17 - She's Too Good for You

1.3K 235 29
                                    

Setelah kontraksi-kontraksi palsu yang ternyata kontraksi betulan dan mengharuskan aku diinduksi, akhirnya lahir lah bayi perempuan mungil yang nampaknya lebih mirip Arvi daripada aku yang sudah mengandungnya sekitar empat puluh minggu.

Oke, ini bukan cerita tentang aku. Ada yang lebih seru daripada ceritaku.

Jadi, sekitar tiga hari setelah lahiran, aku sudah memperbolehkan teman-temanku untuk menjenguk di rumah sakit. Teman yang pertama menjengukku adalah Risa. Dia datang sendiri dengan membawa sekotak roti gembong yang langsung dimakan oleh Arvi dengan penuh semangat serta kado atas kelahiran anakku. Saat Risa datang, kebetulan aku sedang menyusui bayiku. Karena sesama perempuan, aku tidak keberatan dia duduk di sofa tamu sambil mengobrol dengan aku dan Arvi.

Tentu saja pembahasan kami tak jauh dari proses melahirkan dan menyusui. Ia kemudian tak sabar melihat bayi mungilku. Selesai menyusu, dedek langsung tertidur lagi. Risa yang gemas tetapi sebenarnya ingin menggendong, hanya berani mengelus-elus kening bayi itu. Katanya rambutnya tebal seperti rambutku.

Lalu kemudian Aidil datang. Dia juga datang sendiri. Seraya setelah memberikan kado ke Arvi, dia melihat ke arahku. Kemudian dia menyapaku, menengok ke bayiku yang baru saja tertidur. Tak banyak komentar, dia hanya tertegun melihat si mungil itu.

"Khalisa? Artinya apa?" Tanya Aidil kala melihat papan nama "Khalisa Anaya Aditya"

Kujawab, "Lupa, tapi pokoknya dari bahasa Arab artinya bagus-bagus deh. Itu gue twist karena Arvi maunya Khaleesi kayak yang di Game of Thrones. Ih, apa sih!"

Aidil dan Risa tertawa bersamaan. Aku langsung gonta-ganti lihat ke Aidil-Risa-Aidil-Risa. Mencoba mencari tahu apakah masih ada chemistry tertentu dari Aidil ke Risa atau sebaliknya. Sepertinya netral-netral saja.

"Ih bagus tau, Khaleesi kan sebenarnya artinya ratu dari kaum Dothraki. Nggak terpaku ke tokohnya Danaerys," bela Arvi.

"Tetap aja. Kasih nama tuh yang bikin anaknya nggak dibully gitu lho pas udah gede atau jangan bikin orang dukcapil susah nanti pas ngedata karena ada aksara yang double."

Lalu tiba-tiba pintu terbuka lagi. Semua melongok ke arah pintu. Risa tersenyum, Aidil mematung. Aku bisa tebak siapa. Yak, Salsa datang... sendirian juga. Dia langsung menuju ke arahku lebih dulu.

"Congrats ya, Bun!" Candanya pakai ban-bun-ban-bun aja, sambil cipika-cipiki denganku dan memberi selamat pada Arvi. Dia lalu melihat pada Khalisa yang masih tenang dalam tidurnya setelah menyerahkan kado yang dibawanya ke Arvi. "Ya ampun, cimit banget sih kamuuu aaa..." wajahnya nampak gemas ingin uwel-uwel bayiku tapi dia tahu tidak boleh. Dia mengelus-elus rambut di bagian dahi bayi itu.

"Panggil kalian apa nih?" Tanyanya.

"Papi Mami lah, biar kayak orang kaya," jawab Arvi.

"Wow... manifesting ya..."

Setelah bertanya basa-basi soal proses kelahiran, dia baru beralih ke Risa dan Aidil.

"Hai, Ris, apa kabar?" Sapanya pada Risa sambil cipika-cipiki.

