01: Memilah Benang Kusut

57 5 0
                                    

Seluruh nama tokoh dan tempat adalah nama samaran, pembaca bebas berspekulasi dengan nama tempat asli cerita tetapi jadikanlah itu sebagai imajinasi kalian dalam membaca.

----------------------------------------------------------------------------------


Rabu, pukul 17.15 WIB.

Sebuah kelompok anak-anak Pramuka masih bertahan, duduk melingkar di pendopo sekolah, seolah menjadi patung yang tak bergerak, tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulut mereka selama 15 menit terakhir.

Sebelumnya, mereka baru saja menyelesaikan latihan rutin anggota dewan ambalan, sebuah ritual yang biasanya dilakukan di hari Rabu. Setelah adik-adik junior mereka dipulangkan, mereka menggelar rapat mendadak, bagaikan badai yang datang tanpa peringatan.

Mereka baru saja menerima berita bahwa pelantikan laksana akan dilakukan satu bulan lagi, dan salah satu syaratnya adalah melakukan pengembaraan selama 3 hari. Berita ini bagaikan petir di siang bolong, karena sebelumnya mereka berpikir bahwa pelantikan akan dilakukan dalam waktu 3 bulan.

Ketua mereka, bagaikan kapten yang tengah menghadapi badai, menghela nafas berat, "Besok lusa udah puasa, ini mau gimana?" Para anggota hanya bisa diam, bagaikan patung, memikirkan pertanyaan dari sang ketua.

"Saran gue, lebih baik kita lakukan di awal aja daripada pertengahan. Kita semua pasti udah pada sibuk nanti," semua mata tertuju pada sumber suara kemudian mengangguk.

"Gimana? Pada setuju sama saran dari Elang?"

"Siap, Setuju!!" suara terdengar menjawab dengan serempak, "kita semua tahu ini gak mudah, apalagi sebagai besar dari kita itu muslim yang wajib puasa di bulan Ramadhan," ujar ketua.

"Kalau ada yang gak bisa langsung aja, daripada udah mau berangkat tiba tiba banyak yang ijin," semua mata tertuju pada Bintang yang tampak sangat serius.

Dari 30 lebih anggota dewan ambalan hanya 10 yang bisa mengikuti pengembaraan, sang ketua Damar tidak masalah hanya sedikit yang ikut daripada banyak tetapi tidak niat.

"Ini udah fiks? Kalau udah kita berdoa pulang sebelum pak Wawan marahin kita," suasana yang semula mencengkram berubah menjadi hangat.

Mereka segara berdoa dan kemudian pulang menuju rumah masing masing, sampailah saat Damar melihat Elang yang hanya diam berdiri dengan wajah datar yang terlihat kesal.

"Kenapa El?" Tanya Damar "engak bang, gue kecewa aja kita gak ada setengahnya dari ambalan yang ikut pengembaraan, apa ini yang disebut keluarga,"

"Jangan terlalu serius El, lagian ini itu dilakukan di bulan Ramadhan pasti banyak yang gak bisa dan itu wajar, udahlah kita pikirkan yang ikut aja,"

Dua orang tersebut beranjak, beriringan menuju tempat parkir yang terletak tidak jauh dari pendopo. Mereka naik ke atas motor masing-masing, lalu melaju meninggalkan lingkungan sekolah, bergerak menuju rumah.

Jam menunjukkan pukul 17.58 WIB, waktu pulang kerja yang membuat jalanan kota dipenuhi dengan keramaian dan kepadatan. Suara klakson bergema di setiap sudut, seperti melodi yang tak beraturan.

Teriakan orang-orang yang tidak sabar, merasa lelah setelah seharian bekerja, memenuhi udara kota itu. Bintang, seorang pemuda, mencoba menahan amarahnya saat di sebelahnya ada seorang pria paruh baya yang berteriak tidak sabar.

Bintang ingin sekali menyumbat mulut pria itu dengan sepatu yang ia kenakan. Lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, memberi tanda bahwa kendaraan diperbolehkan untuk melanjutkan perjalanan.

Namun, di depan Bintang ada seorang nenek-nenek yang sedang menyeberang jalan. Nenek itu hampir sampai di pinggir jalan, namun ia terjatuh karena terserempet oleh pria di samping Bintang yang tadi berteriak.

DEWANDARU [RAMADHAN EDITION]Where stories live. Discover now