10. Kunjungan Rumah Sakit dan Cute yang Tak Terduga

Start from the beginning
                                    

Menjelang sore, setelah observasi, kondisi papa Irish dinyatakan siap untuk prosedur operasi pemasangan pen yang dijadwalkan besok siang. Namun, seiring perkembangan baik kondisi papa Irish, kabar buruk justru datang dari pengendara motor yang tertabrak. Pria berusia pertengahan 20-an itu kondisinya memburuk dan akhirnya meninggal dunia.

"Gimana proses hukumnya setelah ini?" tanya Bang Eros dengan nada letih. "Apa Papa bakal dianggap melakukan kelalaian berkendara?"

Irish dan kedua abangnya duduk bersama di depan ruang rawat papanya, sama-sama bingung harus melakukan apa.

"Harusnya Papa nggak bisa disalahkan, kan?" tanya Bang Aras. "Papa nyetirnya di jalur yang benar, kok."

Pertanyaan itu mungkin ditujukan kepada Irish sebagai sarjana hukum. Namun, Irish sendiri sudah lupa tentang hukum pidana khususnya yang mengurusi tentang kecelakaan lalu lintas—karena dia lebih banyak berkutat dengan hukum bisnis, perdagangan, dan lain sebagainya. Di sisi lain, sering kali pada kasus kecelakaan lalu lintas yang sudah-sudah, pihak yang "lebih besar" yang disalahkan, apa pun yang terjadi. Dalam kasus ini, papa Iris tentu merupakan "pihak yang lebih besar" dibandingkan pengendara motor.

"Pokoknya, jangan kasih tahu Papa dulu soal ini," putus Bang Aras. "Biar Papa fokus ke operasi dulu."

Baik Bang Eros maupun Irish hanya bisa mengangguk.

(*)

Caraka Samahita (RedBuzz):
Airish, di RS?
Saya boleh datang?
Ada yg ingin saya kenalkan

Irish menerima pesan itu ketika sedang menunggui papanya di ruang perawatan. Operasi papanya kemarin berjalan lancar, dan sekarang papanya sudah dipindahkan ke kamar rawat untuk pemulihan. Irish dan Bang Eros bergantian menjaga, sementara Bang Aras yang bekerja di sana sebagai perawat datang dan pergi sesuai sif kerjanya.

Caraka menerima pengajuan cuti dua hari Irish tanpa banyak tanya. Malahan, dengan sangat baik hati, Caraka menanyakan kondisi papa Irish dan mendoakan supaya cepat pulih.

Lantas malam ini, mendadak Caraka minta izin berkunjung ke rumah sakit. Ada yang pengin saya perkenalkan, ulang Irish dalam hati. Siapa? Apa cewek cantik berambut panjang waktu itu? Lah, apa pula urusannya sampai Caraka merasa perlu memperkenalkan mereka?

Penasaran sekaligus nggak enak juga kalau menolak, Irish mempersilakan Caraka mampir kapan pun pria itu sempat. Caraka benar-benar muncul sekitar 40 menit setelah pesan itu terkirim. Kebetulan Bang Aras yang sedang menunggu sifnya mulai satu jam lagi juga ada di sana.

Alih-alih cewek berambut panjang yang bikin Irish kepo, Caraka datang bersama seorang pria yang rapi dan sangat tampan. Pria yang sudah Irish kenal dengan baik.

"Lah, Mas Leo?"

"Lho, Irish?"

Di tengah mereka, Caraka menatap Irish dan Leo bergantian, lalu bertanya, "Kalian saling kenal?"

Tentu saja Irish mengenal pria bernama Leo ini. Leo adalah pemilik kafe Sunday Morning, tempat Irish bekerja dulu. Pria itu juga seorang pengacara muda yang bekerja di H.A. Budiman & Partners—sebuah firma hukum yang cukup bergengsi. Meski sibuk, Leo sering datang ke Sunday Morning untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik. Terkadang istrinya yang berprofesi sebagai fotografer juga datang ke kafe. Menurut cerita yang Irish dengar dari sesepuh-sesepuh Sunday Morning, dulu Leo lebih kaku dari kanebo kering. Kehadiran Saras—fotografer yang kini menjadi istri Leo—membuat karakternya jadi sedikit lebih luwes. Jika Irish diminta membayangkan Leo versi lama, imajinasinya mentok kepada Caraka.

"Irish ini mantan karyawan Sunday Morning," jawab Leo. "Apa kabar, Rish?"

"Baik, Mas, baik," jawab Irish membalas jabat tangan Leo. "Mas Leo sendiri gimana?"

DRUNK DIALINGWhere stories live. Discover now