Prolog

83 11 1
                                    

"Ketika seorang ibu melahirkan anak perempuan, ia akan melahirkan pula rantai kokoh yang terhubung erat pada putrinya."

***

JIKA Nara diberi kesempatan menulis ulang kisah Ariel yang meninggalkan laut demi Eric, maka ia akan paling pertama menyabotase panggung, menimpa naskah asli dengan tinta-tinta basahnya, dan memasang topeng teater di wajahnya juga milik sang Mama.

Nara akan bercerita, bahwa sesungguhnya Ariel meninggalkan laut terpujanya bukanlah demi Eric. Namun demi cinta melebihi palung samudra pada sang Ratu----alias sang Mama, ia sampai rela mempersembahkan suaranya sebagai wujud bakti. Meski itu artinya menjadi bungkam dan tunduk atas segala perintah mulia sang Ratu. Termasuk tuntutan melepas cinta setengah matinya pada laut. Sebab berkaca dari asinnya pengalaman, bagi Ratu, mimpi menjadi pelaut menjauhkan putrinya dari fitrah perempuan, juga remeh.

Bak pepatah, pantang dua ratu bertahta dalam satu istana. Sebab itulah haram hukumnya bagi seorang putri memakai mahkota yang sama dengan ratu. Nara tak memiliki pilihan lain selain memerankan anak penurut. Ia muak dan gamang akan meledak, mengharuskan adanya peperangan kata----atau mungkin lebih----nantinya.

Namun, ada satu hal kelabu tak terendus oleh Ratu. Bahwa Ariel----alias Nara----tak benar-benar meninggalkan laut. Diam-diam ia berjuang merawat sebagian mimpinya dalam akuarium rahasia dunia potensinya.

Keras kepala seperti Mama, Nara takkan menyerah atas mimpinya. Ia akan menunda, mencari jalan tengah seperti halnya orang dewasa, dimana tak perlu ada pihak yang kecewa di episode final.

"Naya Teguh!" teriak suara maskulin tak asing dari balkon rumah sebelah yang apesnya berhadapan dengan balkon rumah Nara. Bocah menjengkelkan, pastilah sengaja ia memakai kostum Eric low budget untuk mengejeknya, setelah kemarin-kemarin ia mencoba menjadi Ariel!

"Jangan terlalu mengagumi kisah para princess, Nay," Nara tetiba ingat betul petuah anak itu kala memergoki tasnya dipenuhi beberapa gantungan mainan balok membentuk duyung-duyung dan ikan-ikan. Sejak itu, olok-oloknya tak jauh dari seputaran duyung dan para princess.

Ah, benar. Berbicara soal Eric, Nara enggan percaya akan ada pangeran yang sudi menyelamatkan mimpinya. Jika pun ada, pastilah program Rajut Pemimpin Muda yang akan menjadi pangerannya.

"Jangan melamun terus, Nay!" Kembali lelaki itu berteriak. "Naya, turunkan rambutmu!" Dipancingnya lagi Nara untuk merespons.

Dan bila pun pangerannya harus berwujud manusia, orangnya pastilah bukan anak itu! sungut Nara geram dalam hati. "Beda referensi film!" Dipetiknya rambutan tak jauh dari balkon, lalu dilemparnya ke arah lelaki itu. Meleset.

Lelaki itu malah mengupas rambutan itu dengan gigi dan menyantap isinya, kemudian menyengir kuda. "Lagi, Nay!"

Masa bodoh, pekik Nara di benak. Jangan sampai ia menjadi terlalu emosional dan berujung menghanguskan kesempatan untuk lolos program itu. Karena di usianya yang hampir 18 tahun ini, waktunya terbatas, dan hanya itu harapan terakhir untuk menempuh jalan bijak meraih ambisi pelautnya.

***

Patah RantaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang