Arlan egois, katakanlah begitu. Tetapi Arlan tidak ingin melepaskan sesuatu yang sudah dia tekadkan menjadi miliknya.

•Beloved Staff•

Hembusan angin yang kencang tak membuat Via mengurungkan niatnya untuk berada di pusara sang sahabat atau memutuskan berbalik arah karena cuaca dingin. Wanita itu nampak terduduk diatas rumput hijau dengan sebuah buket bunga yang baru saja ia letakan di atas tanah yang masih terlihat basah, disertai nisan berukiran nama sahabatnya.

Dia terdiam cukup lama, hanya memandangi gundukan tanah tersebut dengan hati yang getir. Ingin marah, entah pada siapa. Semua emosinya tercampur hingga menumpuk tak terkendali dan yang hanya bisa dia lakukan hanyalah menangis.

Dihari saat Rosa baru disemayamkan, Via adalah salah satu orang yang nyaris tidak mengeluarkan air mata. Bukan tidak bersedih, tetapi dia mencoba menguatkan diri demi Mima yang sudah histeris sehingga tak sadarkan diri. Via ingin ada disamping Mima dan membuatnya merasa tenang, hingga tanpa sadar melupakan perasaannya sendiri.

Dan kali ini Via menumpahkan segalanya, tanpa takut seorang pun tahu karena dirinya sendirian.

Kehilangan sahabat yang nyaris setiap hari bersamanya, ternyata begitu menyakitkan. Meski tiap pertemuan mereka hanya diisi dengan ledekan, tetapi hal itu bukan menjadi alasan bagi Via tidak menyayangi Rosa. Via merindukan Rosa lebih dari apapun.

Andai dia tahu bahwa waktu mereka sesingkat ini, mungkin Via akan membuat kenangan bahagia lebih banyak agar tidak ada penyesalan.

"Cha, katanya lo mau liat gue nikah. Terus kenapa lo malah ninggalin gue duluan? Bukannya yang harusnya mati dulu tuh gue, ya? Diantara lo sama Mima, cuman gue yang hidupnya gak punya harapan apa-apa. Bahkan gue pikir, gue gak masalah kalo pun harus mati lebih dulu setelah liat kalian bahagia. Tapi kenapa lo malah curang dan ninggalin kita duluan?" Suaranya bergetar, air matanya terus mengalir deras berjatuhan ke atas tanah.

Via mengusap air matanya mencoba untuk menghalau cairan tersebut menghalangi jarak pandang, meski percuma karena nyatanya lagi-lagi terus keluar. "Rosa, gue kangen sama lo. Gue ... gak punya siapa-siapa sekarang. Disaat satu-satunya alasan gue bertahan cuman kalian ... kenapa lo harus pergi? Demi Tuhan, Rosa ... gue gak akan pernah maafin orang itu. Demi Tuhan, rasanya sakit banget!" Isakannya semakin keras, Via menangkup wajahnya sembari meraung, mengeluarkan semua beban yang selama ini menyumbat didalam dadanya.

Hingga tiba-tiba sebuah tangan memeluknya dengan erat dari samping membuat Via tersentak lalu melihat siapa yang datang. Ia sedikit tertegun saat mendapati Mima yang melemparkan senyuman padanya, kedua matanya terlihat berkaca-kaca sebelum akhirnya menyandarkan kepala Via pada bahunya.

"Lo selalu bilang sama gue, kalo lo akan selalu ada disamping gue. Gue gak sendirian karena ada lo. Tapi kenapa lo gak pernah bilang kalo lo butuh gue? I know, sahabat harusnya saling ngerti tanpa perlu bilang, 'kan? Tapi jujur, lo adalah orang paling kuat yang pernah gue kenal, Vi. Lo selalu mastiin gue dan Rosa baik-baik aja, bahkan lo selalu menomor duakan diri lo demi kita. Dan sekarang, boleh kan kalo gue pengen yang jadi pelindung lo? Lo bisa nangis sekeras apapun yang lo mau karena gak akan ada yang akan menghakimi. Lo boleh keluarin sisi lemah lo, karena kita gak bisa selamanya kuat, 'kan? Ada gue, Via. Gue disini sama lo." Ungkapan tersebut membuat hati Via semakin buyar, wanita tersebut membalas pelukan Mima tak kalah erat dan menumpahkan tangisannya di bahu Mima.

Tidak peduli akan suaranya yang mungkin mengganggu, Via hanya ingin hatinya merasa lega tanpa takut dipandang lemah. Seperti apa kata Mima.

Dari kejauhan, seseorang yang sedari tadi mengawasi mereka tersenyum manis dan terlihat menghela napas lega, sebelum akhirnya ia berbalik arah lalu pergi dari tempat tersebut.

My Beloved Staff (TAMAT)Where stories live. Discover now