1. Make A Choice.

13 3 0
                                    

❝Depression in her mind, posion in her blood, anxiety in her heart, and she's screaming to be loved. ❞

──────── S E L E N O P H I L E ──────────

Perempuan itu menangis dalam diam dikamarnya. Ia menggigit bibirnya agar tak terlalu mengeluarkan suara yang bising karena isakannya. Tangannya ia pakai untuk memukul kepalanya yang sedari tadi mulai meracuni pikirannya.

“Berhenti. Berhenti. Berhenti.” Isakannya terdengar lebih keras sekarang. Dadanya naik turun tak beraturan. Ia bergumam, memberi tahu dirinya sendiri untuk berhenti menangis, namun ia tak bisa. Sia-sia.

Pandangannya mulai kabur, rasa sakit di kepalaya semakin terasa. Ia pun segera beranjak, mencari obatnya di nakas dengan langkah yang sempoyongan dan tangan yang gemetar. Ia mengacak-acak nakas tersebut dengan tak sengaja, nafasnya menjadi semakin tak beraturan, dan rasa panik yang mengubur dirinya. Penyakitnya kambuh lagi, itu tak bagus.

“Dimana, dimana?” Ia meracau tak jelas. Akhirnya, ia menemukan obat yang biasa ia konsumsi saat keadaannya seperti ini. Ia segera menelan dua butir pil tersebut, lalu menekannya dengan air putih. Ia duduk dikasur, menetralkan nafasnya, sekaligus pikirannya. Matanya terpejam, membiarkan rasa sakit yang semakin lama mengambil alih tubuhnya.

Pandagannya beralih pada nakas miliknya yang sudah berantakan. Ia menghela nafas, lalu segera membereskan obat-obat yang berserakan. Keningnya berkerut saat melihat kertas yang tergeletak disana, lengkap dengan tulisan tangan yang perempuan itu tak kenali. Ia meraih kertas tersebut, lalu membacanya dengan hati-hati.

Dear,
Eleanora.

Aku meminta maaf atas segala hal yang menimpa dirimu, sungguh. Aku faham dengan segala penderitaanmu, dan aku ingin membantumu. Mungkin ini terdengar konyol, namun, maukah kau berpindah raga dengan seseorang? Percayalah, itu nyata.

Raga yang sudah kusiapkan, adalah seseorang dimasa lalu. Ia hidup di dunia Sihir, tepatnya di dunia Hogwarts. Aku tahu kau akan heran mengapa aku tahu dunia tersebut, namun Hogwarts itu nyata, Elea. Aku sudah memperhatikanmu dari jauh-jauh hari, aku tahu kau sangat ingin pergi dari sini.

Kata-kata yang kutulis di perkamen ini adalah kenyataan, dan kuharap, kau mengerti. Jika kau mau, kau bisa langsung tertidur, dan kau bisa bergumam jika kau mau. Dan jika kau tidak, abaikan saja pesan ini. Namun aku harap, kau mau, Elea.

Tidak perlu tahu siapakah aku, tapi aku mengerti betapa kejamnya keluargamu, dan lingkunganmu.. Aku meminta maaf atas semua yang menimpa dirimu, Elea. Ku harap kau mempertimbangkan ini, aku sudah menyiapkan banyak hal untukmu...

With Love,
A.

Kening Perempuan yang bernama Eleanora itu mengerut. Siapa itu A? Dan kenapa ia bisa tahu permasalahan dirinya. Pertanyaan itu terus berputar di kepala Elea, dia membolak-balikan kertas itu,  merasa bingung sekaligus memikirkan apa yang ditulis di kertas itu.

Hogwarts. Dunia Sihir.

Itulah kata yang bisa membuat senyum Elea mengembang kembali, Elea sangatlah berharap bahwa Hogwarts itu nyata, dan Elea harap dia bisa menjadi salah satu dari mereka. Elea memikirkannya kembali, mencoba mencari apa yang bisa dibenarkan di kertas ini.

“Konyol sekali, namun bodohnya aku percaya ..." Elea menghela nafas kembali. Ia kemudian menaruh kertas yang penuh tanda tanya tersebut di nakas. Ia kemudian merebahkan badannya di kasur, mencoba agar bisa tertidur.

"Apa salahnya mencoba, kan? Baiklah... Kupikir, aku mau."

Lalu semuanya gelap.

──────── S E L E N O P H I L E ──────────

“Elea, Wake up!” Pendengaran Elea terganggu karena teguran itu. Ia dengan perlahan membuka matanya, mengerjapkan matanya beberapa kali, saat melihat atap dan lingkungan yang tak asing baginya. Memang tak asing, namun ini sudah jelas bukan kamar miliknya. Elea menahan nafasnya, lalu menoleh kearah perempuan yang membangunkannya tadi.

“Hei, mukamu seperti orang bingung! Cepat mandi, sebentar lagi sarapan berakhir.” Perempuan itu kemudian menjentikkan jarinya tepat di wajah Elea, yang membuatnya tersadar. Baru saja ingin mengucapkan sepatah kata, perempuan itu segera pergi dari kamarnya.

Elea beberapa kali menepuk pipinya. “Ini mimpi?” Elea bertanya pada dirinya sendiri. Ia kemudian mengingat surat yang ada di nakas nya sebelum ia tidur. Ia kemudian menghela nafas yang kesekian kalinya, itu berarti, Elea sudah berhasil untuk masuk ke dunia lain dan sekarang ia menempati raga orang lain? Baiklah, Elea mengerti.

Mengingat tentang kata 'orang lain,' Elea langsung beranjak dari kasurnya. Ia berdiri di hadapan kaca, dan melihat dirinya di versi yang sangatlah berbeda. Elea kini memiliki rambut pirang, bentuk wajah yang kecil, hidung tajam, dan bibir yang tipis. Sangat lucu, batinnya.

Jangan lupakan, badannya yang tinggi. Elea di masa lalu, sedikit ─ kurang tinggi. Namun Elea bersyukur, karena dirinya bukan Elea yang ia kenal. Sangat rumit, kan?

Baiklah, kini ia harus bersiap. Ia kemudian memasuki kamar mandi, mengguyur badannya, dan bersiap untuk menghadapi 'kehidupan' barunya. Setelah selesai, ia kemudian duduk di depan cermin, ia tersenyum bahagia, lalu mulai menyisir rambutnya, dan tak lupa memoleskan beberapa produk kecantikan pada wajahnya.

“Siap!” Serunya, lalu melihat dengan seksama bagaimana penampilannya hari ini. Ia memakai jubah Hogwarts, yang belum ada logo house disana. Elea tak mengetahui mengapa, namun ia tak terlalu memikirkannya, bisa saja, ia murid pindahan dari sekolah sihir lain. 

Elea kemudian beranjak dari kursi, ia melihat lurus kedepan, lalu menyunggingkan senyuman terbaiknya.

Goodluck, Eleanora!”

──────── S E L E N O P H I L E ──────────

826 words! Hahaha, aku gak tau kenapa aku bikin story ini, but aku harap kalian bakalan suka sama story ku yang kali ini! <3

Jangan lupa Vote & Comment. Thankyou, guys!

With Love,
Loviena.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Feb 21 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Selenophile. Donde viven las historias. Descúbrelo ahora