II. Febian Henry Greyson.

31 14 83
                                    

"Jiwaku akan pergi jika kau meninggalkan ku." - Bian anak mommy.

°°°°°°

"Kenapa sekolah kita terima siswa tolol kayak dia ya?"

Pertanyaan itu disoraki oleh seluruh murid yang sedang menyaksikan penindasan terhadap seorang siswa yang berlangsung di lapangan sekolah.

"Bener banget, udah tolol, bego lagi!"

"Udah seharusnya ya cowok lemah kek lo itu ditindas!"

"Bahkan, cewek aja gak lemah-lemah amat kayak lo,"

"Gue jadi mikir, mungkin dia itu anak pungut gak si?"

Lagi-lagi semua murid tertawa terbahak-bahak dengan perkataan pedas itu. Bagi mereka hal seperti ini sudah biasa. Murid lemah seharusnya ditindas dengan kasar. Tapi, penindasan kali ini benar-benar keterlaluan dan sangat berlebihan.

Febian pemuda yang menjadi sasaran penindasan itu hanya bisa menunduk. Dia menunduk bukan berarti takut. Hanya saja dia tidak ingin membuang tenaga untuk meladeni manusia iblis seperti mereka.

Dia lebih memilih pergi dari sana tanpa melakukan perlawanan. Itu lah yang membuatnya selalu saja ditindas. Bian tidak melawan, tidak protes, dan yang terpenting dia tidak mengadu kepada guru atau pun orang tuanya.

Walaupun sekolah ini elit, entah kenapa mereka seolah menutup mulut dan telinga kala mendapat laporan adanya penindasan.

Bian tidak menangis, dia kuat, dia sudah terbiasa dengan perkataan yang menyakitkan seperti itu. Hatinya sudah kebal dengan semua gunjingan yang orang berikan. Tetapi, sekuat-kuatnya Bian untuk tidak sakit hati, dia tetap manusia biasa yang bisa rapuh.

Biasanya setelah perlakuan tak mengenakan dari mereka, Bian akan pergi ke rumah sahabatnya. Hanya dia satu-satunya sahabat yang Bian punya. Dia merasa bersyukur karena masih ada orang yang mau menemaninya.

Ketika telah sampai di rumah sahabatnya, Bian mengerutkan dahi bingung. Dia melihat sebuah motor sport terparkir rapi di halaman rumah gadis itu yang tidak asing di penglihatannya.

Sahabat Bian seorang gadis yang sangat baik menurut Bian. Hanya saja, gadis itu tidak satu sekolahan dengan dirinya. Dia juga sedikit bingung kenapa gadis itu mau berteman dengan dirinya. Tetapi dia sangat bersyukur bisa bersahabat dengan dia.

Bian lebih baik menunggu di luar dari pada mengganggu sahabatnya sambil tersenyum miris.

Jarak rumahnya dengan rumah gadis itu tidaklah jauh. Bian hanya berjalan kaki menuju rumah itu dengan mobil pribadinya dia tinggalkan di pinggir jalan.

Gadis itu bagaikan rumah kedua setelah orang tuanya bagi Bian. Dia merasa beruntung karena memiliki sahabat seperti dia.

Lama menunggu, akhirnya pemilik motor itu keluar dengan gadis yang Bian kenal. Mereka terlihat serasi dengan saling bergandengan tangan dan tatapan yang seolah sedang dimabuk asmara.

Tanpa sadar, tangannya terkepal erat dengan kakinya yang menghampiri mereka berdua.

"Tika," panggilnya yang membuat kedua orang itu menoleh.

Kepalan tangannya semakin erat setelah melihat siapa pemuda yang bersama gadis itu.

"Si bego, kenapa dia ada sini?" tanya pemuda itu yang selalu menindas Bian dengan nada mengejek.

Noviantika, gadis itu hanya diam saja. Raut wajahnya terlihat jengah ketika melihat Bian datang. Dia tahu pasti Bian baru saja ditindas dan akan mengadu kepadanya.

𝐆𝐀𝐑𝐑𝐘 𝐓𝐑𝐀𝐍𝐒𝐌𝐈𝐆𝐑𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍 Where stories live. Discover now