Pertemuan ini membuat Mima merasa senang dan cemas disaat yang bersamaan. Karena penolakan yang dulu sempat dia dapatkan, sedikit banyaknya memberikan tekanan tersendiri bagi Mima.

Dia ingin menunjukan bahwa meskipun keluarganya tidak utuh, namun mereka tetap kompak dalam urusan anak. Ya meskipun ternyata tidak sekompak itu.

Sesampainya di restoran fancy dinner tempat dimana Mima sudah janjian sebelumnya dengan Arlan, Mima langsung mengajak kedua orang tuanya menuju meja yang sudah di reservasi dan katanya Arlan sudah sampai lebih dulu. Mima sengaja menggandeng papa dan mamanya sehingga mereka kali ini terlihat seperti keluarga yang harmonis, membuatnya tidak dapat menahan senyuman.

Melihat bahwa kekasihnya sudah tiba, Arlan pun bangkit dari duduknya untuk menyambut kedua orang tua Mima serta adik kecil wanita itu. "Selamat malam, Om, Tante, bagaimana perjalanannya?" Mima menipiskan bibirnya, mencoba untuk menahan tawa saat melihat bagaimana kakunya seorang Arlan.

Pria itu jadi terlihat seperti menyambut turis ketimbang orang tua pacar. "Malam. Malam ini jalanannya lumayan lancar, sepertinya mendukung karena Mima udah gak sabar mau ketemu pacarnya." Mega menimpali dengan jenaka membuat Arlan tersenyum malu, sebelum akhirnya sapaan antar kedua orang tua berlangsung.

Suasana restoran ternyata sangat mempengaruhi, dimana biasanya mereka makan di tempat biasa ketika jalan berdua, rasanya langsung jadi sangat menegangkan ketika makan malam di tempat serius seperti ini. Ditambah dengan papa Mima yang auranya agak mengintimidasi membuat semua orang malah ikut-ikutan jadi tegang.

Mima melirik Arlan dan menyadari bahwa pria itu sedari tadi memperhatikannya. Lantas ia menautkan sebelah alis membuat si pria memiringkan kepala sambil tersenyum miring dan mouthing, "Kamu cantik banget!"

Hal itu berhasil membuat kedua pipi Mima bersemu malu. Bisa-bisanya pria itu mencari kesempatan dalam kesempitan seperti ini.

Setelah memastikan semua orang selesai dengan appetizer yang dihidangkan, Arlan berdeham pelan, mencoba untuk mencuri waktu untuk berbicara sekalian menunggu hidangan utama datang.

"Sebelumnya saya mau ucapin terima kasih sama Om dan Tante yang udah nyisihin waktunya untuk bersedia menyetujui undangan dinner kami." Kedua orang tua Mima sama-sama memusatkan perhatian mereka pada Arlan.

"Terima kasih juga atas undangannya. Kami merasa tersanjung karena bisa berkesempatan untuk bertemu dengan keluarga Bapak Chandra Wiratama," jawab Bastian membuat kedua orang tua Arlan sontak tertawa pelan. Padahal yang mengundang kan Arlan.

"Tentunya bukan hanya anda. Kami juga senang bisa bertemu dengan keluarga Jemima." Mega hanya tersenyum manis dan melirik Mima yang terlihat tersipu sedari tadi.

Arlan kembali menyambung ke pembahasan awal, "Sebenarnya dinner ini bukan hanya bertujuan untuk mengenalkan dua keluarga saja. Tapi ada yang ingin saya sampaikan juga pada Mama, Papa, Om, dan Tante selaku orang tua Jemima." Mima merasakan jantungnya berdebar dua kali lebih cepat sekarang ketika melihat ekspresi Arlan yang lebih serius dari sebelumnya. "Ini sudah setahun setelah saya dan Jemima mulai dekat, sampai akhirnya kami sama-sama sepakat untuk saling mengenal dalam jalur pacaran. Saya merasa bahwa waktu ini cukup untuk meyakinkan diri, jika saya ingin mengajak Jemima menuju jenjang yang lebih serius lagi. Tentunya atas restu dari Om dan Tante. Sebelumnya saya sudah merundingkan ini dengan keluarga saya, dan mereka sudah setuju juga menyukai Jemima sebagai pasangan saya.

"Ini tidak bisa dibilang cepat, karena sudah banyak hal yang kami berdua lalui selama beberapa bulan menjadi rekan sampai akhirnya kami berpacaran. Saya melihat Jemima sebagai perempuan yang tangguh dan saya merasa cocok setiap kali kami berdiskusi, maka dari itu saya berpikir ingin menjadikan Jemima partner hidup di masa depan saya. Singkatnya, saya ingin melamar Jemima." Dalam beberapa tarikan napas, Arlan berhasil menyampaikan tujuannya dihadapan kedua orang tua mereka meskipun jantungnya sejak tadi rasanya seperti hendak lompat ke perut, menyadari jika Bastian sedang menatapnya seperti seekor singa.

Untuk sesaat keheningan menguasai meja mereka, semua orang terlihat sedang berpikir ---dan mungkin terkejut diwaktu yang bersamaan. Apalagi orang tua Mima tidak menyangka kalau dinner ini ditujukan untuk sebuah lamaran.

Bastian menghela napasnya membuat Arlan refleks menegakan tubuhnya. "Saya sudah menebak kalau cepat atau lambat, anak perempuan pertama saya akan dipinang oleh pemuda lain." Arlan memandang secara lekat pria dengan rambut setengah beruban dihadapannya. "Saya sangat mengapresiasi keberanian kamu, dan saya tau jika selama ini kamu yang selalu berusaha menjaga putri saya. Saya sangat berterima kasih karena kamu bisa ada disamping Jemima, saat anak saya sendirian."

Kedua mata Mima terasa memanas setelah mendengar apa yang baru saja papanya katakan. Situasi yang sedang serius semakin mendukung kalimat Bastian barusan untuk membuatnya menangis.

"Mungkin tidak banyak yang tau jika orang tua Jemima sudah lama bercerai, dan selama itu juga Jemima sendirian. Meski saya dan Mama Jemima tetap mencoba memberikan kasih sayang padanya, hal itu tetap tidak akan bisa mengganti kebahagiaan Jemima yang kami rusak dengan perpisahan. Dan saya sangat bersyukur saat tau putri saya diterima dengan baik oleh keluarga Nak Arlan." Arlan tersenyum tipis seraya menganggukan kepalanya. "Tidak ada alasan bagi saya untuk menolak niat baik Nak Arlan. Tapi tetap saya kembalikan semua keputusan pada Jemima. Saya dan Mamanya Jemima memberikan restu serta do'a baik demi kalian berdua," putus Bastian yang berhasil memberikan kelegaan luar biasa bagi Arlan. Sebuah beban berat yang sejak tadi menekan bahunya, kini terangkat begitu saja.

Mima mengusap sudut matanya yang berair dan terperangah ketika Arlan bangkit dari duduknya lalu melangkah ke arahnya. Pria itu berdiri menjulang dihadapannya dengan tangan kanan terulur, hingga Mima menerimanya dan turut berdiri.

Kini keduanya sukses menjadi pusat perhatian kedua orang tua dan adik Mima.

Arlan bergerak mengambil sesuatu dari balik saku jasnya, bola mata Mima berbinar ketika melihat sebuah kotak beludru merah berisikan cincin satu permata. Terlihat sederhana namun tak mengurangi keindahannya.

Mima menyorotkan tatapannya tepat dikedua mata Arlan. "Jemima, didepan kedua orang tua kita yang menjadi saksi. Apa kamu mau menikah dengan aku?" Demi apapun jika ini hanya mimpi, Mima rela bahkan kalau dia tidak pernah bangun lagi.

Dengan air mata yang menetes, Mima menganggukan kepalanya. Menjadi jawaban bahwa dia menerima lamaran Arlan didepan keluarga mereka, membuat Arlan tersenyum bahagia pun dengan orang tua mereka.

Arlan mengamit jemari sang wanita dan menyematkan cincin tersebut pada jari manis Mima, lalu menariknya ke dalam pelukan. "Terima kasih," bisiknya didekat telinga Mima.

Wanita itu membalas pelukannya tak kalah erat. Bahkan yang seharusnya mengatakan itu semua adalah dirinya, mengingat selama ini Arlan lah yang banyak berusaha untuk membuatnya bahagia.

"I love you, Pak Arlan."

"Of course. I love you too," balas Arlan diakhiri kecupan singkat di puncak kepala Mima membuat Chandra langsung berdeham cukup keras, menarik atensi sepasang muda-mudi tersebut.

"Masih ada orang tua loh, disini!" Keduanya sontak meringis malu membuat dua pasang orang tua tersebut sama-sama menertawakan mereka.

Arlan melingkarkan lengannya pada pinggang Mima, merasakan hatinya penuh oleh kehangatan melihat semua orang terlihat bahagia. Dia menoleh untuk mendapati Mima yang mendongak menatapnya.

Kini tujuannya sudah jelas, yaitu Jemima.

•Beloved Staff•

-Dibuang sayang-

"Papa tadi kenapa diem aja, sih? Katanya mau bantu Arlan ngomong ke papanya Jemima?"

Arlan melirik papanya dengan ekspresi kentara kesal. Pasalnya Chandra sudah berjanji sekaligus berbicara penuh percaya diri, kalau beliau akan membantu Arlan saat meminta restu pada Bastian.

Chandra pun menoleh. "Tadinya sih, begitu."

"Lah, terus?"

"Sebelum Papa tau kalo papanya Jemima mukanya serem. Papa juga jadi jiper, Nak!"

"Halah! Papa yang bener aja!"

Alhasil Chandra hanya cekikikan menahan malu didepan anaknya sendiri.

•••••

Wkwk ngetik segini aja pala rasanya puyeng banget. Ternyata nulis emang gak gampang ya, guys:v

Spoiler: Satu part lagi tamat!

My Beloved Staff (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang