3. Technical Meeting (1)

15 1 0
                                    

Auditorium Hall, gedung Saraga dan Sabuga, Bandung.

Bagaimana cara intuisimu mengingatkan kalau kamu akan dihajar sampai mampus oleh tantangan nekat yang telah kamu pilih? Singkatnya, tubuhmu menerima sinyal janggal berbentuk kode yang apabila diterjemahkan pastinya berbunyi umpatan: mati kamu!

Karena saat ini bagi Nara, hanya dengan menyusuri lorong dipenuhi banner-banner intelek diselingi suara-suara videotron bak berita televisi, sudah mampu menarik kumat cemas akut serta gusarnya. Dan gara-gara mereka semua, usianya mendadak terasa bertambah sebanyak lima tahun.

“Krisis tenaga ahli diprediksi akan semakin parah hingga tujuh tahun ke depan. Generasi muda terancam tergerus dari industri yang didominasi tenaga ahli asing.”

“Gen Z dan meritrokasi, korporasi-korporasi besar menyinggung pembentukan karakter manajerial seharusnya dimulai sejak SMA, bukan ketika kuliah atau bahkan lulus kuliah.”

“Perusahaan-perusahaan FMCG terkemuka mengusulkan program miniatur dari Management Trainee untuk deteksi dini calon-calon bibit pemimpin unggul.”

Kepala anak-anak biasa mungkin akan meledak jika diberi lebih banyak lagi judul-judul artikel majalah yang benar-benar untuk orang dewasa. Namun tidak untuk anak-anak terpilih di Rajut Pemimpin Muda. Sekitar 20-an remaja tersebar acak di beberapa stand brand ternama, beragam wajah gelora eksplorasi dengan ramai-ramai dunia potensi hebat dari mereka bertubrukan di mata Nara. Seakan-akan semua semesta itu adu arogansi dan kendali. 

Untung saja, sejauh ini, Nara belum menemukan sesama motivator di sini. Ah, motivator. Belum ada tanda-tanda kehadiran Dion dan ejekan Naya Teguh. Tak perlu tebak-tebakan bagaimana bisa kreativitas lelaki itu mengembangkan sejenis olok-olokan seperti Naya Teguh.

Karena dulu, ketika dirasa Dion cukup dipercaya untuk menjadi tempat berbagi keluh-kesah dan rahasia-aib, ia membuka suara akan fakta bahwa mampu melihat potensi anak lain. Kemampuan ini menjadikannya sanggup untuk memotivasi diri sendiri dan juga orang lain. Karena tak perlu gambling, nutrisi yang dipilih sudah pasti diracik sesuai dengan benih yang ada.

Namun Dion bersama otak seukuran jempol kakinya hanya mendengarkan kata motivator tanpa mengacuhkan sisanya. Dan baru kemarin Nara bernegosiasi dengan Dion untuk berhenti memanggilnya Naya Teguh di hadapan anak-anak asing sesama calon anggota Rajut Pemimpin Muda.

“Berhenti dulu memanggilku Dion, panggil aku Attala,” kilah Dion saat itu. “Aku bukan badut 4 SD lagi.”

Bagi Nara, itu penawaran paling tak menarik yang pernah ia dengar, dan putusannya ialah ia akan membiarkan Dion memanggilnya seperti itu sampai anak itu mau berhenti tanpa syarat.

Kembali pada acara semi-pembukaan Rajut Pemimpin Muda. Nampak para petinggi acara dan korporasi sibuk adu urgensi visi Rajut Pemimpin Muda, puluhan calon peserta sibuk dengan kepentingannya masing-masing. Beberapa terlihat terlibat dalam diskusi mendalam nyaris memanas terkait isu-isu yang dipantik latar belakang program ini, beberapa lainnya hanyut dalam euforia perayaan: dokumentasi dan pamer----mereka menyebutnya sharing----pencapaian.

“Siapa bilang RPM cuma untuk anak SMA? Anak SMK, nih! Senggol dong!” Begitu narasi yang kemudian disambung musik elektrik dari gawai anak-anak di seberang sana. Satu menjadi tripod, sedang yang lain menjadi model untuk berpose.

Semua orang larut dalam antusiasme, mungkin kecuali Nara. Bukan karena suasana yang terlalu serius----ia sudah bersikap sangat serius seumur hidupnya. Ia hanya merasa, dengan informasi acak seperti ini, mengingatkannya dengan petuah-petuah ibunya.

“Nay, orang-orang sini pundaknya tegang semua. Ayo taruhan, pancing dikit pasti kumat sifat elitisnya,” gerutu Dion panjang lebar, tiba-tiba nyempil di sisi Nara, kepalanya celingak-celinguk sana-sini seperti anak hilang yang baru bertemu ibunya kembali. Ternyata bukan hanya Nara yang tak terlalu bergairah.

“Kalau gak nyaman, mending pulang aja dari sekarang,” sahut Nara.

Dion memutar bola mata. “Pantas ya anteng dari tadi. Kamu masuk habitat orang-orang sefrekuensi sama kamu, sih.”

Salah besar. Orang-orang ini memang setipe Nara, tetapi tujuannya ke Sabuga untuk merajut mimpinya, dan konsep program ini terlihat mulai melenceng dari angan-angan awalnya. Ia seperti dicemplungkan. Kendati demikian, bukanlah bijak menyimpul asal seisi buku di saat bahkan belum membaca halaman pertamanya.

Setidaknya, justifikasi setelah dibocorkan rangka agenda penuhnya.

“Sefrekuensi tapi tak sevisi,” bantah Nara melirik Dion yang masih sibuk celingak-celinguk, mengamati hilir mudik anak-anak ragam delegasi. “Cari siapa?”

“Siapa lagi? Kafka!”

Oh benar, di atas ambisi masih ada dendam. 

“Tolong untuk duduk di bangku depan panggung sana.” Tiba-tiba seorang dewasa muda berpakaian batik, berkalunh nama Kakak Mentor, mengusik perbincangan Nara dan Dion, lalu memapah bocah-bocah itu layaknya orang sakit. “Pimpinan pelaksana akan membuka acaranya.”

Dion menghela napas, memberi wajah masam pada Nara. Ya, semacam curhat tanpa suara, tentang betapa ia harus melewatkan acara kumur-kumur ludah menjengkelkan sembari duduk manis dengan tentram. Ayolah, Dion anak kinestetik, tugasnya adalah tak bisa diam.

“Aku lebih tidak suka kalau anak itu malah mengundurkan diri.” Dion memecah hening dengan bisik-bisik pada Nara yang duduk di sampingnya. Sengaja memilih bangku tengah, karena tengah lekat dengan tersisihkan.

Nara mengangguk setuju. “Setidaknya harus mencicip mengalahkan anak itu dulu.”

Dion menjabat tangan Nara, dan belum ada satu menit, senyum tengilnya berubah menjadi ekspresi yang tak dapat diartikan. Mungkin syok, mungkin takjub, atau sejenis akhirnya!

“Nay!” Bisikan Dion nyaris terdengar teriakan kala telunjuk kirinya menyorot seorang anak yang tengah berjalan menuju bangku depan dekat panggung, sedang tangan kanannya memaksa wajah Nara mengadah pada objek yang dimaksud.

Seketika Nara melotot. Aneh, benar-benar aneh. Saking anomalinya, sekian detik Nara habiskan hanya untuk memastikan dan memulihkan kesadaran.

“Kafka!”

***



You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 03 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Patah RantaiWhere stories live. Discover now