouyin sudah bercerita pada semua teman-teman. Memamerkannya, bilang hari ini Ouyin akan dijemput oleh ayah dan ibu. Ouyin menunggu sepanjang hari. Ibu tidak tau betapa senangnya Ouyin ketika bel pulang berbunyi karna berpikir ayah akan datang. Ouyin yang pertama berlari keluar bahkan ketika bu guru masih di dalam, Ouyin juga mengajak teman-teman, mereka terlihat sangat antusias sama seperti Ouyin, tapi apa yang terjadi? sesampainya digerbang Ouyin hanya melihat ibu, hanya ibu seorang."

Leo menaikan kedua kakinya, memeluk lutut dan menenggelamkan wajahnya disana.

"Ibu tidak mengerti perasaanku. Tidak hanya Ouyin bu, teman-teman ada di sana. Ouyin sudah berkata dengan bangga pada mereka, ayah ku akan datang, Ouyin mengatakan itu, lalu sekarang apa yang harus Ouyin katakan saat mereka bertanya dimana ayah?"

Leo menghirup udara kuat-kuat, mencoba meredam tangisannya. Dadanya sesak, tidak sanggup bicara lagi.

Keheningan melanda, menyisakan Isakan dan air mata yang terus diusak setiap kali butirannya menetes. Ibu Leo terdiam seribu bahasa, menatap sendu pada kaca mobil yang memperlihatkan putra semata wayangnya menangis dibelakang sana. Hati nya terasa sakit menyaksikan tangisan menyakitkan itu, kepalanya pening.



Memories [ Zalesing ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora