"Ngapain?"

"Ngerjain soal fisika. Mungkin latihan soal bisa membantu?"

Sera, Ragas, dan Nathan memalingkan wajah mereka bersamaan. Kelimanya memang jenius dalam mata pelajaran yang mereka kuasai masing-masing. Tapi mengerjakan latihan soal di waktu ini mungkin bukan hal yang bisa disebut baik, 'kan?

"Orang gila lo Put? Gue masih manusia biasa yang kalau lagi ada masalah itu nangis, bukannya ngerjain latihan soal!" tolak Giu.

Ragas tertawa puas. "Kayaknya Putra kalau lagi ada masalah, masalah itu juga yang dia kerjain," celetuknya.

Sera dan Nathan ikut tertawa sementara Putra sudah melempar pulpen Giu ke arah Ragas. Giu sendiri terlihat berpikir setelah melihat ke seluruh penjuru kelas, teman-teman kelasnya kelihatan lemas sekali sekarang.

"Ayo, Put!" seru Giu membuat yang lain langsung menatap ke arahnya.

"Ayo apa?"

"Ayo ke perpustakaan. Gue pusing di kelas, semakin banyak anak Alcen yang kelihatan bingung sama semua kebohongan ini," bisik Giu.

Mendengar itu, Sera langsung mengedarkan pandangan. Kemudian gadis itu mendekat ke arah Giu, dan memukul pelan bahunya. "Tenang, Gi. Gue bakal urus mereka semua," katanya.

"You better go with Putra now," ujar Nathan.

Giu dan Putra mengangguk. Putra berdiri lebih dulu kemudian disusul Giu di sana. Keduanya berjalan keluar kelas, suasana di kelas pun sedikit sepi karena ada beberapa anak kelas yang memutuskan untuk pergi keluar juga.

Di tengah perjalanan, entah sudah berapa artikel atau menfess yang membahas kegaduhan di kelas Alpha Centauri ini. Karena sepertinya, semua orang kini menatap Giu dan Putra dengan pandangan tak suka.

Dari mulai keduanya berjalan beriringan keluar dari kelas, sampai di dekat koridor kelas dua belas, pandangan semua orang tertuju pada mereka. Giu sampai menunduk sedikit karena tak tahan dengan ini.

"Gue beneran bingung sumpah. Kayak berapa jam doang udah langsung beda masalah."

"Ini Alpha Centauri gen sekarang anak-anaknya pada problematik apa gimana?"

"Gue nggak nyangka Giudith si golden ace dari Alcen itu nyuri perhiasan orang."

Putra dan Giu mendengar bisikan-bisikan dari orang-orang yang mereka lintasi itu. Giu sudah menggigit bibir bawahnya kuat-kuat untuk meredam emosi, karena kalau tidak, Giu bisa meledak saat itu juga.

Sementara Putra berbeda. Laki-laki itu sudah hampir ingin menghantam orang-orang yang membicarakan kelas mereka. Sampai langkah keduanya terhenti saat tiba-tiba, Jordan, Jaja, dan Marsha menghampiri mereka. Jordan dan Jaja berjalan di depan Giu, menutupi gadis itu dari tatapan orang-orang yang sempat menusuknya tadi. Sementara Marsha menggandeng tangan Giu kuat.

Giu menoleh. "Sha," panggilnya.

Marsha tersenyum saja. "Tenang Gi, lo nggak sendiri. Kita semua ada di sini buat lo. Jangan takut sama mereka, tutup kuping lo. Mereka punya satu mulut untuk berbicara, tapi lo punya dua tangan untuk nutup telinga."

"Berisik dahhh!! Urusin kelas lo masing-masing. Nggak semua apa yang lo pikirin itu nyata!" Jordan berteriak kepada semua orang yang masih berbisik-bisik di sana.

"Jangan mudah percaya sama omongan orang. Bedain mana yang masuk akal buat disalahin, mana yang enggak!" imbuh Jaja.

Putra terkekeh saja mendengar teriakan dari kedua teman lelakinya itu. Marsha, Jaja, dan Jordan. Ketiganya menemani Putra dan Giu sampai ke depan perpustakaan.

Alpha CentauriUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum