8

12.6K 38 0
                                    

Hari ini di rumah kami kedatangan sahabat Pakde yaitu Pakde Anton, aku memanggilnya juga sama dengan sebutan Pakde.

Pakde Anton terlihat lebih mudah dari raut wajah pakdeku, meski usia mereka sama. Akan tetapi, walau begitu rasa sayangku yang bermula dari rasa sayang anak kini berubah menjadi rasa cinta.

Semua ini karena aktivitas hubungan badan kami, bahkan aku merasa Pakde sudah seperti suamiku. Pakde menjagaku dengan ketat, sepulang sekolah aku harus sudah berada di rumah.

Ku lihat Pakde yang awalnya murung, terlihat kembali ceria. Semenjak kami sering melakukan kegiatan suami istri, pakde sering tertawa dan suka guyon.

Aku baru saja pulang dari pengajian, bersama ibu-ibu yang sudah aku kenali sejak dulu ketika bukde masih hidup.

"Assalamualaikum." ucapku pada pakde dan pakde anton yang duduk di depan teras rumah.

"Walaikumsalam, eh cah ayu." jawab pakde Anton, yang menyambutku dengan senyuman.

Aku ingin menyalami tangan keduanya, yang pertama Pakde ku sendiri dan yang kedua Pakde Anton. Belum sempat aku menyalami punggung tangan Pakde Anton, Pakde langsung meraih tanganku.

"Loh yon, kamu ini kenapa toh?" tanya Pakde Anton.

"Ndak ton, rin sana buatkan minuman untuk pakde sama Anton." usir Pakde yang mendorongku pelan, agar segera masuk membuatkan minuman kepada mereka berdua.

Aku bingung, aku tau pakde sedikit berlebihan. Tapi ini juga dapat membuatku risih, pakde seperti ingin mengasingkanku dari orang-orang disekitar.

Aku segera membuatkan minuman, agar Pakde tidak terlalu lama menunggu dengan Pakde Anton. Minuman pun ku antarkan ke depan rumah, aku pun meletakkan minuman dengan tenang.

"Matamu ton, ku colok pakai gunting mau?" tegur Pakde pada Pakde Anton.

"Weh, congormu." balas Pakde Anton yang langsung melirik kembali Pakde Yono.

"Nduk kamu masuk sana, kamu harus belajarnya. sebentar lagi kenaikan kelas loh, sana-sana." usir Pakde dengan halus.

"Permisi pakde, aku masuk dulu." balasku, yang langsung masuk ke dalam rumah.

Aku meninggalkan mereka berdua di luar, entahlah aku juga tidak perduli apa yang mereka bicarakan. Aku memilih untuk mengganti pakaianku, dan segera belajar sesuai dengan perintah Pakde.

.
.

Menjelang waktu 30 menit, ku dengar ada suara bantingan pintu rumah dengan keras. Aku yang terkejut pun segera keluar menghampiri pakde.

"Pakde kenapa?" tanyaku dengan nada pelan.

Pakde mengusap wajahnya yang gusar, lalu segera melihat ke arahku.

"Nanti, kalo pulang. Terus ada tamu, kamu ndak usah buatkan minuman atau sapa mereka." ucap Pakde.

"Loh kenapa pakde?" tanyaku kembali.

"ANTON BAJINGAN SIALAN ITU, MASA DIA MAU MINTA KAMU JADI BININYA YANG KE 3, SINTING DIA." ujar Pakde dengan berapi.

Aku coba menangkan Pakde, aku sudah lama tidak melihat Pakde semarah itu. Apalagi, semenjak kepergian bukde. Biasanya Pakde akan diam saja, mendengar ataupun bertengkar dengan orang lain.

Aku segera menarik tangan pakde ke ruang makan, ku biarkan pakde duduk. Aku ambilkan air dan langsung kuberikan pada pakde, aku mengerti perasaan pakde. Ditambah aku dan pakde sudah terikat seperti suami dan istri, pakde Yono kembali meletakkan gelas di meja. Aku yang masih berdiri di samping pakde, diraih tanganku oleh Pakde.

PAKDEWhere stories live. Discover now