"Aku tidak yakin--" Kepala menunduk jelas menerangkan keraguan yang menyerang. "Tapi, aku akan coba saran Mama," ucapnya lagi, sehingga mengundang kelegaan pada senyuman Kushina.

"Terima kasih." Kushina refleks mengusap-usap bahu putranya. "Mama tunggu di meja makan, ya. Mama masak makanan kesukaan kamu."

-----

Hinata Hyuuga berhenti di muka pintu sebuah apartemen. Sambil memegangi koper besar miliknya, dia pun menekan bel yang menempel di dinding. Barangkali si penghuni gedung memang sengaja menunggunya di dalam, hingga tak butuh waktu lama seseorang dengan sambutan manis menyapanya lewat bahasa ramah.

"Selamat datang, kamu Hinata 'kan?!"

"Iya, halo." Teguran balik tak kalah santun, si empu merundukkan sekejap kepalanya.

"Jangan sungkan seperti itu! Ayo, masuk! Aku sudah menyiapkan teh dan roti kukus untukmu."

"Saya jadi sangat merepotkan, ya?!"

"Ah, tidak-tidak! Silakan duduk, anggap saja tempatmu sendiri. Unit ini memang menjadi hakmu setahun ke depan. Aku benar 'kan?!" Si pemilik asli tertawa kaku. Tawa yang bagi Hinata mengandung makna tertentu. Sikapnya aneh, seolah dia sedang menutupi masalah.

"Nyonya Rukata, ada apa sebetulnya? Saya merasa Anda hendak mengatakan sesuatu."

"Ahahaha, maafkan aku. Terbaca jelas, ya?!"

"Ehm, begitulah." Hinata sekadar menyeringai tipis.

"Bagaimana ya memberitahunya. Aa, aku bingung harus berkata apa padamu. Jadi, Hinata--gedung ini, maksudku di gedung ini kamu tidak akan sendirian. Aku tidak punya pilihan ..."

"Ada penyewa lain?!"

"Y-ya."

"Kenapa bisa? Saya sudah bayar penuh. Dari awal Anda bilang bahwa hanya saya yang akan menempati gedung ini."

"Aku sungguh memohon maaf padamu. Semuanya kelewat tiba-tiba. Ceritanya panjang sekali. Tapi, aku bersumpah hal ini bertujuan untuk membantu. Dan cuma sebulan. Setelah sebulan, kamu pasti benar-benar sendirian menempati unit ini."

"Apa dia juga seorang gadis?"

"Laki-laki--"

"Apa?! Anda bercanda?!" Si pemilik gedung melongo segan, agak terkesiap dini mendengar nada keras dari ucapan Hinata. "Saya kelepasan," katanya lekas-lekas seiring tiga kali menjatuhkan kepala.

"Anak temanku, tepatnya sahabatku di masa kecil. Puluhan tahun dia tinggal di Jerman, kembali ke Jepang karena urusan keluarga. Dia juga berencana memulai kehidupan di kota ini. Namun, atas dasar satu perkara, dia--"

"Teman masa kecil Anda yang adalah seorang pria akan menghuni ruangan ini bersama saya?! Apa paman itu tidak bisa mencari apartemen lain? Sejujurnya saya ..."

"Bukan, bukan! Kamu salah mengerti kalimatku. Temanku juga wanita."

"Tetapi, Anda bilang laki-laki yang bakal berbagi ruangan ini denganku."

"Kamu belum mendengar seutuhnya penjelasanku." Deham ringan mengudara selaras Rukata, membenahi duduknya demi meyakinkan argumen berikut. "Temanku lahir di kota ini. Namun, keluarganya memutuskan bermigrasi ke Eropa. Dia menikah di sana dengan pria kulit putih asli dari sana. Sayangnya Hinata, aku tidak datang ke pesta pernikahannya. Yang kudengar mendiang suaminya sangat tampan. Perekonomian masa itu lumayan susah, jadi--maaf, maaf! Aduh, aku ini bicara apa, sih?!" Rukata meringis sebab menyaksikan kerutan tajam menghiasi raut tamunya. Tanpa sadar dia berhasil membuat Hinata Hyuuga kebingungan. "Yang berbagi ruangan denganmu adalah anaknya, pemuda seumuran kamu. Persis penuturanku tadi. Temanku kemari demi keluarganya. Dia akan berkunjung ke desa Shiiba. Tidak tahu pasti apa masalahnya, dia menitipkan putranya padaku untuk jaminan keselamatan. Aku dengar putranya itu tidak menyukai kota ini."

Lipatan sekon selanjutnya Hinata mendesah pasrah. "Saya pikir masalah besar juga bakal menimpa saya. Tapi, tidak ada opsi. Mustahil meminta uang saya kembali."

"Bisa kuberikan semestinya, andai uang itu belum dipergunakan. Hinata, kamu gadis yang baik. Aku sangat-sangat berterimakasih jika kamu sudi menolongku. Kamu akan tahu beratnya menolak teman." 

Sekali lagi dia mengembuskan napasnya, "Saya harap masalah itu tidak mengenai saya juga."

"Semoga." Tanggapan singkat Rukata sembari dia mengangguk-angguk, menunjukkan senyum getir bercampur kelapangan. Sekurang-kurangnya dia telah membantu teman masa kecilnya.

Hai... 😀

Met You BeforeWhere stories live. Discover now