09•Ketika Langit Runtuh dan Pijakanmu Tak Lagi Utuh

199 28 10
                                    

23

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

23.27, waktu yang ditunjukan head unit ketika mobil hybrid itu terparkir sempurna di halaman rumah bergaya minimalis. Saka meregangkan tubuhnya, memijat bahunya yang pegal setelah mengemudi hampir 3 jam lamanya. Bagaimanapun Jakarta-Bandung bukanlah perjalanan singkat dan sialnya ia mendapat jatah menyetir di perjalanan pulang.

"Heh, bangun! Lo kira gue supir lo apa?" omel Saka melihat kedua temannya sudah tertidur pulas di jok belakang. Saka bergegas turun, ia ingin segera mengistirahatkan tubuhnya. Sofa ruang tamu menjadi tujuan pertamanya begitu pintu terbuka.

"Filenya diback-up besok aja ya, udah ngantuk berat gue," kata Dion, rekan satu tim yang hari itu bertugas ke Bandung bersama Saka dan Lingga untuk prewedding salah satu klien VIP di Bandung.

Demi itu, mereka rela meninggalkan Jakarta pagi-pagi buta saat gelap masih membuana, bahkan sebelum adzan subuh berkumandang dan baru kembali ketika hari hendak berganti.

"Nginep aja sekalian. Besok lo ada kelas pagi kan?" ujar Lingga setelah membereskan kamera dan peralatan lainnya di rak. Selama ini mereka memang menggunakan lantai 1 kontrakan Lingga sebagai basis bisnis photo and video production yang mereka rintis 2 tahun lalu.

"Kayaknya gue mau bolos aja sih. Jatah bolos gue masih ada 2, sayang kalau ngga dipake," balas Dion yang sudah nyaman dengan karpet bulu di ruang tamu.

Di sisi ruangan, Saka sudah bersiap untuk tidur. Melupakan kegiatan bebersih seperti yang kebanyakan orang ajarkan setiap kembali dari bepergian. Kendati tubuhnya memang lelah, tetapi pikirannya masih menyala seakan memaksanya untuk tetap terjaga. Sepertinya efek dari 2 kaleng kopi yang ia tenggak saat perjalanan pulang tadi membuatnya kesulitan untuk mencapai lelap.

Hingga kemudian dering dari ponsel yang ia letakan di meja memaksanya bangkit untuk mengambilnya. Nomor tanpa identitas pemanggil seketika membuat sepasang alisnya tertaut heran. Siapa yang menelfonnya tengah malam begini?

Kendati ragu, Saka tetap membawa panggilan itu ke telinga. Menunggu hingga panggilan itu terhubung dan suara seseorang di seberang sana menjadi yang pertama menyambutnya.

Detik pertama, Saka masih mendengarkan dengan tenang sambil sesekali menjawab pertanyaan klarifikasi yang diajukan. Detik berikutnya, raut wajahnya berubah. Rahangnya mengeras dengan jemari yang terkepal.

"Baik, saya ke sana sekarang."

Panggilan itu berakhir dengan cepat dengan Saka yang memutuskan secara sepihak. Ia langsung menyambar kunci mobil tak jauh dari tempatnya menaruh ponsel.

"Ngga, mobil lo gue pinjem. Besok pagi gue balikin," serunya seraya meraih jaket yang tersampir di sofa.

"Dia mau kemana?" Lingga yang baru saja turun membawa selimut dan bantal dari kamarnya menatap bingung kepergian Saka.

"Ngga tahu, tadi abis ngangkat telfon langsung pergi gitu aja. Marah banget keliatannya," jelas Dion yang turut bingung dengan sikap temannya.

Deru mobil terdengar meninggalkan halaman kontrakan dan mobil hitam itu kembali melaju di jalanan lengang kota Jakarta.

Tatkala Senja Memanggil Pulang [LeeHaechan]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant