Prolog

314 61 23
                                    

Rambut hitam panjang itu kali ini tidak terikat seperti biasa. Maysun sengaja menghabiskan waktu sehari penuh hanya untuk menata rambut di salon agar terlihat cantik ketika digerai, tidak mudah rusak saat harus tertiup angin, sehingga tampil paripurna semalaman saat kencan malam ini.

Ia menarik nafas dalam demi meredakan debar di dadanya. Matanya mencari-cari sosok yang ia nanti dari balik kerumunan orang, berdiri menunggu dengan tak sabar di tempat yang telah dijanjikan. 

"Kalau udah sampai langsung kabarin ya, aku langsung samperin kamu."

Maysun mengingat kembali pesan yang dikirim kepadanya satu jam lalu saat di perjalanan. Dadanya mengembang tak sabar membayangkan betapa romantisnya kencan mereka malam ini. Dari pintu masuk ia bisa melihat sinar lampu hijau biru pink dan keunguan yang mendominasi hutan menyala itu. 

Ia kembali melihat ke sekeliling, melirik jam tangan lancellot-nya. Tak lama sebuah pesan masuk, terlihat sebuah foto dari seseorang yang ia tunggu sejak tadi. Foto tangan yang sedang memegang minuman favoritnya. Maysun menahan senyum saking bahagia, kekasihnya selalu tau membahagiakan dengan hal-hal kecil.

Sesuatu yang dingin menyentuh lembut pipinya, membuatnya terperanjat kaget lalu menoleh.

"Iced choco tiramisu?" Sapa wanita yang baru datang itu dengan senyum manisnya, senyum yang menular pada wanita yang sudah sejak tadi menunggu tak sabar.

"Maaf agak lama, antriannya cukup panjang tadi-

Maysun lebih dulu memeluknya. Rasa rindu yang tidak bisa ia gambarkan, rindu bukan sudah lama tak bertemu, tetapi rasa rindu karena sudah lama tidak menghabiskan waktu berdua seperti ini.

"Maysun, kamu oke?"

Maysun membenamkan wajahnya pada bahu wanitanya, ia berharap make up-nya tidak luntur karena tangis bahagia ini. "Sebentar aja, Sa. Sebentar aja," pintanya pada Sahara, kekasihnya.

Sahara membalas pelukan itu, mengusap punggung kekasihnya dengan lembut. Mata Sahara ikut berkaca, ia juga merindukannya, sangat. Kesibukan dan masalah yang mereka alami membuat jarak yang  cukup jauh, sehingga pelukan ini ingin membalas semua waktu yang terbuang sia-sia karena itu.

Maysun melepaskan pelukannya, mengambil tisu dan tasnya dan mengusap air mata yang tersisa di wajahnya. "Make up aku pasti luntur ya," keluhnya pada Sahara dengan sisa tangisnya, dihiasi tawa kecil karena malu.

Sahara menggeleng, menyeka sudut mata Maysun. "Kamu cantik," ucapnya sambil tersenyum, membuat Maysun kembali memeluknya, mengusap air mata di baju Sahara.

"Coba aku liat," Sahara melepaskan pelukan, sengaja menggoda Maysun. Lantas mereka tertawa bersama.

"Kita masuk aja gimana?"

Maysun mengangguk, merangkul lengan Sahara dan berjalan bersisian. Sahara mengambil tas samping Maysun untuk dipegangnya, agar Maysun bisa berjalan dengan mudah. "Sini aku buang dulu tisunya." Sahara membuang tisu itu ke tempat sampah, lalu kembali menghampiri Maysun.

"Minum dulu, biar enakan."

Maysun menerimanya, menikmati iced choco tiramisu kesukaannya. Maysun penggemar makanan dan minuman manis, persis seperti orangnya yang juga manis. Begitu gombalan Sahara yang memang memiliki nilai-nilai kejujuran kepada kekasihnya.

Sahara maju beberapa langkah untuk memberikan tiket masuk yang ia beli. Ia merogo saku celananya, depan dan belakang. Tidak ada. Lalu merogo saku bajunya. Juga tidak ada. Maysun menghela nafas, bukan Sahara namanya kalau nggak lupa. Kunci motor baru sepuluh detik dia letakkan sudah langsung bertanya, "Sayang, kunci motor tadi di mana ya?"

"Lupa lagi?"

Sahara menyengir, menggaruk kepalanya yang buka karena kutu. "Kayaknya?" Sahara mengangguk pada penjaga pintu masuk. "Sebentar ya, Mba. Saya cari dulu."  Ia menghampiri Maysun.

"Seingatku udah di kantong, beneran."

"Kamu beli tiket dulu atau minuman aku dulu?"

"Tiket du- Ah iya. Ketinggalan di outlet minuman tadi. Sebentar ya, Sayang. Aku ambil dulu, kamu-

-Ikut." Maysun menarik gemas lengan Sahara, berjalan sedikit cepat lantas mencubit pelan pinggangnya.

"Aw."

"Selak ilang hasil catokan rambut Hong Haein aku, Sa."

Sahara mengulum senyum, Maysun memang terlihat seratus kali lipat lebih cantik malam ini. Defenisi wanita yang benar-benar cantik dan manis. Wajah yang tidak bosan untuk dilihat berkali-kali, entah itu di foto dan aslinya. Sama.

"Rambut kamu berantakan juga cantik, May."

"Dih! Bohong aja."

Sahara tertawa. "Beneran."

"Iyaa. Di mana outlet-nya? Kamu masih ingat, kan?"

Sahara melihat ke sudut kanan, mencoba mengingat warna merah cokelat khas outlet minuman itu. "Di sana." Tunjuknya. Mereka berjalan di kerumunan, tempat wisata malam ini sangat ramai mengingat belum ada wisata hutan yang dipenuhi oleh banyak lampu di kota itu, persis seperti berada di dunia para peri. Saat akan tiba, lampu tiba-tiba mati.

Para pengunjung sempat panik untuk beberapa saat, namun semua itu segera sirna ketika menyadari ada banyak lampu dari layar ponsel-ponsel mereka, sebagian juga menyalakan senter di ponselnya, seperti Sahara yang kini sedang menyalakannya.

"Sini aku aja yang pegang  Hape-nya. Pegangan kamu udah banyak banget." 

Sahara mengangguk. Mereka berjalan beberapa langkah dan sampai. Sahara mulai menanyakan barangnya yang tertinggal di sana, sedangkan Maysun memberi penerangan. Sahara terlihat tersenyum karena ia baru teringat kalau tadi juga membawakan hadiah kecil untuk Maysun. Kejutan adalah hal yang sering dia lakukan untuk menyenangkan Maysun, kali ini kejutan kecilnya adalah lego kecil karakter doraemon kesukaan Maysun yang telah disusun sempurna. Ia tak sabar ingin menunjukkan hadiah kecil itu.

"Kenapa dari banyak karakter kartun, kamu suka doraemon?"

Maysun tersenyum, matanya menatap langit senja dari jendela kamar mereka. "Karena kantongnya bisa mengabulkan banyak hal, membuat mimpi-mimpi menjadi nyata, nggak hanya sebatas harapan. Dan aku berharap, hidupku bisa seperti kantong doraemon itu."

Maysun memperhatikan sesuatu yang disembunyikan Sahara, saat akan menanyai Sahara benda apa itu, ponsel Sahara lebih dulu berbunyi, namun panggilan itu mati setelah dering pertama berbunyi. Sedetik kemudian sebuah pesan masuk, pesan yang mampu merusak kencan pertama mereka setelah break.

"Sayang," bisik Sahara. "Aku punya sesuatu-

PYAR!!!

Lego itu jatuh dan berserakan di jalanan. Sahara terperanjat kaget, mungkin Maysun tidak sengaja batinnya, Ia berniat mengutipnya namun Maysun lebih dulu menahannya.

"Ini apa?"

Sahara diam seribu bahasa, membaca pesan singkat itu dengan perasaan campur aduk. Sumpah demi apapun, ini bukan waktu yang tepat.

"Bantah, Sa. Bilang kalau ini nggak benar," ucap Maysun dengan nada putus asa. Harapan yang ingin dia bangun hancur seperti lego doraemon yang berserakan di bawah sana. 

"Please."

Bersambung...

An.

Hai, perkenalkan anak-anak baru saya, Sahara dan Maysun.
*salim tangan

Tema kisah mereka sedikit berbeda cerita-cerita sebelumnya. Kalau kisah sebelumnya selalu dengan alur kenalan, suka, jadian, konflik, terus balikan, kali ini aku mulai alurnya dengan jadian. Jadi cerita ini lebih pada konflik yang dialami oleh orang-orang yang menjalin hubungan.

Jadi, selamat datang di Something, something end for something to begin. Selamat menikmati ceritanya bersama-sama.

Dan seperti biasa, cerita ini update sesempatnya, sedapatwaktunya, sedapat inspirasinya, sedapat musik yang pas buat ngerjainnya.

Demikianlah 😊

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 29 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Something (GxG)Where stories live. Discover now