LVI. The Day He Ruined Our Life 2.0

249 62 19
                                    

“Kaiâ

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Kaiâ.”

Selama ini Hunter hanya sanggup mendengar dan menyaksikan seluruh serangkaian insiden penculikan melalui mata dan telinga Hayden tanpa dapat bergerak bebas untuk menemukan wanitanya. Sekalipun dia amat sangat marah di dalam sana, dia tetap tidak boleh memaksakan Hayden bertukar tempat apalagi mengambil alih paksa tubuhnya. Dia juga tak berhak menyalahkan Hayden atas insiden penculikan meskipun sangat ingin melakukannya.

“Kaiâ.”

Lalu ketika kedua matanya terbuka lebar-lebar, Hunter menemukan perempuan itu berdiri di depannya, sedang memandanginya dengan bibir yang tersenyum hangat. Baru berapa jam lamanya mereka tidak bertemu, tapi  rasa rindunya sudah semengenaskan ini. Mengenaskan sampai Hunter tak sanggup membayangkan berhari-hari tak bisa menemuinya.

Tunggu dulu. Hunter merasakan keganjilan menyesatkan atas apa yang dilihatnya. Apa maksudnya ini? Hunter yakin masih belum waktunya terbangun untuk mengambil alih tubuh Hayden dan dia juga ingat Kaiâ semestinya tidak berada di sini. Lantas mengapa dia ada di sini? Bukankah Luke menculiknya?

Hunter mendongak untuk menatap bingung eksistensi Kaiâ di hadapannya. Apakah ini nyata atau hanya ilusinya saja? Baginya Kaiâ terlihat nyata bukan sekadar ilusi belaka. Hunter mengulurkan tangan ingin meraihnya, tapi anehnya dia tidak pernah sanggup meraihnya mau berapa kali pun mencoba. Kaiâ-nya tetap berdiri di sana, memandanginya, dan tersenyum menyebabkan Hunter menjadi begitu putus asa.

Kenapa ... kenapa dia tidak bisa meraihnya? Hunter menatapnya dengan wajah penuh kebingungan.

“Kenapa kamu hanya berdiri di sana melihatku saja? Kemarilah!” teriaknya putus asa setelah berkali-kali mencoba meraih dan mendekatinya namun tak pernah berhasil. Kaiâ seolah terus menjauh dan semakin jauh darinya. “Demi Tuhan, Kaiâ, kemarilah. Jangan hanya melihatku saja!”

Tidak bisakah dia melihatnya sendiri betapa putus asanya Hunter sekarang?

“Hunter.”

Tubuh Hunter menegang hebat tatkala Kaiâ memanggil namanya. Oh, suara ini. Dia merindukannya, sangat merindukannya. Nada suaranya yang lembut membuat Hunter telah kehilangan kata-katanya dan ketakutan yang selama ini ditahan seketika meledak. Hunter menatap sepasang mata hazel itu dengan getir. Kepingin puzzle di kepala Hunter telah tersusun rapi. Sekarang dia mengerti bahwa semua ini hanyalah sebuah mimpi. Faktanya, Kaiâ masih berada di luar sana bersama bajingan yang menculiknya.

Tapi bisakah kalian percaya bahwa seumur-umur Hunter belum pernah bermimpi. Baru kali ini di dalam hidupnya sebagai bagian lain dari Hayden, dia bermimpi. Apa maksudnya? Dan kenapa baru sekarang dia memiliki mimpinya?

“Berjanjilah untuk membawaku pulang.”

“Aku pasti membawamu pulang. Ke rumah kita. Jadi tunggu aku, Kaiâ. Tunggu aku.”

Kaiâ menggeleng pelan masih dengan wajah damai dan senyuman di bibirnya. “Kamu berjanji membawaku pulang ke Suku Mhthyr.”

“Itu bukan aku!” Hunter berteriak semakin dibuat putus atas terlebih sesudah menyadari semua ini hanyalah sebuah mimpi. Tapi entah mengapa terasa begitu nyata, seolah-olah yang berdiri di hadapannya memang Kaiâ asli bukan Kaiâ mimpi.

The Day I Ruined Your Life [✔️]Where stories live. Discover now