Kami bertemu 2 monster sebelum matahari terbit

264 10 0
                                    

Ini tahun pertamaku di Perkemahan Blasteran. Seharusnya sekarang aku sedang melihat-lihat kampus baruku, MIT, alih-alih berada disini. Aku masih kaget dengan segala macam kejutan hari ini.

Saat langit masih gelap, aku dibangunkan oleh makhluk dengan mata yang sangat banyak. Hal pertama yang kulakukan adalah berteriak lalu, menyemprotinya dengan bubuk merica yang biasa diselipkan-di tas sekolah, laci, dan kantong celanaku-oleh Leo, kembaranku yang 7 detik lebih tua dariku. Monster itu kehilangan fokus sebentar tapi matanya yang lain baik-baik saja. Dia terlihat murka dan tak berhenti menggeram.

"Hey, lihat disana!" kataku setengah berteriak sambil menunjuk jendela.

Kalau aku mengatakannya pada temanku, mungkin mereka akan mentertawaiku tapi yang kuhadapi sekarang adalah makhluk yang mungkin bisa disebut monster. Dia boleh kuat tapi, dia terlalu bodoh untuk menyadari kalau yang tadi itu hanyalah lelucon yang sudah basi. Saat dia memalingkan pengelihatannya pada jendela kamar yang biasa kubuka, aku segera berlari keluar kamar menuju kamar Leo. Dia tidak disana. Sial, jangan-jangan dia sudah dihabisi oleh monster itu. Sekarang gantian, aku yang murka. Aku berlari menuju dapur mengambil pisau dan berniat kembali ke tempat dimana monster tadi menyerangku. Aku terkesiap saat mendengar suara Leo. Dia memanggilku. Aku mendatangi asal suara dan mendapatinya masih hidup.

"Kita harus pergi sekarang." katanya saat melihatku.

"Tadi itu apa? Makhluk tadi di mana?" tanyaku

"Itu tadi monster bermata seratus. Ini pertanda buruk." katanya sambil berjalan menuju kamarnya tergesa-gesa mengambil ransel.

"Bagaimana... Leo ceritakan padaku apa maksudnya semua ini."

"Kita tidak punya banyak waktu. Satu monster sudah datang yang artinya monster lain dalam perjalanan."

Dia berjalan menuju garasi. Aku mengekor dalam diam. Banyak pertanyaan yang belum terjawab dibenakku. Saat kami memasuki mobil, Leo menancap gas. Dia mengendarai mobil dengan kecepatan penuh menuju Long Island.

Kami berhenti di bukit berhutan lebat. Aku bisa merasakan sesuatu mengikuti kami dari belakang.

"Leo, kau merasakan sesuatu?" tanyaku.

"Turun dari mobil, kita harus segera sampai disana. Ikuti aku."

Kami turun dari mobil dan pontang-panting berlari menuju entah kemana. Aku tidak tahu tujuan kami, tapi lebih baik Leo tahu karena aku tidak ingin bertemu monster lagi bahkan sebelum matahari terbit.

"Itu pohonnya! Cepat Liz! Aku merasakan sesuatu semakin dekat." katanya.

Sejujurnya aku juga merasakannya tapi aku memilih diam dan berlari menyusulnya. Kami berhasil melewati pohon pinus dan masuk ke Perkemahan Blasteran sebelum monster dengan mata satu bisa menyerang kami. Aku melihatnya bersusah payah menjangkau kami tapi, sepertinya ada batas tak kasat mata yang tidak bisa dilewati monster itu.

Di sela-sela keterkejutanku, diam-diam aku bersyukur diberikan mata yang cukup. Tidak lebih dan tidak kurang. Tiba-tiba aku merasa mual. Aku baru sadar bibirku bergetar. Kaki juga bergetar dan tanganku dingin.

"Itu tadi Cyclops." kata Leo.

Aku menatapnya nanar. Emosiku memuncak. Apa yang baru saja dia katakan? Cyclops? Yang benar saja! Aku tidak ingin pernyataan singkat itu. Aku tidak ingin dia berubah jadi ensiklopedia monster. Dan sejak kapan dia tahu semua nama monster? Sejak kapan dia tahu tempat ini?

Aku sudah ingin menumpahkan emosiku padanya tapi, sepertinya aku melihat manusia setengah kuda berlari menuju tempatku diikuti manusia berbadan normal seperti aku dan Leo.

"Sial, setelah jauh-jauh kesini pontang-panting, kita masih bertemu monster? Persetan dengan pelindung tak kasat mata tadi! Ini semua omong kosong." kataku setengah berteriak.

"Pelankan suaramu. Itu bukan monster." jawabnya sambil berbisik.

"Kau buta, dia manusia setengah kuda, kau menyebutnya apa selain monster?"

"Tidak semua yang tidak normal itu monster, bodoh. Itu Centaurus. Berperilakulah yang sopan atau kita akan didepak dari sini dan mati konyol di tangan monster tadi."

Manusia setengah kuda yang tadi disebut Centaurus sudah berada didepan kami. Setelah kuperhatikan, Centaurus ini adalah lelaki setengah baya yang wajahnya dipenuhi kumis dan jenggot, badannya dari pinggul ke ujung kaki berbentuk badan kuda. Dan manusia normal yang sedang mengelilingi kami membentuk setengah lingkaran adalah laki-laki dan perempuan seusia Leo dan aku.

"Selamat datang di Perkemahan Blasteran. Siapa nama kalian?" ujar Centaurus tadi.

Aku menganga lalu melirik ke arah Leo. Kami hampir saja dihabisi Monster bermata satu yang disebut Cyclops dan Bapak tua berbadan kuda ini dengan tenangnya hanya menanyakan nama kami? Dia sebaiknya menanyakan keadaan kami karena aku merasa sekarat. Mungkin sebentar lagi aku akan mati kena serangan jantung karena tak berhenti terkejut sepanjang hari.

"Aku Leo dan ini kembaranku, Liz." jawab Leo.

"Apa kalian baik-baik saja?" tanya si Centaurus.

"Itu pertanyaan pertama yang seharusnya anda tanyakan, Tuan Centaurus." kataku.

"Liz!" Leo melototke arahku.

"Tidak apa, itu salahku. Apa kalian sudah ditentukan?" tanya si Centaurus.

"Ya, kami anak Dewi Athena." jawab Leo.

"Kita apa Le?" tanyaku spontan.

Aku tidak menyangka apa yang baru saja kudengar. Aku pasti sudah gila.


Anak-Anak Athena: si Kembar HalbartМесто, где живут истории. Откройте их для себя