"Baiklah," jawab putri Esther singkat, "tapi pikirkan lagi kesehatan ibunda, ibunda mengurus semuanya sendirian, sedangkan aku sibuk mengurus urusan pernikahan ku dengan William." Tegas putri Esther kemudian. Annelise benar-benar lupa rupanya, bahwa kakaknya, Putri Esther akan menjadi ratu kerajaan utara sebentar lagi. Ya, pangeran William akan menikahinya dalam hitungan hari. "jangan lupa juga, kakakmu Morgan itu sibuk dengan pekerjaan di pemerintahan, tentu saja ibunda mengharapkanmu pulang," Esther menyentuh lembut tangan Annelise, "kau tahu betul kan bagaimana tabiat Anastasya? Ia masih terlalu dini untuk membantu ibunda mengurus kediaman." Esther tersenyum, dan senyum inilah yang selalu membuat Annelise merasa bersalah.

Ia ingin pulang, membersamai ibunda, tapi apa boleh buat? Semua orang akan menjauh saat menatapnya. Annelise yakin dengan kehadirannya di Istana akan menjadikan tempat yang hangat itu menjadi suram, sepi, dan mencekam. Pasalnya, Annelise dianggap sebagai pembawa kesialan oleh Duke sehingga Duke tidak pernah setuju untuk membiarkan Annelise tinggal di Istana sekalipun di halaman belakang yang kumuh. Sebabnya, sang raja hanya bisa membiarkan Duke tetap tinggal di paviliun halaman utara Istana dan meminta pada Annelise untuk tidak tinggal di halaman Istana, menyedihkan.

Kereta kuda berhenti, Annelise dan Esther turun. Seluruh mata menatapnya, terpaut pada kecantikan mereka berdua. Sebagian dari mereka memuji kecantikan keduanya, dan Sebagian yang lainnya tentu membicarakan Annelise, berbisik lirih agar tak tersengar olehnya.

 Sebagian dari mereka memuji kecantikan keduanya, dan Sebagian yang lainnya tentu membicarakan Annelise, berbisik lirih agar tak tersengar olehnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Waw, sudah datang rupanya kalian berdua. Indah sekali mahkota berlianmu Putri Annelise, bukan untuk memikat pria di sin ikan?" Annelise membungkukkan badannya sedikit membentuk salam penghormatan pada lelaki itu, "hahaha," lelaki itu tertawa nyaring.

"Salam Pangeran," dia adalah Morgan Adalgiso, sang pewaris tahta kerajaan ayahnya.

"Ah tidak perlu sungkan Anne, aku ini kakakmu, tidak perlu se sopan itu padaku," ujar Morgan tersenyum genit, "oh ya, salam kepada putri Esther," lanjut Morgan mengepalkan kedua tangannya sedikit tertekuk ke depan memberi salam penghormatan pada Esther, Esther tersenyum. Annelise yakin, jika ia tak datang dengan putri Esther malam ini mungkin tidak ada yang memandang hormat padanya saat ini. Ia yakin bahwa seluruh masyarakat akan berbisik-bisik tentangnya.

"Dimana Duke?" tanya Esther

"Didalam, masuklah!" Morgan mempersilakan, berjalan berdampingan bersaman Annelise dan Esther, seluruh manusia memberi hormat pada mereka bertiga.

Dugaan Annelise terbukti, bahkan belum sampai pada tempat Duke duduk, ruangan itu telah penuh dengan belasan wanita-wanita yang melenggok-lenggok, sesekali Morgan merayu mereka, mengedipkan sebelah matanya pada salah satu penari bayaran, sungguh menjijikkan, muak – batin Annelise.

"Salam kepada Duke, Salam Putri Falisha." Annelise, Esther dan Morgan memberi salam bergantian pada Duke dan putri Falisha.

Putri Falisha ialah bibi kandung mereka, ia adik sulung Ratu Miriam, sang ibunda. Sedangkan Duke adalah sepupu dari Raja Adalgiso di Kerajaan Barat. Duke yang berasal dari Kerajaan timur menikahi putri Falisha di kerajaan barat sehingga Raja Adalgiso memintanya untuk tetap tinggal di Kerajaan barat.

Malam itu, pesta sungguh meriah, namun bagi Annelise tidak ada yang istimewa, justru ia merasa bahwa disini bukan tempatnya. Ia keluar menuju halaman samping kediaman putri Falisha, berjalan perlahan menikmati malam, langit dihiasi gemintang begitu indah malam ini. Annelise mengerenyit menatap sesuatu yang bergerak di luar gerbang sana, seperti seorang yang tertatih jalannya.

 Annelise mengerenyit menatap sesuatu yang bergerak di luar gerbang sana, seperti seorang yang tertatih jalannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Annelise mengangkat gagang lentera nya keatas sedikit, mempercepat jalannya ke arah anusia itu. Semakin cepat Annelise melangkah, semakin cepat pula orang itu tertatih. Annelise berjalan mengejar cukup jauh, sampai tiba-tiba orang itu berbalik badan dan mengeluarkan belati kecil miliknya, memberikan perlawanan kearah Annelise.

"Kau adalah pembawa sial kerajaan barat," ucap manusia itu melempar belati miliknya kearah Annelise. Annelise terkejut, menjatuhkan gagang lentera yang digenggamnya, segera ia berbalik untuk berlari, namun sungguh belati itu melukai kakinya, dan ia tersungkur secara tiba-tiba, kepalanya terbentur jalanan dengan ringan. Annelise berusaha sekuat tenaganya untuk menjauh sekalipun ia harus merangkak dan terseok-seok, sialnya disana sepi, tak ada orang selain dirinya, bahkan sosok yang tertatih pun menghilang secara tiba-tiba.

Seseorang datang dari kejauhan, Annelise rasa dia benar-benar melihat seseorang datang, pandangannya buram, ia masih terus merangkak sekuat yang ia bisa, dan mereka semakin dekat. Sialnya,

Bukh.... Annelise tak sadarkan diri.

Bersambung....
------------------------------------------------------

Baca juga ya, Perih pertama yang diambil dari kisah nyata

Mawar yang PatahWhere stories live. Discover now