Bagian 28

50.8K 3.8K 41
                                    

Segalanya masih terasa seperti mimpi.

Padahal sebelumnya Mima sudah benar-benar putus asa dan pasrah kalau memang dia harus move on akibat cintanya yang bertepuk sebelah tangan, meski terasa berat dan mungkin butuh waktu lama untuk memulihkan hati, Mima tidak pernah merasa masalah.

Tapi keadaan justru dalam sekejap berbalik, orang yang sempat membuatnya galau dan frustasi, kini berada didekatnya ---dapat Mima gapai, sentuh, dan rasakan kehadirannya.

Jadi, ciuman dan pelukan mereka tadi bukanlah sebuah ilusi? Itu nyata.

Mima menyentuh bibirnya, rasanya dia seperti masih merasakan sensasi ciuman mereka. Memang bukan yang pertama, tetapi ciuman itu terasa lebih bermakna dan memberi kesan kuat lebih dari ciuman pertama. Arlan handal dalam permainan tadi, tiap sentuhannya begitu lembut namun tetap berhasil membuat Mima merasa terbuai. Seperti disayang.

Refleks bibirnya berkedut menahan senyum dengan kedua pipi yang memerah. Malu sekali.

"Kamu baik-baik aja?" Pertanyaan dari Arlan yang sejak tadi duduk disampingnya, tepatnya di kursi kemudi, sukses membuyarkan lamunan Mima dan membuat perempuan itu menoleh padanya dengan tampang cengo.

"Y-ya? Ah, aku baik-baik aja, kok!" jawabnya dengan terbata, lalu meringis pelan.

"Muka kamu merah banget. Apa perlu kita puter balik ke rumah sakit? Mumpung belum jauh," keukeuh Arlan ketika menyadari perubahan ekspresi Mima yang langsung saja wanita itu tanggapi dengan gelengan.

Yang benar saja mereka harus balik ke rumah sakit hanya karena mukanya memerah. Dokter mungkin akan menertawakan mereka karena datang dengan keluhan pipi merona.

"Aku beneran gakpapa. Serius! Gak perlu balik ke rumah sakit lagi, aku mau pulang." Arlan menatap Mima sejenak, lalu merengkuh tangan wanita itu dan menggenggamnya erat.

Mima tersentak ketika Arlan menciumi punggung tangannya, berulang kali hingga membuatnya tersenyum geli melihat kelakuan pria itu.

"Aku beneran takut kamu kenapa-napa. Jadi, kalo ada yang kamu rasa gak enak langsung kasih tau oke?" Arlan berkata dengan nada yang benar-benar khawatir.

Apa sih? Kenapa jadi perhatian begini? Mima merengek dalam hatinya, tidak tahan dengan perhatian yang pertama kali Arlan tunjukan secara terang-terangan padanya.

Ternyata tetap saja butuh waktu untuknya terbiasa dengan hal tersebut. Tapi Mima tetap suka, rasanya geli-geli gimana gitu.

"Maaf udah bikin khawatir."

"Aku gak akan maafin orang yang udah celakain kamu." Perkataan tersebut membuat Mima langsung teringat pada alasan mengapa dirinya sampai dibawa ke rumah sakit.

Emosinya mendadak naik tatkala seseorang sengaja mengurung didalam gudang, bahkan sampai menaruh banyak tikus hanya untuk menakutinya. Kenapa Mima sampai berpikir ke sana? Karena Mima tahu, meski gudang di kantor jarang dikunjungi karyawan, tetapi pihak mereka sangat strict. Tidak mungkin membiarkan seekor tikus sampai berhuni dalam kantor.

Dan hanya ada nama tertentu yang terlintas dalam benaknya.

Mima menatap tiap lekukan wajah Arlan dengan lekat. Pria dihadapannya telah bersumpah akan selalu melindungi dan juga ada dipihaknya dalam kondisi apapun, sekali saja Mima memanfaatkannya tidak masalah kan?

"Pak Arlan," panggilnya dengan nada lembut, membuat si pemilik nama berdeham menimpali. "Kayaknya ... aku tau siapa orangnya."

Pengakuan Mima menarik atensi Arlan sepenuhnya, mobil yang mereka kendarai berhenti tepat di parkiran basement gedung apartemen Mima. Melihat tampang wanita itu yang menunjukan keseriusan membuat Arlan turut merasakan gejolak serupa.

My Beloved Staff (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang