31 - Hari Pembukaan

6 2 0
                                    

Yudha: Insyaallah, lima hari lagi pameran bakal kita buka.

Yudha: Paling lambat lusa kamu udah harus ada di sini untuk terlibat langsung di beberapa persiapan final.

Setelah menerima pesan dari Yudha, Ariani langsung mengecek ketersediaan tiket. Siang itu juga dia memutuskan untuk kembali ke Jogja.

"Diingat-ingat lagi, siapa tahu ada yang ketinggalan," ujar Mirna saat Ariani memastikan lagi barang-barangnya.

"Kayaknya nggak ada lagi, Tan."

Karena taksinya sudah datang, Ariani pun berpamitan.

"Tan, Rian pergi dulu. Makasih banyak udah mau nerima Rian di sini."

Mirna langsung mendekap keponakannya. "Kamu harus baikan sama papamu, ya," sarannya dengan bibir bergetar menahan tangis.

Ariani mengangguk. Selanjutnya, dia beralih memeluk omnya. "Makasih banyak, Om."

"Titip salam buat mama sama papamu," pinta Sukri sambil mengelus punggung keponakannya.

Terakhir, Ariani memeluk adik sepupunya, yang tahu-tahu sudah berlinang air mata. Wajar, dia akan kehilangan teman curhat.

"Kapanki lagi ke sini?" tanyanya sambil terisak.

"Gantian, dong, giliran kamu yang ke Jogja." Ariani menyeka air mata anak itu. "Kalau nggak jadi di Korea, kuliah di Jogja aja. Tinggalnya sama Kakak."

Adel hanya terus terisak.

"Ya udah, Om, Tante, sekali lagi makasih. Rian pergi dulu. Taksinya udah nunggu."

Karena tidak ingin merepotkan, Ariani sengaja minta tidak usah diantar ke bandara. Ariani menyempatkan mampir ke butik Maryam sebentar untuk berpamitan.

"Loh, serius kamu udah mau balik ke Jogja?" Maryam tampak kaget.

Ariani mengangguk. "Pameranku bakal segera dibuka."

"Wah, selamat, ya. Semoga sukses."

"Aamiin."

"Tapi serius, aku bakal kehilangan banget, nih. Dadakan pula."

"Aku bakal senang banget kalau kapan-kapan kamu bisa main ke Jogja."

"Insyaallah. Semoga ada waktunya."

"Kalau gitu, aku pergi dulu, ya."

"Eh, bentar." Maryam langsung melesat ke dalam. Ariani bahkan tidak sempat bertanya kenapa.

Beberapa saat kemudian Maryam kembali dan langsung menyodorkan jilbab yang dibungkus ala kadarnya.

"Ini ada kenang-kenangan, atau semacam tanda pertemanan juga boleh. Tapi maaf banget, nggak sempat dibungkus rapi."

Ariani bisa menebak isi bungkusan itu.

"Kalau kamu emang merasa udah terpanggil, segerakan. Niat baik itu nggak baik ditunda-tunda. Aku bilang gini bukan karena merasa udah lebih baik dari kamu, aku hanya menyampaikannya sebagai saudara sesama muslim."

Ariani mengangguk paham dengan mata berkaca-kaca. "Makasih banyak, Mar," ucapnya tulus, lalu memeluk cewek itu.

"Eh, ini kamu nggak pamit dulu sama Tegar?" tanya Maryam sambil melerai pelukan.

Ariani meringis samar. Bukannya tidak mau, tapi Tegar pasti sedang ngojek di suatu tempat. Ariani segan tiba-tiba memintanya ke sini hanya untuk berpamitan.

"Kayaknya nggak usah, deh."

"Tegar bakalan sedih, sih, tapi itu hak kamu."

"Aku nitip salam sama makasih aja, ya. Dia udah banyak banget bantuin aku selama di sini."

Maryam mengangguk.

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan lanjutannya, silakan baca di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca. Atau langsung ketik judul cerita juga boleh.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Semerdu Alunan AzanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang