"Kenapa harus jadi masalah? Mereka orangtua kamu, jadi aku akan anggap mereka seperti orangtuaku juga." Jawaban yang terkesan cari aman tapi cukup membuat Mima merasa tenang.

Bukan tanpa alasan Mima menanyakan hal tersebut, Mima pernah mengenalkan pacarnya pada orangtuanya dulu. Sampai mereka sudah sangat dekat lalu tiba-tiba Mima diputuskan dengan alasan kalau prinsip keluarga Mima berbeda dengan prinsip keluarga pacarnya, yang mana tidak memperbolehkan perceraian dalam keluarga.

Mima merasa terluka tentu saja, padahal mereka masih sangat muda waktu itu, yang mana pemikiran untuk menikah masih jauh. Selain itu rasanya sangat tidak adil bagi Mima, orangtuanya yang bercerai tapi dirinya yang mendapat imbas.

Lagian prinsip macam apa yang menghakimi hubungan seseorang macam itu?

"Apa yang kamu khawatirin?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Arlan berhasil membuyarkan lamunan Mima.

Dia menoleh dan melemparkan senyuman pada kekasihnya. Mima mengulurkan tangan lalu menautkan kelima jemarinya pada sela jemari Arlan yang bebas dari stir. "Enggak ada! Aku gak ngerasa khawatir kalo deket kamu," ucapnya membuat senyuman Arlan merekah sempurna.

"Harus!"

Perjalanan ke rumah ayah Mima membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam lamanya, iya cukup jauh dari kawasan mereka tinggal. Sesampainya disana Arlan melihat sebuah bangunan berlantai dua yang cukup besar, halamannya sangat luas dan terdapat tanaman bunga yang mengelilingi bagian taman. Di bagian garasi nampak tiga unit mobil yang merk-nya sudah tak asing bagi Arlan, melihatnya sekilas pun Arlan bisa menebak kalau ayah Mima orang berada.

Riuh terdengar dari arah belakang, Mima langsung menggandengnya ke tempat tersebut, dia terlihat sudah sangat hafal area rumah ayahnya dan terlihat tidak canggung. Sesekali Mima juga membalas sapaan orang yang bekerja disana, tandanya Mima lumayan akrab dengan lingkungan rumah ayahnya.

"Kakak!" Seruan yang berasal dari seorang gadis bergaun merah muda, dengan tiara terpasang di kepalanya ---seolah gadis itu adalah seorang tuan putri dihari yang berbahagia ini.

Mima tersenyum manis ke arah adiknya, kedua tangannya terentang dan menyambut pelukan Chaca dengan erat. "Happy birthday," bisiknya sembari mengusap puncak kepala Chaca.

Gadis berusia sebelas tahun itu menatap sang kakak dengan berbinar-binar, kentara jelas bahwa kehadiran Mima sangat ia nantikan.

"Kakak kenapa baru datang? Aku udah nungguin Kakak dari seminggu yang lalu tau!" ocehnya dengan mulut memanyun, membuat Mima meringis pelan.

"Maaf, ya? Kakak sibuk. Oh iya, kenalin---"

"Pacar Kakak?!" Baru saja Mima hendak memperkenalkan Arlan, Chaca lebih dulu memekik dengan senyuman lebar terpasang.

Gadis itu memandang Arlan dengan matanya yang bulat, hal tersebut berhasil membuat Arlan terkekeh pelan lalu mengulurkan tangannya pada Chaca. "Nama saya Arlan. Salam kenal, Manis!" Dengan kegirangan, Chaca menerima uluran tersebut.

"Aku Chaca, adiknya Kak Jemi yang paling cantik!" Mendengar itu Mima sontak merotasikan bola matanya. Chaca memang narsis, tidak tahu menurun dari siapa.

"Happy birthday, ya? Kadonya masih dimobil, nanti kita ambil bareng. Mau?"

"Mau! Mau! Kak Jemi, pacarnya ganteng banget. Ketemunya dimana?"

"Chaca!"

Teguran tersebut menarik atensi ketiga orang itu, Mima terdiam menatap ke arah Vani yang tak tak lain ialah ibu tirinya. Wanita berusia pertengahan 40 itu nampak cantik dengan penampilan yang elegan, tersenyum ke arah mereka sebelum akhirnya merangkul Chaca.

My Beloved Staff (TAMAT)Where stories live. Discover now