Ia mendesah. Bubur ayam di depannya sudah tak menggugah seleranya lagi.

"El, balik dulu ya." Danti tiba-tiba beranjak dan memutuskan untuk pamit setelah melihat Helena di sini.

Namun sebelum ia keluar, Helena kembali menahannya dengan satu pertanyaan.

"Dan, semalem aku pingsan, 'kan?"

"Iya?"

"Itu siapa yang bawa aku? Aku pingsan di depan toilet loh."

Ekspresi Danti berubah seketika, menjadi penuh semangat sambil menghampiri Helena kembali di dekat kasunya. Matanya menatap waspada sekitar sambil bersuara pelan. "Hot news banget ini!" serunya.

"Kamu tahu enggak, seluruh orang pada heboh ngelihatin kamu pingsan!?" lanjut Danti.

Mata Helena lantas terbuka, rasa penasarannya perlahan memuncak.

"Yang gendong kamu pingsan tuh Pak Azka tahu!"

___________


Setiap hari AC di ruangan ini selalu hidup di suhu enam belas derajat celcius. Beberapa orang yang masuk ke dalamnya kerap mengeluh merasakan dinginnya untuk ruangan sekecil ini, namun bagi Azka suhu ini masih terasa kurang dingin untuk mengalahkan cuaca ibu kota yang kepalang panas.

Julia masih berdiri seorang diri di dekat pintu ruangan sambil mengamati beberapa jadwal di iPadnya. Jari-jari kakinya terasa membeku, berharap bisa keluar dari tempat ini segera. Ia sendiri memang tak kuat berada di tempat dingin.

Ingin sekali Julia merampas remot AC itu dan menaikkan suhunya ke dua puluh tiga derajat, namun sebaiknya itu tak ia lakukan.

"Jam sebelas nanti, Bapak ada pertemuan dengan perwakilan tiap divisi. Kita bakal ngebahas tentang strategi kerjasama dengan salah satu rumah sakit di Singapura. Lalu... siangnya Bapak free sampai sore, tapi malamnya ada makan malam dengan direktur Mayabank..."

Jadwal Azka hari ini bisa dikatakan cukup renggang dibandingkan hari biasanya. Sangat jarang siangnya ia bisa mendapatkan waktu bebas, biasanya akan ada pertemuan lagi di siang hari ini.

Semenjak menjadi direktur di salah satu divisi, Azka dipaksa harus bertemu dengan banyak orang di pertemuan lainnya. Saat ia masih menjadi kepala divisi dulunya, pertemuannya paling tak jauh-jauh dengan timnya sendiri atau bertemu dengan direktur divisinya.

Bertemu dengan orang baru cukup menguras tenaganya, terlebih jika mereka adalah para orang tua yang candaan di tiap pembukanya bukan selera Azka sama sekali. Apalagi jika sudah menyinggung masalah pasangan hidup, ingin sekali ia kabur dari pertemuan itu. Tapi lagi-lagi yang bisa ia lakukan hanya tersenyum.

"Kamu boleh keluar."

"Baik, Pak. Nanti saya kirimin draft pembahasan buat pertemuan pukul sebelas nanti."

Setelah menunggu beberapa saat, Julia akhirnya bisa keluar dari ruangan mematikan ini. Perubahan suhu sangat terasa jelas, ruangan di luarnya lebih hangat dibandingkan ruangan Azka sendiri. Perempuan ini pun pergi menuju mejanya yang berada di luar sini.

"Kenapa Jul?"

"Brrrr... dingin banget di sana!"

Dari samping mejanya, Julia di sambut dengan seorang pria yang sebaya dengannya tengah asyik mengetik sesuatu di depan komputernya. Tyo, nama pria itu, ia melirik pada Julia di sebelahnya. Biasanya ia yang akan menjadi tempat penampungan curhatan Julia setelah keluar dari ruangan Azka.

"Hari ini Pak Azka lagi mood, nggak?" tanya Tyo.

"Yaah... kayak gitulah," balas Julia. Ia terdiam sejenak, memikirkan sesuatu tentang atasannya itu, "Pak Azka waktu sama kalian tuh enak enggak sih?" tanyanya balik.

into foreverWhere stories live. Discover now