Chapter 0

191 9 245
                                    



Langit siang yang hangat memancarkan sinar, menembus jendela yang terjejer rapi dan menciptakan suasana nyaman untuk ruangan kelas. 

Saat itu jam pergantian pelajaran dan suara obrolan teman-teman sekelasku terdengar redam di telingaku.

Meja di belakangku tak sengaja tersenggol dan membangunkanku dari tidur singkatku. Aku mengangkat kepalaku yang terasa berat. 

Tempat dudukku bukan di barisan kedua dari belakang yang bersebelahan dengan jendela, itu mah, bangku milik MC sentimental.

Jadi aku duduk di barisan kedua dari depan yang paling dekat dengan jendela lorong. 


Semua orang sibuk dengan seseorang, atau setidaknya sesuatu. Ada yang sengaja tertawa dengan suara keras di di temannya, dan ada yang memilih untuk sibuk sendiri.

Dengan cepat aku tidurkan lagi kepalaku diatas meja. 

Ah, mau pulang. 

Menjadi penyendiri itu menyedihkan banget. 

Sebelum aku sempat membanting jidatku ke meja di depanku, seorang guru berpenampilan rapi masuk kelas dengan sebuah senyuman tipis. 

Dengan itu ruangan yang sebelumnya berisik mulai diisi suara ruangan yang bergegas kembali ke tempat duduk mereka.

Ketika semua orang sudah duduk, ketua kelas akan berdiri dan berkata, "Beri salam,"

Dan semuanya ikut berdiri dan berucap dengan nada lemas, "Selamat siang, Pak Guru." 

Dibagian sini memberi salam atau tidaknya tidak berpengaruh, yang penting suara orang lain cukup keras untuk mengalahkan suara kecilmu dan membodohi guru. 

It works quite well, trust me. 

Kita semua kembali duduk dan guru itu membenari kacamatanya, berdeham.

"Hari ini, saya akan bagikan hasil ulangan kimia kalian." 

Dengan sekejap aku bisa memprediksi suasana kelas lima detik kemudian. 

Semua mata akan tertuju kepada murid yang paling pintar dikelas. 

Serangkaian tawa akan terdengar dari sekelompok teman yang menyebalkan itu, mungkin karena membandingkan nilai akhir mereka yang jelek. Kelas yang tenang akan ramai sekali lagi..

Dan aku tidak akan membuang waktuku melihat skor milikku. 

Mungkin jika aku liat, motivasi untuk hidup selama 6 tahun akan langsung hilang. 

Raut depresi kembali lagi ke mukaku.

Ah.. yaudah mati aja lah aku. 


Guru mulai berjalan sekeliling kelas dan membagikan selembar kertas yang memegang kendali atas ekspresi yang menerima setelah membacanya. 

Murid yang duduk tepat didepanku mendapatkan pujian darinya, dan sekumpulan teman yang tidak duduk jauh dariku mulai berkumpul di satu meja dengan kertas bernominal dibawah 50.


Dibagikan dengan acak, nilai minimal 20, tetap saja aku berdebar untuk namaku disebut. 

Di tengah kebisingan, guru diam sejenak untuk mengamati lembaran terakhir ujian ditangannya.


"Yoshi," 

Suara di dalam kepalaku sekarang terdengar lebih keras daripada suara diluar kepalaku. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 06 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kill Me, If You CanWhere stories live. Discover now