Mendengar ucapan Naira, senyum Demas tak bisa lagi Ia bendung. Merasa gemas Demas yang salah tingkah sendiri langsung meraih Naira dan Nawa ke dalam pelukannya.

"Oke, aku tunggu di sana. Jangan lama ya kalian."

Naira mengangguk patuh, mata perempuan itu terpejam sedetik saat Demas mengecup bibirnya sekilas.
Setelah Demas pergi, Naira bergegas untuk menggeletakkan Nawa dan segera memakaikan bayi laki-lakinya baju. Sebelum dirinya sendiri mandi bersiap-siap dan segera pergi menuju kampus Demas.

Sesampainya di sana suasana ballroom yang ramai membuat Naira kesulitan mencari suaminya. Belum lagi Nawa yang terbangun karena risih dengan suara berisik di gedung ini, takut mengganggu jalannya prosesi wisuda yang sedang berlangsung, mau tidak mau Naira harus menepi untuk menenangkan putranya mulai yang menangis.

"Ssttt ... jangan rewel dong nak, gerah ya nak, yuk, yuk kita keluar," gumam Naira sendiri, mengajak interaksi anaknya.

Sambil berjalan keluar Naira mengipasi Nawa, agar bayi itu tidak merasa kegerahan, "Sabar ya, sebentar lagi acaranya selesai, nanti kita cari ayah oke?" ucap perempuan itu lagi.

Di gedung yang sama namun berbeda tempat, Demas celingukan ke arah barisan duduk para undangan wali wisudawan. Mencari-cari dua kesayangannya yang belum juga kelihatan. Demas mulai diliputi rasa khawatir, takut terjadi sesuatu dengan mereka saat menuju kemari. Ia pun mulai tak fokus menikmati berlangsungnya acara wisuda.

***

Demas tertegun, melihat pemandangan di depannya. Mundur selangkah Demas hampir limbung. Namun terhenti ketika mendengar kalimat yang cukup jelas dari telinganya sendiri

"Hidup kami sudah milik Demas, tak ada alasan lain untuk kami pergi lagi dari dia, kalo Lo pikir Lo bisa ambil paksa kami dari Demas, Demas kalah sekalipun kami tidak akan pernah sudi menerima segala sambutan yang udah Lo siapin Niko, karena gue tahu Demas gak akan biarin siapapun mengambil  kami."

Naira yang berbalik badan terkejut saat melihat suaminya berdiri dengan wajah datar yang tak bisa Ia artikan. Berharap tidak ada kesalahpahaman lagi diantara mereka.

"Demas, jangan salah paham ayo kita pergi dari sini aku bisa jelaskan" ucap Naira tergesa-gesa.

Demas menurut, dan tubuhnya pasrah ketika ditarik lembut oleh Naira untuk menjauhi tempat itu.

"Kamu jangan salah paham dulu Demas, aku gak sengaja ketemu sama ...."

Demas yang tidak sabar memotong pernyataan Naira, "Ya, aku tahu. Makasih ya Nai."

"Makasih? untuk apa?" tanya Naira bingung.

"Untuk semuanya, dan untuk Nawa juga."

Senyum pemuda itu merekah, dan mengambil alih Nawa dari gendongan Naira. Dengan hati yang teramat lega Demas menatap Naira penuh kasih.

"Jangan pernah ragukan aku Nai, termasuk kasih sayangku untuk Nawa. Sehari atau seribu tahun pun kita bersama rasanya sia-sia kalau masih ada keraguan di dalam hati kamu."

Naira yang masih setengah gugup, setelah kejadian barusan berusaha untuk tetap tersenyum dan mencairkan suasana hati Demas yang mungkin berubah menjadi tidak baik.

"Demas lebay udah jangan gombal terus."

"Aku serius, sumpah demi nyawaku Naira Adeilane aku yakinkan kamu. Sejak hari dimana aku bersumpah di hadapan Tuhan melalui perantara penghulu, aku tidak akan pernah bermain-main dalam ibadah sakral panjang kita."

Demas meraih tangan Naira, untuk diarahkan ke pipi pemuda itu.

"Tampar keras pipi ini jika aku kelewat batas dalam hal apapun, biarkan aku yang menyadarinya sendiri tanpa susah payah kamu menjelaskan jika suatu hari aku ada salah di depan kalian."

Kedua bola mata Naira kompak untuk meneteskan air mata, bibirnya bergetar menahan isakan yang ingin Ia tumpahkan saat itu juga.

Melihat Naira yang susah payah menahan tangisnya di tengah keramaian, membuat berubah Demas  menjadi posesif dan langsung menarik pinggang ramping Naira untuk membawa wanita itu kedalam dekapannya.

"Sudahi tangismu dulu Naira, ayo kita segera berfoto dan menemui Ibun di depan."

Naira melepas dekapan Demas, menghapus jejak air matanya wanita itu mengangguk patuh, dan segera membuka tasnya untuk kembali membenahi make up di wajahnya.

"Permisi sebentar kak, bisa minta tolong foto kan kami bertiga?
Demas tersenyum lebar ketika orang yang Ia mintai tolong menyanggupi dengan ramah.

"Satu ... Dua ... Ti ... Ga"

Hingga beberapa kali berganti gaya, senyum ketiganya selalu hadir dalam potret foto yang tersimpan melalui memori ponsel Demas. Tanpa sadar ada yang memandangi kebahagiaan mereka dari jauh dengan sorot hampa di sana.

H A P P Y
E N D I NG

🌞🌞🌞
:

Laki-laki seperti Demas itu jarang bin langka, yang cukup dengan satu wanita dari sekian banyak kesempatan yang ada, tapi bukan berarti tidak ada diantara seribu dari satu yang dibandingkan.

&

Perempuan bernasib seperti Naira yang berakhir dengan kata penyesalan itu banyak, yang tertipu janji manis atas nama cinta, namun diantara penyesalan yang tersisa bukan berarti mereka tidak berhak bahagia.

Tuhan yang paling berhak menilai diantara seburuk-buruk nya manusia, yang pasti pernah meminta ampun dan sebaik-baik nya manusia ia pasti melakukan kesalahan

Thanks

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nice To Meet You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang