Episode 02: Anak Panah, Doa, dan Surga

Start from the beginning
                                    

"Nggih, Om."

Azmi tidak mengindahkan ucapan Yossy, matanya sudah setengah sadar. Suaranya terdengar letih.

"Begadang jangan begadang." Kembali Yossy menjahili Azmi.

"Nggih."

Yossy terdengar ketawa kecil di balik punggung Azmi. "Kalau tiada artinya."

Suara Azmi masih bisa terdengar meski samar-samar. Ia mengucapkan "nggih" sampai suaranya hilang dan tertidur pulas. Yossy yang masih ada di belakang punggungnya melihat Azmi yang tertidur tertawa dalam hati dengan sangat puas. Bukan Yossy kalau tidak memiliki kebiasaan menggoda keponakannya itu.

***

Sebelum balik ke Blitar, pagi itu Azmi mengantar Yossy kembali ke tempat latihan memanah yang jaraknya tak cukup jauh dari rumah Yossy, bukan karena ingin latihan memanah tetapi mereka kembali untuk mengambil sorban Azmi yang tertinggal di loker tempat penitipan barang. Saking terburu-burunya kemarin, Azmi lupa kalau ia memakai sorban putih kesayangannya yang dihadiahkan dari Kyai Akhyar—pendiri Pondok Pesantren Darul Akhyar di Wonosobo—sewaktu menghadiri acara majelis taklim dulu.

"Lagian kenapa pakai lupa segala, sih, Dek?" tanya Yossy yang sedang menyetir mobil.

"Ya, namanya juga kemarin terburu-buru, Om," jawab Azmi.

"Tapi yakin kan sorban kamu ketinggalan di loker?"

Azmi manggut. "Nggih, kuncinya aja sama aku, Om." Ia mengangkat kuncinya, diperlihatkan pada Yossy.

Yossy berdeham. "Kenapa juga dilepas segala? Padahal cuman manah doang, bukan lari maraton."

Azmi mengembuskan napas pasrah, ia tidak menanggapi celotehan Yossy kali ini, pandangannya kini dialihkan ke luar jendela. Mobil kian melaju pelan menyusuri jalanan sepanjang alun-alun kota yang masih tergenang air hujan bekas semalam.

Setelah beberapa menit berlalu, mereka akhirnya tiba di tempat latihan memanah. Azmi langsung bergegas turun dari mobil dan menuju tempat loker yang ada di sisi kanan ruang peralatan memanah. Azmi kemudian membuka loker nomor tujuh dan alhasil, sorbannya tidak ada di sana. Sontak mata Azmi membelalak. Innalillah, ucapnya dalam hati sembari ia memastikan kembali dengan merogoh loker yang kosong tersebut sampai ke dalam-dalamnya.

Azmi mulai panik, ia melempar tatapan ke segala penjuru, tapi tak satu pun penjaga di bagian loker terlihat, tepatnya mereka belum ada yang datang karena masih sangat pagi untuk memulai kerja. Azmi terus mencari di sudut-sudut loker barangkali tercecer, tapi tetap saja tak ketemu. Sorban itu sangat berarti untuk Azmi, kalau sampai hilang maka ia tidak tahu bagaimana perasaannya.

"Gimana? Sorbannya ada, kan?" tanya Yossy saat Azmi kembali ke dalam mobil.

Setelah menutup pintu, Azmi berkata, "Nggak ada, Om. Mungkin diamankan sama petugasnya. Kita nunggu dulu ya om sampai petugasnya datang." Ia sudah mulai frustasi.

"Azmi ... Azmi, kamu toh teledor sekali. Kok bisa hilang, sih?"

"Nggak hilang, kok, Ommm. Pasti ada kok, pasti diamankan sama petugasnya. Kita nunggu aja, ya, Om," dijawab Azmi meyakinkan Yossy kalau sorban tersebut tidak benar-benar hilang.

Yossy menuruti permintaan Azmi, mereka pun menunggu beberapa waktu sampai salah seorang petugas loker yang memakai kaos hitam sudah ada duduk di tempat loker. Azmi pun menghampirinya, dan mempertanyakan sorbannya yang tertinggal. Azmi yakin kalau sorbannya benar-benar terakhir ia simpan di loker nomor tujuh tersebut dan kuncinya pun masih ada di dia. Akhirnya, petugas tersebut mencari barang-barang yang biasanya tertinggal atau tercecer dari pengunjung diamankan di dalam office.

Sang PelitaWhere stories live. Discover now