Kaila mendongak dan mendapati Jake berdiri di depannya. Alih-alih menjawab, ia spontan malah balik melontarkan pertanyaan. "Jake? Ngapain lo di sini?"

"Sekolah,"

Kaila menegakkan diri sepenuhnya. Ya memang tidak salah sih. Tapi bukan itu maksudnya wahai tinta pemilu.

"Yok masuk," ajak Jake. Kemudian mereka kompak berjalan menuju ruang kelas.

"By the way, thanks buat jawaban semalem. Ntar gue traktir deh, itu kan syaratnya?" celetuk Kaila saat mereka berada sudah berada di tengah koridor.

Jake meliriknya. "Enggak. Siapa bilang? Bukan itu syarat yang mau gue kasih ke lo,"

Langkah Kaila berhenti mendadak. "Bukan?" tanya Kaila dengan kening mengerut.

Jake menggeleng sambil tersenyum simpul. "Nanti gue kasih tahu,"

Kaila menatapnya penuh curiga. Memindai tubuh Jake dari atas sampai bawah. Jaket hitam milik brand ternama membaluti seragam pria ini. Sepatunya juga bukan sepatu murahan. Dia— tidak akan minta sesuatu yang mahal kan?

Bahunya merosot seketika. Jake yang memperhatikan gadis ini pun tertawa geli. "Astaga. Gak bakal aneh-aneh, kok. Gue bukan penjahat,"

"Bener?"

"I swear."

"Oke." balas Kaila sambil berjalan masuk ke dalam kelas mendahului Jake.

Sesampainya di bangku, mereka tidak banyak berkomunikasi lantaran sang guru masuk beberapa saat setelah mereka berhasil duduk di kursi.

°°°

Netra Kaila memindai susunan buku-buku yang tersusun rapi di rak bercat cokelat. Belakangan ini, perpustakaan sekolah menjadi tempat kesukaannya dalam menghabiskan waktu. Adakalanya ia ditemani oleh Sekar dan Hana. Adakalanya seorang diri.

Seperti sekarang ini— sendiri sambil menikmati hal yang digemari.

Tangannya bergerak mengambil satu buku nonfiksi yang ada di hadapannya. Membawanya ke ruang baca. Duduk di sana dengan tenang.

Kursi di hadapannya bergeser. Seseorang mengambil alih di sana.

"Jadi mau belajar fashion di Paris?"

Kepala Kaila mendongak, mata hazelnya bertabrakan dengan bola mata cokelat tua. Jake lagi-lagi muncul di hadapannya. Untuk sesaat, dunia Kaila terasa membeku saat kilatan cahaya matahari turut menyinari wajah Jake. Gadis ini— terhipnotis di tempatnya.

Jake memiliki wajah perpaduan wajah yang tak lumrah ditemukan. Kulitnya kuning kecokelatan. Matanya tidak belo namun juga tidak terlalu sipit. Hidung mancung. Bibir ranum merah keunguan. Rambutnya terpangkas rapi. Menampakan jidat paripurna.

Tinggi badan Jake juga tidak seperti orang Indonesia pada umumnya. Dan dibalik seragam putihnya, ada lengan yang begitu kokoh. Memberi pertanda bahwa pemiliknya gemar berolahraga. Mungkin akibat rutin bermain basket? Kaila tidak begitu yakin untuk alasan yang ini.

Bukan melebih-lebihkan. Namun Kaila akui jika Jake memang sangat tampan tanpa harus mengeluarkan effort.

"Kaila?"

Suara tersebut berhasil menarik Kaila kembali ke dunia nyata. Kaila mengerjapkan mata beberapa kali lalu berdehem pelan.

"Sorry. Lo tadi nanya apa?"

Jake menatap buku yang sedang Kaila baca. Buku sejarah mengenai kota Paris. "Mau belajar fashion di sana?" tanya Jake ulang.

"Oh, gue masih belum begitu yakin sih buat belajar fashion di sini." ujar Kaila.

The Apple of My EyeHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin