38 | The Untold Story

934 121 29
                                    

Pada tega-tega amat sama Aiden wkwkwkwk. Dia udah tulus banget minta maaf, tapi pada nggak bolehin langsung kasih maaf. Yaudah, kalau gitu aku siksa lagi aja yak! Hahahaha.

Happy reading!

***

Suara benda jatuh mengagetkan Aiden yang masih tertidur. Pria itu sontak membuka matanya dan menoleh ke arah sumber suara.

"Maaf, Mas. Kamu keganggu, ya?"

Aiden mengernyit untuk menyesuaikan cahaya yang mendadak masuk ke matanya.

"Kamu mau ke mana, Ya?" tanya Aiden dengan suara seraknya saat mendapati Kaiya yang baru saja menegakkan badannya—seperti usai mengambil sesuatu di lantai, lalu mematut dirinya di cermin untuk merapikan rambutnya. Bajunya pun sudah rapi.

"Mau ke resto," jawab Kaiya dengan menatap Aiden melalui cermin.

"Nggak mau libur dulu? Nggak capek kamu? Kemarin baru pulang." Aiden mengubah posisinya jadi duduk sambil mengacak-acak rambutnya.

Kaiya hanya menjawab dengan gelengan.

Aiden melirik ke jam dinding dan waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. "Kamu ke resto pagi-pagi gini?"

"Aku ada mau mampir dulu."

"Ke mana?"

Kaiya sudah selesai merapikan rambutnya. Dia beranjak ke rak khusus tas dan mengambil salah satu tasnya dari sana. "Aku udah siapin sarapan. Habis mandi, kamu jangan lupa sarapan dulu sebelum keluar. Kamu nggak jadi makan semalem," ujar Kaiya mengabaikan pertanyaan Aiden.

Aiden hanya bergumam mengiakan sebagai jawaban. Sorot matanya mengikuti setiap pergerakan sang istri.

Kaiya balik badan menghadap Aiden. Muncul sejenak keraguan di wajahnya, sebelum akhirnya dia mendekat dan menjulurkan tangannya. "A—Aku berangkat, ya, Mas," ucapnya canggung.

Bibir Aiden berkedut tipis. Dadanya menghangat. Bahagia sekali rasanya cuma karena Kaiya masih mau mencium tangannya sebelum keluar rumah—seperti yang biasa Kaiya lakukan sehari-hari. Padahal, Aiden tahu betul kalau Kaiya masih belum memberi maaf sepenuhnya.

Aiden menyambut tangan istrinya dengan suka cita dan membiarkan punggung tangannya dikecup. "Hati-hati, ya."

Dia ingin mengusap kepala sang istri dengan tangannya yang bebas—sesuatu yang biasa dia lakukan juga, tapi Kaiya sudah lebih dulu menarik kepalanya menjauh. Hal itu menyadarkan Aiden kalau dia memang tidak boleh berekspektasi apapun. Jangan kemaruk, Den. Udah bagus Kaiya masih sopan mau pamit dan cium tangan lo sebelum dia pergi. Tau diri lo jadi orang.

"Aku nggak bawa mobil ya, Mas," ucap Kaiya setelah melepaskan tangan sang suami.

"Lho, kenapa?" Kedua alis Aiden menukik.

"Nggak apa-apa. Aku nggak percaya sama mataku buat nyetir sendiri."

"Aku anterin, ya." Aiden bergegas bangun dari kasur. "Bentar aku cuci muka—"

"Nggak usah," cegah Kaiya, yang otomatis membuat Aiden menghentikan pergerakannya. "Aku udah pesen taksi, kok. Aku jalan, ya."

Aiden pun hanya mengangguk dan memandang istrinya yang keluar kamar tanpa menoleh sama sekali.

Pria itu mengembuskan napas pasrah, lalu memutuskan untuk mandi dulu sebelum sarapan.

Pria itu mengembuskan napas pasrah, lalu memutuskan untuk mandi dulu sebelum sarapan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Us, Then? ✓ [Completed]Where stories live. Discover now