V - 1

2K 351 6
                                    

Roya gelisah..
Tidurnya terlihat tidak nyenyak, keringat dingin membuat keningnya berkilau terkena cahaya bulan.
Benaknya memutar bayangan, seperti sebuah film tentang Silas dan masa lalu Mereka.
Bertemu laki-laki itu membuat ingatan yang berusaha dipendamnya kini kembali muncul dan menyiksa.
Mimpi-mimpi yang tak pernah lagi muncul kini kembali dan menghantui Roya...
.
.

Benarkah ada laki-laki setampan itu di dunia ini.?
Roya muda, Roya yang baru saja menerima ijazah SMA kini terus bertanya-tanya sepanjang malam hingga tak bisa tidur terbayang laki-laki yang tadi dilihatnya duduk di balkon rumah keluarga pemilik perkebunan yang terletak diatas bukit.
Tadi Roya singgah ke sana mengantar hasil kebun berupa pare, kebiasaan para pekerja di kebun, mereka suka memberi hasil kebun pada pemilik yang sudah memberikan mereka pekerjaan.

Roya terus memikir laki-laki yang kakinya digips dan duduk diatas kursi roda memandang ke bawah dengan tatapan kosong dan wajah putus asa.
Wajah itu bukan seperti wajah manusia, terlalu sempurna dan rupawan
Mungkinkah itu seorang malaikat yang singgah sebentar setelah lelah berputar-putar mengelilingi bumi.

Tidak. Tidak mungkin Roya salah lihat.
Besok Roya akan kembali, dia bisa membawa telur ayam kampung, kebetulan ayam betina di kandang pada bertelur semua.
Ibu tidak akan tau jika Roya mencuri sepuluh telur besok pagi dan diberikan pada nyonya Armin yang selalu menjadikan telur rebus setengah matang sebagai sarapannya.

Sanking semangatnya, besok pagi sebelum matahari menyinari dunia, Roya sudah keluar rumah, mengambil telur-telur di kandang kecil belakang rumah.
Saat ditanya Roya tinggal bilang sia tak bisa tidur.

Roya dengan sabar menunggu di bawah bukit, melihat sosok itu muncul dan duduk di tepi balkon.
Tanpa lelah Roya naik ke atas menggunakan kedua kakinya sedang biasanya keluarga Armin naik turun memakai mobil.

Roya sudah melihatnya, punggung lebar itu dan rambut tebal berwarna hitam berkilau yang kontra dengan kulit wajah yang pucat.
Dada Roya berdebar, bukan karena kelelahan mendaki bukit, keringat di telapak tangannya bukan karena dia berjuang mendaki bukit.
Itu semua karena laki-laki ini

Jelas dia bukan berasal dari kampung ini.
Dilihat dari pakaian dan tatanan rambut serta kulitnya, dia pasti berasal dari kota.
Lagipula mana mungkin bisa ada penduduk kampung yang duduk santai di rumah nyonya Armin,yang ada mereka bisa dilempar ke bawah bukit.

Roya berdiri di sana cukup lama sekedar mengagumi laki-laki itu yang masih tidak menyadari kehadirannya.
Roya tidak tamak, seperti ini saja sudah cukup.
Dia tidak bermimpi menggapai bintang di langit.
Dia tau sejauh apa tangannya bisa menjampau.
Lagipula dia hanya sekedar mengagumi.

Meski enggan perlahan Roya berbalik dia harus pergi, ada banyak pekerjaan yang menunggunya di rumah, dia belum masak untuk makan siang orangtuanya, belum lagi jika Rama bangun, kakaknya itu pasti kelaparan.

"Sial.!"

Roya berbalik mendengar makian keras dari si tampan.
Dia terpaku melihat laki-laki itu yang sudah jatuh dengan kursi roda yang terguling.
Tanpa berpikir Roya langsung berlari segera membantu membenarkan posisi kursi roda dan membantu laki-laki itu kembali duduk.
Roya kepayahan, laki-laki jauh lebih tinggi dan besar darinya, mereka berdua terengah begitu Roya berhasil mendudukkan kembali laki-laki itu ke atas kursi rodanya.

"Ada yang luka, mana yang sakit.?"
Roya memegang kaki laki-laki, memeriksa kalau-kalau kaki yang digips itu kembali terluka.
Dia khawatir melihat wajah tampan itu meringis dan memerah.
Tapi kekhawatirannya langsung hilang begitu tangannya ditepis dan di dorong.
Roya terdiam saat dia diamati dari atas ke bawah, rasa malu langsung menguasainya.
"Maaf." Ucapnya cepat-cepat.
"Aku.. aku. Namaku Roya. Aku mengantar telur ayam kampung untuk nyonya Armin."
Roya menelan ludah.
"Karena kau baik-baik saja. Jadi sebaiknya aku pergi.
Aku tidak akan menganggumu."
Roya menunduk lalu segera melangkah.

Lawyer Boss Where stories live. Discover now