"Hai, baik-baik... yah gini-gini aja. Lo juga kayaknya doing good ya? Kayak makin glowing lho..."

"Ah, masa sih?" Jawab Salsa sambil terkekeh sok malu-malu. Aku senyam-senyum lihat Risa ngomong begitu karena dia sambil lirik-lirik ke Aidil. Seolah mau menekankan ke Aidil kalo Salsa kayak happy-happy aja.

"Iya, beneran lho."

"Mungkin karena waktu itu kita ketemu pas udah jam-jam basian ya, Bok, jadi make-up gue udah nggak on lagi," jawab Salsa sok merendah. Tapi aku juga merasa dia kayak tuh glowing bukan karena mukanya yang super licin dan bersinar tapi dari raut wajahnya yang nampak segar.

Salsa lalu beralih ke Aidil. "Hai, Dil, apa kabar?"

"Baik, baik. Lo sendirian aja, Sal?"

"Iya."

"Daritadi kan emang dia masuk sendirian, Dil?" Godaku.

"Ya tauuu... tapi siapa tau kan ditemenin siapa gitu tapi nggak masuk ke dalam."

"Emang biasanya Salsa sama siapa, Dil?" Gantian Risa yang ikutan menggoda.

"Ya nggak tau... kan cuma nanya ya, Sal?"

Salsa cuma menahan tawa. Seperti sadar kalau kami sedang menggoda Aidil. Lalu dia cuma menjawab, "Yaa... sendiri kok." Lalu dia beralih ke aku, "Tapi gue nggak bisa lama-lama ya, Rin, ada acara keluarga abis ini."

"It's okay, Sal. Udah dateng aja makasih banget."

Kami kemudian mengobrol selama beberapa menit. Tidak terlalu banyak interaksi Salsa dengan Aidil. Karena obrolan didominasi oleh aku, Salsa, dan Risa. Aidil juga tidak terlalu banyak berkomentar di tengah-tengah topik. Lalu Salsa berpamitan.

"Sekali lagi, sorry nggak bisa lama-lama ya, Rin. Sehat-sehat ya buat kalian berdua," pamitnya. "Vi, selamat begadang ya!" Serunya pada Arvi.

"Ris, balik dulu. Sampai ketemu..."

"Kapan-kapan kita ngopi-ngopi lah ya, cewek-cewek aja," ucap Risa seraya mengerlingkan matanya.

"Hahaha, yuk! Ditunggu undangannya."

Lalu ke Aidil, "Dil, duluan..."

"Ya, hati-hati..."

Salsa kemudian berlalu dan menghilang di balik pintu. Beberapa detik setelah dia menghilang, Risa berceletuk, "Kejar dong... kalo kangen."

"Apa sih?"

"Kangen kan?"

"Ngaku deeeh... nggak usah gengsi sama kita," timpal Risa.

"Tenang, Dil, rahasia ini nggak akan keluar dari kamar ini. Buat YTTA," Arvi jadi ikut-ikutan menggoda Aidil. Aku tertawa ngakak karena Arvi betul-betul mengeja Y-T-T-A alias 'Yang Tau-Tau Aja.'

Aidil menghela napas dengan berat. Akhirnya dia merespon dengan, "But she's too good for me."

"Waaay too good," timpalku.

"I don't deserve her."

"Of course you don't!"

Risa menimpali, "Ya tanya dong sama dia, biar jadi layak gimana?"

"Penasaran kan?" Goda Arvi lagi.

"Buruan, keburu ngilang dari RS."

"Kejar nih?"

"Cepet, geblek! Momennya nanti ilang!"

Tanpa ba-bi-bu, Aidil setengah berlari keluar untuk mengejar Salsa. Kami bertiga tertawa lepas melihat tingkahnya sampai baru tersadar kalau Khalisa mulai terganggu dengan keributan yang terjadi.

****

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 12 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Too Good To Be With You (On Karina's Mind)Where stories live. Discover now